Nakita.id - Data mencengangkan dilaporkan oleh Lembaga Kesehatan Dunia (WHO) tahun 2022 yang menyatakan sekitar satu dari delapan orang di dunia hidup dengan gangguan jiwa.
Gangguan kecemasan dan gangguan depresi adalah yang paling umum dialami oleh pria dan wanita.
Bunuh diri mempengaruhi orang-orang dan keluarga di semua negara sesuai konteksnya, dan pada semua usia.
Secara global, mungkin ada 20 upaya bunuh diri untuk setiap satu kematian, namun bunuh diri menyumbang lebih dari satu dari setiap 100 kematian. Ini adalah penyebab utama kematian di kalangan anak muda
Kesehatan jiwa memiliki prioritas rendah di negara-negara Asia Tenggara, termasuk Indonesia.
Membangun basis pengetahuan kesehatan jiwa, termasuk depresi, di negara-negara Asia Tenggara merupakan salah satu prioritas terendah saat ini.
Depresi juga tidak dipahami dengan baik di Asia Tenggara, stigma dan kesadaran yang rendah menghambat akses pasien terhadap pengobatan. Akibatnya, pasien terus-menerus merasa frustrasi dan tidak berdaya.
Kurangnya pemahaman akan perbedaan tentang jenis depresi di antara pasien, perawat, dan profesional medis umum pada akhirnya membuat gejala dan pengalaman sering dianggap sama untuk setiap penderita.
Depresi itu seperti samudera dan lautan biru yang sangat luas, semakin dalam kita masuki akan semakin gelap, dan semakin dekat ke permukaan akan ada peluang lebih baik untuk bertahan hidup.
Gangguan depresi mempengaruhi 86 juta orang di Asia Tenggara dan itu hanyalah puncak gunung es dari pasien yang sadar dan paham akan depresi. Pada umumnya, orang mengira mereka tahu tentang depresi, tetapi mereka tidak memahaminya.
Penanganan depresi saat ini di Asia baru menyentuh puncak gunung es. Bahkan, terdapat stigma sosial seputar depresi di Asia Tenggara, termasuk Indonesia.
Masyarakat terus memberikan stigma negatif terhadap orang dengan depresi karena alasan budaya, agama, atau profesional. Hal ini dapat menyebabkan pasien merasa malu, minder dan merasa tidak diterima.
Di Indonesia, data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 menunjukkan lebih dari 19 juta penduduk berusia lebih dari 15 tahun mengalami gangguan jiwa emosional, dan lebih dari 12 juta penduduk berusia lebih dari 15 tahun mengalami depresi.
Kampanye Edukasi Tentang Depresi #MoreThanBlue
Johnson & Johnson, di tingkat global telah berdedikasi untuk meningkatkan tingkat kesembuhan penderita gangguan jiwa selama lebih dari 60 tahun.
Bahkan selama lebih dari setengah abad terakhir, Janssen Pharmaceutical Companies of Johnson & Johnson telah menemukan, mengembangkan, dan meluncurkan banyak pengobatan inovatif untuk kondisi yang memengaruhi otak dan sistem saraf pusat.
Johnson & Johnson juga memperluas akses ke perawatan kesehatan mental untuk populasi yang paling rentan dan kurang terlayani di dunia, dimulai di Rwanda.
Selain itu, perusahaan juga mendukung program kesehatan mental yang menyediakan sumber daya untuk mendukung petugas kesehatan garis depan di seluruh dunia.
Dokumen White Paper di wilayah Asia Pasifik yang dipublikasikan pada tahun 2021 bertajuk “Rising Social and Economic Cost of Major Depression: Seeing the Full Spectrum” yang disponsori oleh Johnson & Johnson Pte. Ltd. dan dilakukan oleh KPMG Singapura, mengungkapkan bahwa Asia Pasifik memiliki tingkat penyakit depresi dan penyakit jiwa yang jauh lebih tinggi dibandingkan wilayah lain di dunia. Dokumen tersebut menyoroti bahwa orang yang hidup dengan depresi 40% kurang produktif daripada individu yang sehat.
Johnson & Johnson Indonesia hari ini (10/12) bertempat di Unika Atma Jaya secara resmi meluncurkan kampanyenya di Indonesia yang bertajuk Let's get to know depression! The Great Blue Sea of Depression.
Dengan tagline #MoreThanBlue, Johnson & Johnson ingin meningkatkan kesadaran akan depresi dan menekankan pentingnya mencari pengobatan.
Seminar secara hybrid yang dilakukan pada Sabtu (10/12/2022) ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran tentang depresi dengan dihadiri oleh peserta yang sebagian besar adalah mahasiswa dan terbuka bagi seluruh lapisan masyarakat.
Baca Juga: Manfaat Orgasme untuk Kesehatan Mental, Simak di Sini!
