Nakita.id - Seperti yang sudah kita ketahui, pemerintah gencar mendorong setiap orangtua untuk menghasilkan generasi cemerlang di masa mendatang.
Satu-satunya cara yang bisa dilakukan adalah dengan menciptakan keluarga sehat anak berprestasi sedini mungkin.
Salah satunya adalah pada saat masa menyusui, Moms.
Moms mungkin sudah tahu bahwa bayi harus menyusui secara eksklusif selama enam bulan pertama sejak kelahirannya.
Namun sayangnya, tidak banyak Moms yang tahu bagaimana panduan pemberian ASI eksklusif yang benar.
Oleh karenanya, Moms bisa baca panduan lengkap berikut ini menurut WHO.
Menyusui memiliki sederet manfaat kesehatan untuk ibu maupun bayi.
Hal ini dikarenakan ASI mengandung semua nutrisi yang sangat dibutuhkan khususnya bayi selama enam bulan pertama kehidupannya.
Juga, untuk mencegah bayi dari risiko obesitas dan penyakit, seperti diare serta pneumonia.
ASI eksklusif sendiri berarti, bayi hanya mendapatkan susu yang diminum langsung dari payudara sang ibu.
Jika Moms ingin memberikan ASI secara eksklusif kepada bayi, berarti tidak ada tambahan cairan satu pun diberikan termasuk air atau susu formula.
Baca Juga: Penjelasan Ilmiah dari Efek Anestasi saat Operasi bagi Ibu Menyusui, Moms Wajib Baca
Selain itu, menyusuilah ketika bayi merasa lapar baik itu saat siang maupun malam hari.
Hindari penggunaan botol atau dot selama masa menyusui eksklusif ya, Moms.
Pemberian ASI secara eksklusif ini sangat penting untuk mendukung tumbuh kembang bayi yang optimal.
Bahkan, kesehatan bayi seiring bertambahnya usia juga berlangsung baik.
Kemudian memasuki usia enam bulan, Moms bisa kenalkan dengan makanan melalui MPASI.
MPASI diberikan sesuai tahapan tekstur dan usia bayi itu sendiri.
Jangan lupa untuk terus menyusui bayi hingga berusia dua tahun ke atas.
Apabila bayi memiliki kondisi kesehatan yang memerlukan perhatian dokter, maka pemberian ASI eksklusif bisa jadi pengecualian.
Untuk lebih detailnya bisa Moms konsultasikan langsung dengan dokter laktasi atau dokter spesialis anak.
WHO, bersama dengan UNICEF, mengeluarkan dokumen bertajuk "Alasan medis yang dapat diterima sebagai dasar penggunaan pengganti ASI".
Berikut penjabaran lengkap mengenai kondisi bayi dan ibu yang tidak dapat memberikan ASI eksklusif.
Bayi yang seharusnya tidak menerima ASI atau susu lainnya kecuali formula khusus:
- Bayi dengan galaktosemia klasik: diperlukan formula khusus bebas galaktosa.
- Bayi dengan penyakit kemih beraroma sirup mapel / maple syrup urine disease: diperlukan formula khusus bebas leusin, isoleusin dan valin.
- Bayi dengan fenilketonuria: dibutuhkan formula khusus bebas fenilalanin (dimungkinkan beberapa kali menyusui, di bawah pengawasan ketat).
Bayi-bayi di mana ASI tetap merupakan pilihan makanan terbaik tetapi mungkin membutuhkan makanan lain selain ASI untuk jangka waktu terbatas:
- Bayi lahir dengan berat badan kurang dari 1500 g (berat lahir sangat rendah).
- Bayi lahir kurang dari 32 minggu dari usia kehamilan (amat prematur).
