Memang, kadang-kadang susah juga memahami bahasa anak. Boleh jadi, tak sedikit orangtua yang sering keliru “menerjemahkan” kemauannya hingga si kecil merasa kesal. Di sisi lain orangtua juga kesal karena tak tahu kemauan anak. Alhasil, anak jadi gampang marah atau menangis. Selanjutnya, bukan tidak mungkin ia jadi malas ngomong. Kalau ada keinginan, ia lebih memilih menarik-narik tangan orangtuanya atau mencoba mengambil sendiri sesuatu yang diinginkan tanpa memikirkan kemungkinan bahaya. Nah, agar tidak terjadi kesalahpahaman, orangtua dapat mencoba melakukan hal-hal berikut:
* Peka dan komunikatif
Butuh kepekaan untuk memaknai bahasa anak. Sering-seringlah berkomunikasi dengan anak agar kita tahu arah ucapannya. Untuk mempertegas maksud, konfirmasikan kata-kata yang belum jelas pada si kecil, "Oh kamu mau bobok?" Lakukan dengan bahasa tubuh yang maknanya mudah ditangkap anak.
* Menebak dan menunjuk
Lantaran belum begitu jelas terucap, orangtua diharapkan cukup cepat menebak arti bahasa anak. Contoh, “pus” untuk menyebut kucing; “adun” untuk menyebut “handuk”; “mbem” untuk mobil, dan lainnya. Bisa juga kita mencoba dengan menunjuk barang yang mungkin dimaksud. Ketika si kecil bilang, “cu” kita bisa berkata, “Oh, Adik mau susu ya?” seraya menunjuk gelas susunya. Kalau tebakan kita mengena, pasti si kecil senang, tersenyum, atau sekadar bersikap tenang. Ulangi lagi, “Oke, Adik mau susu,” untuk menunjukkan bahwa kita mengerti apa yang dimaksudkan. Jadi, meski bahasa anak belum jelas, kita harus merespons dengan baik.
* Gunakan kata yang singkat dan jelas
Saat merespons pembicaraan, gunakan kalimat yang pendek. singkat, dan jelas.
* Kaitkan dengan benda konkret
Dalam memperkenalkan kata-kata baru, tunjukkan makna konkretnya. Seperti apa yang disebut berlari, mengambil, ember, sepeda, teman, dan sebagainya. Kemudian, lakukan pengulangan. Di luar itu, bicaralah sebanyak-banyakya dengan anak meski tak seluruh maknanya ia pahami. Si kecil butuh mendengar kosakata sebanyak mungkin dan ia akan terdorong untuk menirukannya. Arahkan saja bagaimana mengucapkan kata demi kata secara benar dengan pengucapan yang juga benar. Kita pun akan mudah memahami bahasa anak.
* Ajak bermain
Ajak si kecil bermain interaktif, gunakan satu atau dua kata saja saat memberikan instruksi agar anak mudah menangkap perintahnya. Selain itu, kegiatan bermain harus menyenangkan dan mengalir mengikuti minat anak saat itu. Lakukan sesering mungkin dengan melihat antusiasme anak.
* Perhatikan tempo dan intonasi suara
Orang dewasa saja sulit menangkap kata-kata yang diucapkan terlalu cepat, apalagi anak batita. Selain itu, intonasi atau nada suara kita sangat menentukan pembentukan mood-nya. Kalau yang dipakai yaitu intonasi tinggi bernada menghardik, meskipun perintahnya menyenangkan, anak akan menangkapnya sebagai sesuatu yang membuatnya tidak nyaman, bahkan menakutkan. Lihat saja reaksinya, sudut bibirnya akan segera ditarik ke bawah lalu menangislah dia. Ya, selain karena sensori pendengarannya tidak terbiasa dengan intonasi tinggi, bisa juga karena anak belajar dari pengalaman bahwa intonasi tinggi identik dengan pelarangan melakukan sesuatu. Sebagai sosok yang mulai membangun otonomi diri tentu saja pelarangan ini tidak disukainya. Catatan lagi, hindari mengulang-ulang perintah karena malah akan membuyarkan konsentrasi anak. Berilah jeda beberapa detik, lalu katakan lagi. Kalau sudah tiga kali diberi perintah anak tidak bereaksi juga, pegangi tangannya, taruh di atas benda yang dimaksud, misalnya bola, lalu katakan, “Ambil bola.”
Secara artikulatif anak batita awal memang belum siap mengucapkan semua kata dengan jelas dan benar. Meski orangtua tetap harus mencontohkan artikulasi yang tepat, jangan paksa si kecil untuk meninggalkan "bahasa planetnya" dengan segera. Kalau kemampuan artikulasinya sudah siap ia pasti akan bisa berkata-kata dengan jelas dan benar. Orangtua pun tak perlu repot lagi menerjemahkan bahasa anak.
Serunya Kegiatan Peluncuran SoKlin Liquid Nature French Lilac di Rumah Atsiri Indonesia
KOMENTAR