Tabloid-nakita.com - Saat bayi lahir, dokter langsung melakukan pemeriksaan APGAR (Appearance/kulit, Pulse/denyut jantung, Grimace/refleks, Activity/tonus otot, dan Respiratory/napas) bayi. Tujuannya, untuk menentukan apakah kondisi bayi bugar atau tidak. Setelah itu, bayi diukur berat badan, panjang badan, lingkar kepala, organ luar tubuh, apakah lengkap atau tidak. Beberapa saat kemudian, bayi mungil itu pun dimandikan dan dikeringkan dengan selimut.
Cukupkah pemeriksaan ini? Ternyata tidak, karena masih ada pemeriksaan lain yang perlu dilakukan, yakni checklist ortopedi alias pemeriksaan struktur dan fungsi tulang untuk menentukan, apakah struktur tulang bayi baik atau tidak. Mekanismenya, dokter akan memeriksa tubuh bayi secara keseluruhan, dari kepala hingga kaki untuk melihat apakah ada kelainan atau tidak.
Idealnya, checklist ortopedi dilakukan oleh dokter spesialis ortopedi (tulang). Tetapi karena di tanah air, dokter ortopedi masih minim, sehingga tidak semua rumah sakit/rumah bersalin memiliki, biasanya yang melakukan pemeriksaan ini adalah dokter anak. Jika diduga ada kelainan, dokter anak akan menyerahkan pemeriksaan lebih lanjut ke dokter ortopedi. Pemeriksaan ini dilakukan segera setelah bayi lahir hingga 24 jam kemudian.
Umumnya, kelainan tulang pada bayi baru lahir tidak terlalu berbahaya. Kondisinya tidak segawat gangguan pada fungsi-fungsi tubuh lain seperti paru-paru, jantung, atau ginjal. Kelainan yang biasanya terjadi berupa struktur tulang yang tidak tumbuh semestinya, seperti bengkok atau agak kecil, sehingga memengaruhi penampilan anak atau anak tidak mampu melakukan aktivitas fisik dengan baik.
Pemeriksaan ini perlu dilakukan supaya jika ada kelainan bisa langsung dideteksi, lalu segera diatasi agar kelak anak tidak mengalami gangguan dalam aktivitas dan mobilitas seperti cara berjalan yang pincang, bentuk kakinya O atau X, bungkuk, atau lainnya. Tidak cuma itu, anak juga dapat terhindar dari gangguan secara psikis akibat gangguannya itu. Anak yang berjalan pincang tentu dapat menjadi bahan olok-olok temannya hingga membuat minder, ini bisa mengganggu sosialisasi si anak, bahkan juga prestasinya di sekolah.
Meski idealnya dilakukan oleh dokter spesialis ortopedi, bukan berarti ibu-ayah tak boleh atau tak bisa melakukannya, lo. Caranya, melalui pemeriksaan dan pengamatan yang kontinu, jadi tidak hanya pada saat bayi baru lahir saja. Selanjutnya, bila ada hal yang mencurigakan, ibu-ayah bisa mengonsultasikannya lebih lanjut dengan dokter ortopedi.
Untuk itu, Irfan Hasuki dari nakita menemui ahli ortopedi dari FKUI/RSUPN Cipto Mangunkusumo, Jakarta, Dr. dr. Ifran Saleh FICS, DSBO, guna mencari informasi tentang cara-cara melakukan checklist ortopedi. Ini dia!
1. Buka seluruh pakaian bayi.
Dalam kondisi telanjang, ibu-ayah lebih mudah mengamati bayi, dari kepala hingga ujung kaki. Lakukan hal ini di dalam kamar dengan temperatur yang nyaman untuk bayi, tidak terlalu dingin atau panas.
• Telentangkan
Bisa di atas tempat tidur atau boks bayi. Dalam kondisi telentang, ibu-ayah dapat mengamati beberapa hal.
* Lipatan kulit, paha misalnya, apakah sejajar dengan lipatan paha sebelah kiri? Jika sejajar berarti normal; jika tidak, kita harus curiga ada masalah.
* Apakah posisi bahu simetris dan ukurannya sama? Posisi yang tak simetris mengindikasikan adanya gangguan.
* Kepala dan bentuk wajah, apakah simetris atau tidak? Ada bayi yang memiliki kepala gepeng sebelah, biasanya akan normal seiring dengan pola tidur bayi yang terkadang miring ke kiri atau ke kanan. Namun jika hingga 40 hari tak berubah, lebih baik konsultasikan ke dokter.
* Apakah kepalanya miring atau condong ke kiri atau ke kanan? Bila ya, ini merupakan indikasi torticollis akibat gangguan sirkulasi darah yang membuat otot tidak tumbuh sesuai perkembangan anak.
* Normalnya bayi bisa menoleh hingga 90 derajat, jika ia tak mampu melakukannya ke kiri atau ke kanan atau kedua-duanya, kita harus waspada adanya masalah.
* Apakah panggulnya berbentuk simetris ataukah ada yang aneh/tidak? Kondisi itu kelak dapat membatasi gerak anak, inilah yang disebut developmental dysplasia of hip.
* Panjang dan besar kaki kiri dan kanan, apakah sama; apakah lurus, menekuk, membentuk huruf “O” atau “X”, aktif atau tidak; apakah telapak kakinya bisa menghadap ke depan, telapak kakinya rata atau normal; bagaimana pula dengan jari-jarinya?
* Demikian pula dengan kedua tangannya, apakah panjang dan besarnya sama, keduanya sama aktif, gerak refleksnya seperti palmar grasp reflex atau kemampuan menggenggam (0—6 bulan), hole hand grasp atau kemampuan menggenggam penuh (4—5 bulan), thumb and two fingers atau menjimpit dengan ibu jari dan dua jari lainnya (7 bulan), dan pincer grasp alias menjimpit dengan dua jari, ibu jari dan jari lainnya (9—11 bulan). Jika dilihat ada kelainan, segera konsultasikan ke dokter.
• Tengkurapkan
Dalam posisi tengkurap, ibu-ayah bisa mengamati beberapa hal berikut:
* Apakah tulang belakangnya lurus atau tidak? Waspadai jika condong ke samping atau terlihat bungkuk.
* Apakah di daerah dekat bokongnya ada bulu-bulu atau benjolan?
* Lipatan kulit bagian belakang, apakah sama atau tidak? Perbedaan yang terjadi bisa saja menunjukkan kelainan pada tulang dan harus dikonsultasikan.
* Perhatikan tulang pundak bayi dari belakang, apakah simetris atau ada yang menonjol?
2. Amati kemampuan bayi.
Kemampuan bayi pun perlu diamati. Contoh, perhatikan cara bayi merangkak. Jika ada keganjilan, semisal cara merangkaknya yang tak normal akibat tangan kanannya lebih panjang sebelah, maka waspadai. Demikian juga perhatikan bagaimana ia duduk, berdiri, bahkan berjalan. Segera catat bila ditemukan adanya keganjilan, lalu konsultasikan dengan dokter.
Lewat Ajang Bergengsi Pucuk Cool Jam 2024, Teh Pucuk Harum Antar Anak Indonesia 'Bawa Mimpi Sampai ke Pucuk'
KOMENTAR