Nakita.id - Orangtua harus tahu risiko hamil dan melahirkan di usia remaja, agar masalah di Ponorogo, Jawa Timur, tidak terulang kembali.
Mengagetkan Indonesia di awal tahun 2023, ratusan siswi Ponorogo Jatim yang hamil itu terdiri dari jenjang Sekolah Menengah Pertama (SMP) hingga Sekolah Menengah Atas (SMA).
Dilansir dari berbagai sumber, dilaporkan ada 266 pemohon (tahun 2021), 191 pemohon (tahun 2022), dan 7 pemohon (awal 2023) untuk dispensasi nikah bagi murid SMP dan SMA di Ponorogo Jatim.
Dispensasi nikah ini dilakukan karena terdapat ratusan siswi yang hamil di luar nikah di Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur (Jatim).
Bahkan di antara pemohon tersebut, pada minggu pertama Januari 2023 terdapat 7 siswi SMP hamil dan telah melahirkan.
Pengadilan Agama Ponorogo menerima ratusan permohonan tersebut dari para siswi yang hamil di luar nikah dan berusia di bawah 19 tahun.
Karena berusia di bawah 19 tahun, ratusan siswi Ponorogo yang hamil tersebut masih tergolong di bawah umur.
Sehingga jika ingin menikah harus mendapatkan dispensasi nikah dari Pengadilan Agama.
Hal tersebut sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 16/2019.
Pengadilan Agama Ponorogo mengabulkan semua permohonan dispensasi nikah tersebut karena terdapat unsur mendesak.
Akibatnya, banyak siswi Ponorogo yang melakukan pernikahan di bawah umur.
Baca Juga: Waspada Jika Moms Alami Ciri-ciri Hamil Seperti Ini karena Berpotensi Alami Keguguran
Karena berita ini sudah sangat meresahkan, Kemenkes akhirnya angkat bicara.
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) mengingatkan pernikahan dini berdampak pada kesiapan remaja, baik secara mental ataupun fisik.
Pernyataan itu disampaikan Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Masyarakat Kemenkes Siti Nadia Tarmizi merespons kabar ratusan pelajar yang masih berusia anak-anak hamil di luar nikah di Ponorogo, Jawa Timur (Jatim).
Ia mengatakan mental anak remaja usia sekolah SMP hingga SMA belum siap untuk menghadapi masa kehamilan.
"Menjadi perhatian kita bersama tentunya baik orang tua, sekolah, serta tentunya alim ulama. Pernikahan dini tentunya akan berdampak terhadap kesiapan remaja, baik secara mental maupun fisik," kata Nadia saat dihubungi, Jumat (13/1).
"Organ reproduksi sudah siap tapi secara mental untuk kehamilan remaja SMP dan SMA belum siap," sambungnya.
Nadia memandang bimbingan pranikah dan pemeriksaan kesehatan perlu diikuti remaja yang akan menikah dan hamil di luar nikah.
Selain itu, dia mengatakan peran orangtua penting untuk memastikan anaknya mendapatkan pelayanan antenatal care (ANC) minimal sebanyak enam kali seperti mengetahui cara merawat anak, memberikan nutrisi bagi diri dan anak hingga akses kepada layanan keluarga berencana (KB).
Nadia menyatakan Kemenkes bersama dinas kesehatan terkait memiliki program puskesmas peduli kesehatan remaja, juga dalam kegiatan kesehatan reproduksi yang menjadi materi edukasi.
"Selain itu program caring bersama KUA yang dilakukan dinas kesehatan dan puskesmas untuk mendukung remaja," tuturnya.
Sebelum kejadian hamil di usia remaja yang marak di Ponorogo, sebenarnya Kemenkes sudah pernah memperingatkan bahayanya.
Baca Juga: Mitos vs Fakta Kehamilan yang Banyak Ditakuti Ibu Hamil, Padahal Sebenarnya Tidak Berbahaya
Melansir dari Kemenkes, kehamilan remaja berdampak negatif pada kesehatan remaja dan bayinya, juga dapat berdampak sosial dan ekonomi.
Kehamilan pada usia muda atau remaja antara lain berisiko kelahiran prematur, berat badan bayi lahir rendah (BBLR), perdarahan persalinan, yang dapat meningkatkan kematian ibu dan bayi.
Kehamilan pada remaja juga terkait dengan kehamilan tidak dikehendaki dan aborsi tidak aman.
Persalinan pada ibu di bawah usia 20 tahun memiliki kontribusi dalam tingginya angka kematian neonatal, bayi, dan balita.
Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2012 menunjukan bahwa angka kematian neonatal, postneonatal, bayi dan balita pada ibu yang berusia kurang dari 20 tahun lebih tinggi dibandingkan pada ibu usia 20-39 tahun.
Pernikahan usia muda berisiko karena belum cukupnya kesiapan dari aspek kesehatan, mental emosional, pendidikan, sosial ekonomi, dan reproduksi.
Pendewasaan usia juga berkaitan dengan pengendalian kelahiran karena lamanya masa subur perempuan terkait dengan banyaknya anak yang akan dilahirkan.
Hal ini diakibatkan oleh pengetahuan remaja tentang kesehatan reproduksi belum memadai.
Hasil SDKI 2012 menunjukan bahwa pengetahuan remaja tentang kesehatan reproduksi belum memadai yang dapat dilihat dengan hanya 35,3% remaja perempuan dan 31,2% remaja laki-laki usia 15-19 tahun mengetahui bahwa perempuan dapat hamil dengan satu kali berhubungan seksual.
Begitu pula gejala PMS kurang diketahui oleh remaja.
Informasi tentang HIV relatif lebih banyak diterima oleh remaja, meskipun hanya 9,9% remaja perempuan dan 10,6% laki-laki memiliki pengetahuan komprehensif mengenai HIV-AIDS.
Baca Juga: Para Ibu Hamil Harap Merapat, Inilah Tanda Bahaya Selama Kehamilan yang Perlu Diwaspadai
Penulis | : | Aullia Rachma Puteri |
Editor | : | Cynthia Paramitha Trisnanda |
KOMENTAR