Tabloid-nakita.com - Riset dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, di wilayah Kampung Melayu, Jakarta pada 2009 lalu memberikan fakta yang mengejutkan, yakni angka kejadian bayi berusia 6–8 bulan yang menderita kekurangan zat besi mencapai 45%. Angka tersebut dinilai cukup tinggi sekaligus memprihatinkan mengingat zat besi mempunyai peran yang sangat penting dalam tumbuh kembang seorang bayi.
Dr. dr. Saptawati Bardosono, MSc., dari Departemen Ilmu Gizi, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia yang terlibat dalam penelitian menjelaskan, anemia pada bayi ditandai dengan gejala kulit yang pucat, bayi tampak lemah atau lesu, lidah terlihat meradang, bayi mudah terkena infeksi, dan nafsu makan menurun. Bayi juga kerap rewel karena mengalami ketidaknyamanan di kepala (pusing atau sakit kepala).
Penyebab anemia beragam, namun yang terbesar adalah asupan zat besi yang kurang dari makanan yang dikonsumsi. Anemia juga dapat terjadi akibat penyerapan zat besi yang tidak optimal lantaran gangguan absorpsi zat besi di saluran cerna. Perlu diketahui, zat besi diabsorbsi dari saluran pencernaan, tepatnya dari usus halus bagian atas. Bila terjadi gangguan pada saluran pencernaan, maka absorbsi zat besi menjadi tidak optimal, tubuh jadi kehilangan zat besi yang berujung pada anemia.
DAMPAK ANEMIA
Anemia akibat kekurangan zat besi berdampak negatif pada tumbuh-kembang bayi. Yang paling nyata adalah pembentukan sel darah merah jadi terhambat. Padahal, sel darah merah berfungsi mengantar oksigen ke seluruh tubuh. Organ tubuh yang kekurangan oksigen tentu tidak dapat berfungsi dengan baik.
Anemia pun bisa menyebabkan gangguan pembentukan mielin, sehingga mengakibatkan keterlambatan motorik, gangguan pendengaran, dan gangguan penglihatan. Bahkan, bayi yang lahir dengan cadangan zat besi kurang, menunjukkan fungsi mental dan psikomotor yang kurang di umur 5 tahun.
Gangguan pembentukan neurotransmitter (suatu substansi kimia pembawa pesan ke otak), juga bisa terjadi lantaran anemia. Bayi tidak dapat optimal memahami stimulasi yang diberikan. Ia bisa mendengar, namun tidak mampu mencerna dengan baik pembicaraan sehingga tidak memberikan respons yang tepat.
CUKUPI DENGAN MPASI
Berdasarkan Angka Kecukupan Gizi (AKG) tahun 2004, kecukupan zat besi pada bayi 0–6 bulan adalah 0,5 mg. Kebutuhan pada rentang usia ini umumnya dapat dipenuhi dari ASI karena ASI mengandung zat besi yang dapat diserap dengan baik oleh tubuh. Selanjutnya di usia 6–12 bulan, kebutuhan zat besi meningkat jadi 7 mg per hari. Pada periode inilah zat besi tidak dapat lagi dipenuhi hanya melalui ASI. Itulah mengapa, di usia 6 bulan, bayi harus mulai diperkenalkan dengan makanan pendamping ASI (MPASI), agar kebutuhan akan zat besi serta zat gizi lainnya dapat terpenuhi melalui MPASI ini.
Sumber zat besi terdapat pada bahan makanan seperti: daging sapi, ikan tuna, salmon, putih telur, tahu, kacang-kacangan, sayuran hijau (bayam), roti gandum, dan sereal dengan tambahan zat besi (sebaiknya yang bahan gandum murni dan rendah gula).
Patut diketahui, zat besi yang terdapat dalam protein hewani lebih mudah diserap oleh tubuh dibandingkan yang berasal dari tumbuh-tumbuhan. Namun, perhatikan rambu-rambu pemberian MPASI untuk bayi. Berikan bahan sumber zat besi yang sesuai dengan tahapan perkembangan saluran cerna bayi.
KOMENTAR