Kampanye serupa juga digulirkan di beberapa wilayah Asia Tenggara lainnya oleh Johnson & Johnson.
Pada fase awal kampanye ini, Johnson & Johnson Indonesia memperkenalkan karakter Alex yang dikembangkan oleh Janssen, perusahaan farmasi dari Johnson & Johnson.
Karakter yang dibuat untuk media sosial ini akan menggambarkan masalahnya, memanusiakan kondisi depresi, dan pada akhirnya diharapkan dapat mengubah persepsi bahwa depresi semuanya sama dengan menunjukkan bahwa depresi itu dapat timbul dalam berbagai bentuk dan gejala yang tidak terduga dan dapat menimpa semua orang.
Sebagai bagian dari peluncuran kampanye ini, Johnson & Johnson Indonesia memperkenalkan penggunaan cerita komik, melalui karakter Alex, sebagai cara untuk menyebarkan edukasi tentang depresi.
Melalui cerita komik ini, masyarakat umum dan generasi muda dapat belajar dan mengenal tentang depresi, dampaknya, serta tanda dan gejala untuk mengenalinya.
Program ini mendorong orang untuk mendapatkan informasi (mengenali tanda-tanda depresi dan dampaknya), mendapatkan skrining (menyadari bahwa mereka tidak sendirian dan dapat disembuhkan), dan mendapatkan bantuan (berkonsultasi dengan tenaga kesehatan profesional dan menerima perawatan yang tepat).
Tujuan dari kampanye ini adalah untuk membantu pasien mengenali gejala depresi dengan menciptakan percakapan bahwa depresi tidak semuanya sama, melainkan sebuah spektrum, dan memberdayakan para penderita untuk mencari pengobatan yang tepat.
Mampu mengenali gejala depresi dapat membantu kaum muda mencari bantuan profesional sejak dini dan mendorong orang lain untuk melakukan hal yang sama.
Beberapa gejala gangguan depresi mayor adalah rasa sedih yang terus menerus, pesimis, rasa tidak berdaya, gampang tersinggung, insomnia, sulit makan, menarik diri hingga melakukan usaha untuk bunuh diri.
Maka, apabila Moms atau keluarga atau teman ada yang mengalami gejala-gejala tersebut dan dugaan menderita gangguan depresi mayor, terutama bila ada niat untuk melukai diri sendiri dan/atau bunuh diri, maka sangat disarankan untuk segera berkonsultasi pada tenaga kesehatan jiwa profesional, seperti psikiater, dokter umum, atau psikolog.
Devy Yheanne, Country Leader of Communications & Public Affairs for Johnson & Johnson Pharmaceutical in Indonesia & Malaysia mengatakan, “Kita perlu menghilangkan stigma terhadap depresi di Indonesia.
Baca Juga: Ini Dia Deretan Manfaat Makan Alpukat Bagi Tubuh, Coba Sekarang!
Ini adalah kondisi yang dapat diobati, terutama ketika orang dapat mengenali gejalanya sejak dini dan mencari pengobatan jika diperlukan.
Kampanye #MoreThanBlue membahas masalah ini dan mendorong masyarakat untuk memahami penyebab, gejala, dan mendapatkan bantuan yang sangat dibutuhkan dari para ahli.”
Meningkatkan kesadaran tentang depresi adalah salah satu langkah pertama untuk mendapatkan bantuan yang mereka butuhkan.
Dalam seminar ini, Psikiater Dr Eva Suryani, Sp.KJ mengatakan bahwa kondisi penderita gangguan kesehatan jiwa, termasuk depresi dapat menjadi lebih buruk.
Beliau menjelaskan, “Depresi itu seperti samudera biru yang dalam. Orang dengan depresi sering merasa seperti tenggelam di bawah ombak. Depresi juga datang pada berbagai tingkat kedalaman; semakin dalam depresinya, semakin gelap warnanya.
Orang harus menyadari bahwa memahami kondisi dan gejalanya dapat membantu pasien. Ketidakseimbangan kimia dapat menyebabkan depresi, namun depresi dapat dikelola dan diobati oleh tenaga kesehatan profesional.”
Unika Atma Jaya menyambut baik dan mengapresiasi inisiatif Johnson & Johnson Indonesia untuk secara terbuka membahas tentang depresi dan memberikan edukasi.
Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan dan Alumni Unika Atma Jaya Dr. Agustinus Prajaka Wahyu Baskara, S.H., M.Hum. menyadari pentingnya diadakannya program ini, terutama di kalangan mahasiswa dan generasi muda.
Belajar dari Viralnya Anggur Muscat, Ini Cara Cuci Buah yang Benar untuk Hilangkan Residunya
Penulis | : | Nita Febriani |
Editor | : | Nita Febriani |
KOMENTAR