Patok atau tanda batas merupakan unsur penting untuk menentukan luasnya hak atas tanah.
Patok batas wilayah negara adalah pemisah kedaulatan suatu negara yang didasarkan atas hukum internasional. Misal patok batas wilayah Indonesia dan Malaysia menjadi tanda batas pemisah wilayah kedua negara tersebut. Kesepakatan patok batas wilayah Indonesia dan Malaysia merujuk pada perjanjian atau konvensi antara Belanda dan Inggris yang diantaranya :
1. Konvensi Belanda-Inggris tahun 1891. Konvensi ini ditandatangani pada 20 Juni 1891 di London.
Isinya menyangkut penentuan batas wilayah, seperti penentuan watershed dan hal lain yang menyangkut kasus sengketa wilayah kedua negara.
2. Kesepakatan Belanda-Inggris tahun 1915, pada tahun ini Belanda dan Inggris sepakat atas hasil laporan bersama mengenai penegasan batas wilayah pada 28 September 1915 di Kalimantan.
Kemudian dilakukan penandatanganan MoU oleh kedua belah pihak berdasarkan Traktat 1891, lalu dikokohkan di London tahun 1915.
3. Konvensi Belanda-Inggris tahun 1928, yang mengatur tentang penentuan batas wilayah kedua negara di daerah Jagoi Babang. Selanjutnya kedua negara ini menandatangani kesepakatan pada 28 Maret 1928 di Den Haag yang diratifikasi lagi oleh kedua negara pada 6 Agustus 1930.
Penentuan patok batas wilayah Indonesia dan Malaysia yang terbaru terjadi pada tahun 1973. Dalam MoU Indonesia dan Belanda tahun 1973, perjanjian ini mengacu pada hasil konvensi sebelumnya yaitu tahun 1891, 1915, dan 1928. Isinya berupa kesepakatan-kesepakatan mengenai penyelenggaraan survei dan penegasan batas wilayah antara Indonesia dan Malaysia.
d. Jelaskan contoh perilaku baik dalam rangka memberi dukungan kepada pemerintah demi menyelesaikan sengketa batas wilayah!
Jawaban:
Contoh perilaku baik dalam rangka memberi dukungan kepada pemerintah demi menyelesaikan sengketa batas wilayah antara lain: Mempertahankan kedaulatan Indonesia, memperjuangkan kepentingan nasional dan keselamatan bangsa, memperkuat potensi dan memberdayakan dan mengembangkan sumber daya alam bagi kemakmuran seluruh bangsa Indonesia. (*)
Penulis | : | Aullia Rachma Puteri |
Editor | : | Ratnaningtyas Winahyu |
KOMENTAR