Tabloid-Nakita.com - Kelahiran buah hati harusnya mendatangkan sukacita. Namun, tak sedikit Ibu yang justru merasa sedih. Apa sebenarnya yang terjadi?
Tubuh Ibu yang baru melahirkan mengalami banyak perubahan besar. Rahim yang tadinya membesar akan kembali mengecil dalam beberapa minggu. Otot perut, kulit, dan pelvis juga masih meregang dan membutuhkan waktu untuk kembali normal. Sementara payudara membesar dan terasa penuh karena ASI sedang banyak-banyaknya diproduksi. Belum lagi rasa nyeri yang masih tersisa dari persalinan
Meski tengah berbahagia dengan kehadiran buah hati, namun semua perubahan itu dapat membuat Ibu merasa tidak nyaman. Apalagi di saat yang sama, Ibu juga harus mengurus dan menyusui bayi hampir setiap jam. Perpaduan semua rasa tidak nyaman, keletihan, kurangnya waktu tidur, dan perubahan tingkat hormon usai melahirkan itu dapat memicu timbulnya gangguan emosi yang disebut sindrom baby blues dan diperkirakan.
Ibu dengan gangguan emosi ringan yang muncul sejak persalinan hingga kurun waktu dua minggu setelah melahirkan ini, akan menunjukkan gejala mood swing (perubahan mood secara drastis) seperti resah, cemas, sering menangis tanpa alasan yang jelas, tidak berdaya, tidak sabaran, dan mudah marah.
Lembaga American Pregnancy Association memperkirakan, sekitar 70—80% ibu di dunia mengalami baby blues pascapersalinan. Oleh karena itu, gangguan emosi baby blues dianggap normal dialami oleh setiap Ibu yang baru melahirkan.
Namun, bila setelah lebih dari dua minggu usai melahirkan, alih-alih membaik, Ibu justru masih merasakan berbagai gejala baby blues tersebut, maka kemungkinan besar Mama mengalami depresi pascapersalinan yang disebut postpartum pepression (PPD). Jika sudah sampai pada tahap depresi, Ibu perlu berkonsultasi pada dokter atau psikiater. Depresi pascapersalinan, dapat timbul hingga enam bulan sejak kelahiran.
National Geographic Indonesia: Dua Dekade Kisah Pelestarian Alam dan Budaya Nusantara
KOMENTAR