Nakita.id - Ledakan bom di Surabaya, Jawa Timur pada Minggu (13/5/2018) yang terjadi di 3 gereja sangat mengagetkan dan menimbulkan luka mendalam.
Apalagi, aksi ini melibatkan orangtua yang mengajak serta anak-anaknya.
Menanggapi kasus tersebut, hari ini Komisi Perlindungan Anak Indonesia mengadakan Konferensi Pers dan mengungkap fakta mengejutkan mengenai keterlibatan anak-anak dalam aksi terorisme.
Berdasarkan data yang dirilis oleh LAKIP (Lembaga Kajian Islam dan Perdamaian), riset yang dilakukan di 59 sekolah swasta dan 41 sekolah negeri menemukan bahwa sebanyak 48,9% siswa bersedia terlibat dalam kekerasan atas nama agama dan moral.
BACA JUGA: Libatkan Anak dalam Aksi Bom Bunuh Diri Surabaya, Ini Kata Psikolog
Hal itu menunjukkan, generasi muda khususnya anak menjadi sasaran empuk pelaku teror sebagai media untuk melakukan aksinya.
Mengapa anak-anak dinilai efektif untuk terlibat dalam aksi terorrisme?
"Secara kondisi kejiwaan, anak sangat mudah dipengaruhi dengan pola yang semakin beragam baik melalui keluarga, pendidikan maupun tokoh tertentu," demikian penuturan Jasra Putra, S. Fil.I., M.Pd selaku anggota KPAI dalam konferensi pers di Kantor KPAI, Selasa (15/5).
Pelaku dengan paham radikal memanfaatkan anak, karena dinilai efektif untuk menyerang titik-titik yang tak terduga sebelumnya.
Selain itu, dari sisi ancaman hukuman pelaku teror sudah mengetahui dengan pasti bahwa anak-anak yang terlibat akan mendapatkan hukuman ringan karena masih tergolong di bawah umur.
BACA JUGA: Bagaimana Cara Menjelaskannya Bila Anak Bertanya Tentang Terorisme?
Dalam kesempatan yang sama, penting bagi masyarakat utamanya lembaga pendidikan untuk peka terhadap karakter anak didiknya agar tidak terpapar paham radikal yang membahayakan.
Penulis | : | Erinintyani Shabrina Ramadhini |
Editor | : | David Togatorop |
KOMENTAR