Tabloid-Nakita.com - Berawal dari temuan tim peneliti dari University Medical Center, Ljublijana, Slovenia setelah mengamati sebuah janin hasil abortus atau aborsi milik seorang ibu yang hanya diketahui berasal dari Eropa.
Sang ibu dilaporkan terinfeksi virus Zika saat usia kandungannya memasuki 13 pekan. Kebetulan saat itu ia sedang bekerja di Brazil bagian timur laut. Namun saat usia kandungannya memasuki 28 pekan, ibu ini memutuskan kembali ke Eropa.
Dari hasil scan yang dilakukan seminggu kemudian terungkap, janin wanita ini memiliki kepala yang lebih kecil dari janin normal. Otaknya juga mulai mengalami kalsifikasi atau pengapuran, seperti halnya yang terlihat pada kasus bayi lain yang dikaitkan dengan virus Zika. Tak hanya itu, dokter juga melihat janin wanita ini tak bergerak selincah janin pada umumnya.
Baca juga: Ibu hamil di Indonesia, waspada virus zika
Setelah berkonsultasi dengan sejumlah pakar, ia pun akhirnya memilih menggugurkan kandungannya atau aborsi. Janin ini lantas diotopsi, dan dari situ dipastikan bahwa kondisi otak si bayi 'sangat buruk'. Bahkan bukan hanya mikrosefali, si janin juga ditemukan dengan cedera otak berat.
Namun yang paling mengejutkan adalah peneliti juga menemukan virus Zika dalam jumlah tinggi di dalam jaringan otaknya. Begitu pun dengan sampel darahnya.
Baca juga: Lakukan ini untuk mencegah penularan virus zika
Hal ini diperkuat dengan hasil pemeriksaan genetik untuk mengetahui riwayat sakit pada keluarga si janin. Dari situ tidak terlihat adanya 'bakat' sindrom maupun penyakit yang bersifat turunan dan ditengarai dapat memicu mikrosefali.
"Temuan ini membuktikan adanya efek yang fatal dari virus Zika terhadap janin. Bukti yang paling menonjol adalah kehadiran virus di jaringan otak dan tidak adanya penyebab kecacatan anak selain virus tersebut," simpul peneliti dalam pernyataan mereka yang dikutip dari The Guardian, Sabtu (13/2/2016).
Untuk memperkuat temuan mereka, peneliti juga mengamati dua kasus lain di mana janin dilaporkan mengalami mikrosefali. Pada kedua kasus, virus Zika ditemukan di dalam cairan amniotik atau ketuban yang mengelilingi si janin sehingga memperkuat bukti adanya transmisi atau perpindahan virus dari sang ibu ke rahim lewat plasenta.
Baca juga: Ini beda gejala infeksi virus zika dan DBD
Hasil temuan ini kemudian dipublikasikan dalam New England Journal of Medicine. Kendati demikian, dalam editorialnya, sejumlah pakar dari Harvard University berpendapat, temuan peneliti Slovenia ini tidak serta-merta bisa dijadikan bukti bahwa virus Zika memang menyebabkan mikrosefali pada bayi.
"Namun menambah kuat keterkaitan antara keduanya," akunya.
(Detikhealth)
Bantu Kurangi Tanda Penuaan Dini, Collagena Hadir Penuhi Kebutuhan Kolagen Sebagai Kunci Awet Muda
KOMENTAR