Nakita.id - Sebelumnya sudah dijelaskan tentang definisi dan tingkatan sifat Ghadab atau temperamental. Kali ini peserta didik harus tahu cara menghindari sifat temperamental.
Ya, pada mata pelajaran Agama Islam kelas X kurikulum merdeka, peserta didik wajib mengetahui definisi, penyebab, dan tingkatan sifat temperamental atau bahasa Arabnya Ghadab.
Selain mengetahui, peserta didik wajib mengamalkannya pada kehidupan sehari-hari.
Penjelasan sifat Ghadab ini dipelajari peserta didik tingkat SMA pada materi Menghindari Akhlak Madzmumah dan Membiasakan Akhlak Mahmudah Agar Hidup Lebih Nyaman dan Berkah.
Berikut rangkumannya untuk peserta didik kelas X di tingkat SMA.
Temperamental atau sifat mudah marah dalam bahasa Arab berasal dari kata ghadhab, dari kata dasar ghadhiba–yaghdhibu–ghadhaban.
Menurut istilah, ghadhab berarti sifat seseorang yang mudah marah karena tidak senang dengan perlakuan atau perbuatan orang lain. Sifat amarah, selalu mendorong manusia untuk bertingkah laku buruk.
Menurut Sayyid Muhammad Nuh dalam kitab ‘Afatun ‘ala at-Thariq marah adalah perubahan emosional yang menimbulkan penyerangan dan penyiksaan guna melampiaskan dan mengobati apa yang ada di dalam hati.
Sedangkan dalam perspektif ilmu tasawuf, Imam An-Nawawi menyebutkan bahwa marah adalah tekanan nafsu dari hati yang mengalirkan darah pada bagian wajah yang mengakibatkan kebencian kepada seseorang.
Lawan kata dari sifat ghadhab adalah rida atau menerima dengan senang hati dan al-hilm atau murah hati, tidak cepat marah.
Ghadhab sering dikiaskan seperti nyala api yang terpendam di dalam hati, sehingga orang yang sedang dalam keadaan marah, wajahnya akan memerah seperti api yang menyala. Seorang manusia tentu tidak boleh memiliki sifat ghadab.
Makanya Allah SWT memerintahkan untuk menghindarinya.
Bagaimana caranya menghindari sifat temperamental dalam kehidupan sehari-hari? Simak selengkapnya di sini.
Tidak selamanya marah merupakan sesuatu yang buruk, sebagaimana disebutkan sebelumnya, namun secara umum dapat dikatakan bahwa marah adalah sesuatu yang negatif.
Oleh karena itu sifat marah yang cenderung destruktif atau merusak harus dikendalikan dan dihilangkan dengan melakukan cara-cara yang diajarkan oleh Rasulullah SAW sebagai berikut:
Hal ini dilakukan karena ajaran agama menyebutkan bahwa marah adalah hasutan dan perangai setan, sehingga agar tidak berkelanjutan, dianjurkan kepada seseorang yang sudah dihinggapi perasaan marah, untuk segera membaca ta’awudz.
Artinya: "Aku berlindung kepada Allah, dari godaan setan yang terkutuk,"
Jika seseorang mendapatkan kemarahannya pada saat ia sedang berdiri, hendaklah bersegera untuk duduk.
Apabila kemarahan tersebut tidak juga mereda, maka hendaklah segera berbaring.
Hal ini karena, orang yang sedang marah cenderung ingin lebih tinggi dari orang lain.
Apabila posisinya lebih tinggi daripada sumber kemarahannya, maka ia bisa meluapkan dan melampiaskan kemarahan itu.
Baca Juga: Kunci Jawaban Penilaian Pengetahuan Halaman 201 Bagian Essay Agama Islam Kelas X Kurikulum Merdeka
Dan hal tersebut tentu saja sangat berbahaya.
Oleh karena itulah Rasulullah SAW mengajarkan, agar orang yang sedang marah mengambil posisi yang lebih rendah untuk meredam kemarahannya.
Pada saat seseorang sedang marah, maka emosi yang ada dalam dirinya akan meningkat, sehingga bisa menyebabkan seseorang melakukan sesuatu yang berbahaya dan lepas kendali.
Untuk itu, sebaiknya seseorang yang sedang marah sedapat mungkin berusaha untuk diam, tenang, rileks agar bisa meredakan emosinya.
Air wudu dapat memberikan efek tenang bagi orang yang sedang marah serta meredakan api kemarahan di dalam hati agar tidak meledak dan menyakiti orang lain.
Rasulullah SAW pernah berulang kali memberikan nasihat ketika seseorang memintanya yaitu 'janganlah engkau marah'.
Rasul juga menyebut balasan yang luar bisa apabila seseorang mampu menahan amarahnya, sebagaimana sabdanya:
"Barang siapa yang mampu menahan amarahnya, sedangkan bisa saja ia meluapkannya, Allah SWT akan memanggilnya di hadapan para makhluk (yang lain) pada hari Kiamat untuk memberikan pilihan baginya bidadari yang ia inginkan," (H.R. Abu Daud).
1. Menghindari kebencian dan permusuhan
2. Membawa kebahagiaan
3. Mendapatkan pahala yang besar dari Allah SWT
Penulis | : | Aullia Rachma Puteri |
Editor | : | Poetri Hanzani |
KOMENTAR