Nakita.id - Keinginan untuk buang air kecil (BAK) sebenarnya diatur oleh suatu mekanisme. Tepatnya, mekanisme keseimbangan antara tenaga yang mendorong keluarnya air seni dengan tenaga yang menahan air seni itu keluar.
Air seni terdorong keluar karena adanya kontraksi dari otot-otot dinding kandung kemih. Sedangkan yang menahan air seni adalah sfingter yang ada di “pintu” kandung kemih. Air seni dikeluarkan lewat saluran kemih yang panjangnya sekitar 9-11 cm dengan bagian luar salurannya didukung oleh jaringan-jaringan penyambung yang menyebabkan posisi saluran tersebut stabil.
Bila tenaga dorong/tekan pada kandung kemihnya lebih kuat dari daya tahannya, maka urine akan keluar tanpa disadari/mengompol. Kondisi inilah yang dinamakan dengan stres inkontinensia, yakni suatu kondisi dimana ibu tidak dapat mengontrol buang air kecilnya. Penyebabnya tak lain masalah pada otot-otot dasar panggul (pelvis). Otot-otot dasar panggul yang lemah atau mengalami disfungsi menyebabkan saluran kencing atau urethra tidak stabil atau disebut hipermobilitas urethra. Kelemahan otot-otot dasar panggul ini disebut disfungsi dasar panggul. Otot-otot dasar panggul yang lemah/rusak tidak dapat mendukung saluran kencing atau urethra. Akibatnya posisi bagian mulut saluran kemih yang berada di dekat kandung kemih (bladder neck/leher kandung kemih) akan turun ke bawah dan menyebabkan kandung kemih tak bisa menyimpan urine meski hanya sedikit.
Disfungsi otot-otot dasar panggul ini terutama disebabkan oleh kehamilan dan persalinan. Bisa juga karena kelainan bawaan (kongenital), seperti pada sindroma Marvan dan sindroma Ehler Danlos. Pada masa kehamilan, kepala janin yang menekan kandung kemih kerap mengakibatkan kondisi inkontinensia ini. Ketika otot-otot panggul ibu hamil mengalami tekanan, hal ini memengaruhi kemampuan kandung kemih dalam menampung urine. Akibatnya, setiap kali kandung kemih terisi, tekanan janin membuatnya harus dikeluarkan, bahkan adakalanya keluar sendiri tanpa disadari. Kondisi ini umumnya dialami saat usia kehamilan di atas 36 minggu.
Hipermobilitas otot-otot dasar panggul juga terjadi karena proses persalinan. Saat persalinan normal terjadi, kepala janin yang keluar melalui jalan lahir mendesak seluruh dinding panggul. Keadaan inilah yang menyebabkan otot-otot dasar panggul tidak stabil dan melemah hingga terjadi disfungsi otot dasar panggul. Apalagi bila proses persalinannya berlangsung lama. Yang dimaksud dengan persalinan normal adalah keluarnya janin di usia cukup bulan (usia kehamilan 37-40 minggu) melalui vagina dengan tenaga ibu sendiri selama tidak lebih dari 24 jam.
Semakin sering ibu mengalami kehamilan dan proses bersalin, maka disfungsi otot dasar panggul semakin bertambah, demikian pula kondisi stres inkontinensianya. Mungkin yang tadinya ringan (masih bisa menahan BAK kecuali ketika sedang melakukan berjalan, berlari, melompat, atau mengangkat barang berat), kemudian berlanjut menjadi berat (tak dapat mengendalikan keinginan BAK dan mengompol ketika bersin, tertawa, atau melakukan aktivitas-aktivitas ringan sekalipun).
Bagaimana dengan ibu yang menjalani persalinan melalui bedah sesar? Ia pun bisa saja mengalami stres inkontinensia bila sebelumnya telah menjalani proses persalinan normal. Ditambah lagi, disfungsi otot dasar panggul dapat terjadi akibat kehamilan. Jadi bukan karena proses persalinan saja, melainkan juga akibat kehamilan.
KOMENTAR