- Bayi baru lahir yang berisiko hipoglikemia berdasarkan gangguan adaptasi metabolisme atau peningkatan kebutuhan glukosa (seperti pada bayi prematur, kecil untuk umur kehamilan atau yang mengalami stres iskemik / intrapartum hipoksia yang signifikan, bayi-bayi yang sakit dan bayi yang memiliki ibu pengidap diabetes) jika gula darahnya gagal merespon pemberian ASI baik secara langsung maupun tidak langsung.
Kondisi ibu yang dapat membenarkan alasan penghindaran menyusui secara permanen:
- Infeksi HIV: jika pengganti menyusui dapat diterima, layak, terjangkau, berkelanjutan, dan aman (AFASS).
Kondisi ibu yang dapat membenarkan alasan penghentian menyusui untuk sementara waktu:
- Penyakit parah yang menghalangi seorang ibu merawat bayi, misalnya sepsis.
Baca Juga: Efeknya Gak Boleh Dianggap Sepele, Ini Dampak Psikologis Jika Bayi Tidak Diberikan ASI Eksklusif
- Virus Herpes Simplex tipe 1 (HSV-1): kontak langsung antara luka pada payudara ibu dan mulut bayi sebaiknya dihindari sampai semua lesi aktif telah diterapi hingga tuntas.
- Pengobatan ibu:
* obat-obatan psikoterapi jenis penenang, obat anti-epilepsi dan opioid dan kombinasinya dapat menyebabkan efek samping seperti mengantuk dan depresi pernapasan dan lebih baik dihindari jika alternatif yang lebih aman tersedia;
* radioaktif iodin-131 lebih baik dihindari mengingat bahwa alternatif yang lebih aman tersedia - seorang ibu dapat melanjutkan menyusui sekitar dua bulan setelah menerima zat ini;
* penggunaan yodium atau yodofor topikal (misalnya povidone-iodine) secara berlebihan, terutama pada luka terbuka atau membran mukosa, dapat menyebabkan penekanan hormon tiroid atau kelainan elektrolit pada bayi yang mendapat ASI dan harus dihindari;
* sitotoksik kemoterapi mensyaratkan bahwa seorang ibu harus berhenti menyusui selama terapi.
Kondisi ibu yang masih dapat melanjutkan menyusui, walaupun mungkin terdapat masalah kesehatan yang menjadi perhatian:
- Abses payudara: menyusui harus dilanjutkan pada payudara yang tidak terkena abses; menyusui dari payudara yang terkena dapat dilanjutkan setelah perawatan mulai.
- Hepatitis B: bayi harus diberi vaksin hepatitis B, dalam waktu 48 jam pertama atau sesegera mungkin sesudahnya.
- Hepatitis C.
- Mastitis: bila menyusui sangat menyakitkan, susu harus dikeluarkan untuk mencegah progresivitas penyakit.
Baca Juga: Bagaimana Penanganan Stunting yang Benar? Simak Ulasannya di Sini
- Tuberkulosis: ibu dan bayi harus diterapi sesuai dengan pedoman tuberkulosis nasional.
- Penggunaan zat:
* penggunaan nikotin, alkohol, ekstasi, amfetamin, kokain, dan stimulan sejenis oleh ibu telah terbukti memiliki efek berbahaya pada bayi yang disusui;
* alkohol, opioid, benzodiazepin dan ganja dapat menyebabkan sedasi pada ibu dan bayi.
Ibu harus didorong untuk tidak menggunakan zat-zat tersebut, dan diberi kesempatan dan dukungan untuk tidak lagi terlibat di dalamnya.
Untuk informasi selengkapnya, bisa Moms baca dalam tautan berikut.
Moms bisa kembali cek halaman 1 untuk mengetahui panduan pemberian ASI eksklusif yang benar menurut WHO.
Apabila Moms masih memiliki pertanyaan, jangan ragu untuk terus berkonsultasi dengan dokter laktasi atau dokter spesialis anak.
Semoga bermanfaat!
Penulis | : | Shannon Leonette |
Editor | : | Kirana Riyantika |
KOMENTAR