Di awal kehidupannya, bayi hanya mampu menangis sebagai bentuk “komunikasi” dengan lingkungan. Melalui tangisannya, bayi memberitahukan kebutuhannya kepada lingkungannya, baik ketika ia lapar, popoknya basah, kedinginan, sakit, dan lainnya. Jadi, jangan selalu mengartikan tangisan bayi sebagai pertanda lapar. Jika si kecil menangis padahal setengah jam yang lalu baru saja usai menyusu, coba periksa popoknya, bisa jadi ia menangis karena mengompol. Jikapun popoknya kering, tak berarti ia lapar lagi, karena mungkin saja ia menangis lantaran digigit nyamuk atau kedinginan, dan sebagainya. Umumnya, tangisan di bulan pertama masih monoton, baik ketika ia lapar, popoknya basah, atau rasa tak nyaman lainnya.
Dengan menangis, sebenarnya bayi juga belajar bahwa tangisannya ternyata mempunyai makna dan lingkungan pun memahami arti tangisannya. Oleh karena itu, ketika si kecil menangis, sebaiknya ibu dan ayah tidak langsung menghampiri dan mencari apa yang salah, melainkan beri kesempatan kepada bayi untuk mempelajari tangisannya. Kelak, si kecil akan mampu memberikan tangisan yang berbeda-beda sesuai dengan apa yang ia butuhkan, jadi tangisan ketika lapar akan berbeda dengan tangisan karena popok basah atau digigit nyamuk, dan lainnya. Seiring dengan itu, untuk mengasah kemampuan berbicaranya, selalulah ajak si kecil mengobrol dalam setiap aktivitas yang ibu dan ayah lakukan bersama bayi. “Wah, Adek pipis nih… Ibu ganti popokmu dulu ya….”
KOMENTAR