Nakita.id - Topik membaca untuk usia dini selalu menimbulkan pro dan kontra sampai saat ini. Sistem pendidikan di Indonesia antara prasekolah atau Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) dengan Sekolah Dasar tampak tidak selaras.
Di satu pihak, Kementerian Pendidikan tidak membolehkan murid-murid prasekolah diajarkan calistung (baca, tulis, hitung), tetapi di lain pihak tak sedikit SD yang menyeleksi murid baru dengan tes baca tulis.
Tentunya kita tak perlu ikut hanyut pada masalah ini. Kalaupun kita memang tak ingin mengajari anak membaca di usia ini, tentu ini adalah hak kita sebagai orangtua. Untuk itu, pilihlah SD yang tidak mensyaratkan kemampuan membaca dalam seleksi masuknya.
Baca juga: Trik Sukses Mengajarkan Anak Membaca dan Berhitung
Sementara bagi orangtua yang berniat mengajarkan membaca pada si prasekolah, itu pun boleh dicoba. Pada prinsipnya, muatan apa pun (termasuk membaca) dapat diajarkan kepada anak (dalam hal ini prasekolah), selama teknik pengajaran yang digunakan sesuai dengan dunia anak-anak dan tidak ada unsur pemaksaan.
Hal lain yang perlu dicermati, titik berat pengajaran membaca untuk anak usia prasekolah, bukan pada kegiatan membaca itu sendiri, melainkan pada menumbuhkan minat baca.
SEBELUM MENGAJARKAN
Ada beberapa hal yang yang perlu diperhatikan saat akan mengajari anak membaca:
* Ingat, mereka adalah anak-anak, bukan orang dewasa seperti kita. Sesuaikan metode pengajaran dengan kapasitas usianya.
* Gunakan teknik yang menarik anak.
* Saat mengajari anak, hindari hal-hal yang dapat menganggu konsentrasi, seperti suara teve.
* Catat setiap sesi “belajar” dan kemajuan yang ada untuk dianalisis sebagai bahan mengajar lebih jauh.
SISTEM FONIK
Ada berbagai metode belajar membaca. Salah satunya adalah sistem fonik (bunyi). Anak tidak diajarkan nama-nama huruf, melainkan bunyi-bunyi huruf. Lambang huruf akan dikaitkan dengan bunyinya. Contoh, “a” dibunyikan “aa…”, “t”– “tah”, “s”– “ss”, “u”– “uu...” atau “z” – “zz…”, dan sebagainya.
Setelah anak tahu hubungan tiap-tiap huruf dengan bunyinya, selanjutnya diperkenalkan pada suku kata. Misalnya, “ba”, ”da”, ”tu”, ”ka”, ”lu”, ”mi”, dan sebagainya. Kemudian baru suku-suku kata ini digabung menjadi kata, seperti “mama”, “papa”, “batu”, dan sebagainya. Seterusnya anak diberi latihan membaca yang sederhana.
BERHENTI SEBELUM BOSAN
Satu hal penting, berhentilah sebelum anak bosan. Bila anak sudah tampak tidak tertarik, tak perlu memaksanya melanjutkan belajar. Dalam hal ini, orangtua jangan sekadar menjadi ”guru” yang hanya memerintah ini dan itu, namun jadilah teman bagi anak. Bermainlah bersamanya, menarilah bersama, bernyanyilah bersama. Tak perlu anak diajak seharian belajar membaca. Jangan lupa, suasana yang fun dan tidak membebani anak akan membuatnya lebih menikmati proses belajar membaca ini.
(Lina Herlina, Pustakawan, Pengamat Minat Baca)
Apa Itu Silent Treatment? Kebiasaan Revand Narya yang Membuatnya Digugat Cerai Istri
Penulis | : | Dini Felicitas |
Editor | : | Ipoel |
KOMENTAR