Mempelajari kemampuan berikut akan membuat batita menjadi tangguh.
* Belajar mengatasi kondisi tidak nyaman (uncomfort condition).
Anak usia batita sudah bisa mengungkapkan keberatannya atas sesuatu. Misalnya, ketika hendak ditinggal orangtua pergi bekerja, tidak hanya menangis, tapi ia bisa mengungkapkannya dengan kata-kata. “Mama, jangan pergi!” Untuk menangani kondisi yang tak nyaman ini kita dapat memberikan penjelasan ataupun dengan membujuk. “Mama mau pergi bekerja dulu ya Sayang. Kamu sama tante di rumah, nanti Mama pulang kok.” Jadi, anak mendapatkan penjelasan dan alasan mengapa ibu pergi. Dengan begitu, ia belajar menerima bahwa terkadang ia harus berkompromi dengan situasi dan tidak setiap keinginannya dapat terpenuhi saat itu juga. Selain itu, untuk menangani uncomfort condition tersebut bisa dibujuk dengan memberikan aktivitas bermain atau dialihkan perhatiannya dengan kegiatan lain. Dengan begitu, diharapkan anak tidak protes, tantrum, banting ini-itu. Ini sebagai basic supaya anak menjadi tangguh di kemudian hari. Dia bisa mengatasi sendiri uncomfort condition yang akan ditemuinya di usia-usia selanjutnya.
* Belajar mengasah kemampuan memecahkan masalah (problem solving).
Suatu ketika anak tanpa sengaja menumpahkan air dalam gelas plastiknya. Lalu, dengan serta merta ia mengambil lap untuk membersihkan tumpahan air tersebut. Ini adalah pembelajaran sederhana mengasah kemampuan memecahkan persoalan. Masalahnya, orangtua kadang terlalu panik dan tidak mengajak anak menyelesaikan masalahnya sendiri, Simak contoh berikut, “Kenapa airnya kamu tumpahkan? Awas jangan jalan dulu, diam di situ, lantainya licin. Nanti kamu jatuh.” Kemudian kita memanggil pembantu rumah tangga, “Mbak, ambilkan lap pel!” Jika itu yang kita lakukan, anak akan mengasosiasikan bahwa tidak mengapa melakukan “kesalahan” karena ada orang lain yang akan menyelesaikannya.
Jangan heran kalau anak berkembang tanpa kepedulian. Itu bukan ciri anak yang tangguh. Tangguh berarti bertanggung jawab atas apa yang diperbuat dan berusaha mencari solusi untuk membetulkannya. Untuk peristiwa di atas, orangtua sebenarnya bisa mengajak si batita membawa lap pel meskipun nanti yang membersihkan tetap orang dewasa. Jadi, yang dibutuhkan adalah melibatkannya dalam menyelesaikan masalah dan bukan membuatnya merasa bersalah atau mengintervensi penyelesaian yang sejatinya bisa melibatkan anak.
Hal lain yang tanpa sadar sering dilakukan adalah terlalu mudah memberikan bantuan sehingga anak tak terbiasa berusaha sendiri. Jika anak haus atau perlu minum, ajak anak mengambil gelas yang memang ditata di tempat yang mudah dijangkau olehnya. Ajarkan bagaimana menggunakan keran dispenser (hati-hati dengan keran air panasnya). Namanya tangguh, tentunya tak lepas dari ikhtiar atau berusaha. Setiap usaha yang diharapkan dilakukan oleh si kecil masih berkisar pada pelatihan kemampuan bantu dirinya.
* Mengapreasi inisiatif anak.
Misalnya ketika tamu datang, si batita langsung memberi salam tanpa diminta, hargai perilaku ini dengan memberinya pujian, “Nih lihat, anakku pintar ya...” Dengan memberikan komentar penguatan yang positif, anak jadi bersemangat mengulang perilaku yang sama di kesempatan berbeda. Sebaliknya kalau tidak mendapat apresiasi, lama-lama perilaku yang baik itu akan menghilang atau ditinggalkan. Contoh lain, pujilah usaha anak untuk makan sendiri meskipun berantakan. Dengan diberi pujian dan kesempatan, anak akan terbiasa makan sendiri dan semakin lama semakin terampil. Bukan sebaliknya, menyerah dan minta disuapi. Itulah salah satu ciri anak yang tangguh, berusaha memperbaiki perilaku positifnya supaya lebih baik.
* Mampu menolong diri sendiri (self help).
Menolong diri sendiri dimulai ketika anak berusaha memenuhi kebutuhannya melalui cara-cara yang diajarkan atau ditirunya dari lingkungan. Salah satunya usaha untuk buang air kecil dan besar di tempatnya. Makan sendiri, memilih baju sendiri, atau mengambil air minumnya sendiri. Kemampuan bantu diri merupakan basic life skill atau keterampilan hidup yang paling dasar. Masalahnya, terkadang orangtua mengambil alih usaha anak atas nama kasih sayang. Keterampilan hidup juga mencakup kemampuan untuk mematuhi aturan. Kemampuan beradaptasi terhadap aturan akan menjadikan anak pribadi yang tangguh. Salah satu ciri tangguh adalah kemauan untuk konsisten menerapkan sesuatu.
* Mengembangkan kemampuan sosialisasi
Di usia batita, anak perlu dilatih untuk berinteraksi/bersosialisasi dengan orang lain. Contohnya ajak ia berkunjung ke rumah tetangga, kerabat, atau ke area bermain untuk umum. Di usia 2 tahunan pun, si kecil sudah bisa diajak bermain peran atau role play, apakah perannya menjadi tamu, menjadi ibu/ayah, atau menjadi pedagang terserah saja. Dalam permainan itu, ajarkan bagaiman bersikap santun, penuh kasih sayang, dan ramah. Tata krama pun dapat diajarkan dalam kesempatan ini, seperti kapan mengucapkan, “terima kasih”, ”maaf”, ”permisi” dan sebagainya.
KOMENTAR