Nakita.id - Prosedur diagnostik prenatal terbagi menjadi dua, yakni metode invasif dan non invasif.
Beberapa cara dalam metode invasif antara lain adalah CVS (chorionic villus sampling), amniosentesis, dan kordosentesis.
Sedangkan metode non invasif dilakukan untuk mengetahui kondisi risiko janin dengan pemeriksaan USG dan maternal serum screening (misalnya pemeriksaan alpha feto protein).
Prosedur diagnostik prenatal umumnya dilakukan dengan tindakan non invasif terlebih dulu.
Hampir semua metode non-invasif merupakan tes skrining.
Tujuannya adalah untuk mengetahui apakah janin masuk kelompok risiko tinggi atau tidak.
Jika ada indikasi kuat adanya kelainan pada janin, maka baru dilanjutkan dengan tindakan invasif.
Kedua prosedur ini harus dilakukan secara berurutan untuk memastikan apakah tindakan invasif perlu dilakukan atau tidak mengingat biaya dan risikonya yang tidak kecil.
Namun, terhadap ibu hamil yang memiliki riwayat risiko tinggi memiliki janin dengan kelainan bawaan dapat langsung dilakukan prosedur invasif tanpa skrining terlebih dahulu.
Riwayat ibu hamil dengan risiko tinggi tersebut antara lain:
1. Umur ibu lebih dari 35 tahun.
2. Pernah melahirkan bayi dengan kelainan bawaan.
3. Keluarga memiliki latar belakang etnik dengan cacat bawaan.
4. Ibu memiliki penyakit menahun seperti diabetes.
5. Riwayat terpapar agen teratogen berupa obat-obatan, bahan kimia, dan sinar rontgen.
Toys Kingdom dan MilkLife Wujudkan Senyum Anak Negeri untuk Anak-anak di Desa Mbuit
KOMENTAR