Nakita.id - Ada beberapa sebab anak mulai suka komplain, di antaranya:
1. Ingin mendapatkan sesuatu yang baru. Contoh, “Aku enggak suka sama si Barbie yang ini (padahal tadinya suka), jelek, bajunya robek.”
2. Ingin mendapatkan perhatian. Contoh, “Kok, Adik digendong terus sama Bunda. Tuh, kan, disuapin, tapi kenapa aku disuruh main dan makan sendiri.”
3. Tidak mau melakukan hal-hal yang tidak disukainya. Contoh, “Bunda, kok, beresin dapur dibantu Mbak? Tapi, kenapa aku harus beresin mainan sendiri?”
4. Membandingkan. Contoh, “Kalau sama Nenek aku boleh makan es, kalau sama Bunda kenapa enggak boleh?”
Kebiasaan komplain akan memberikan dua dampak, positif maupun negatif bergantung pada bagaimana orangtua menyikapinya.
Jika orangtua membiarkannya begitu saja, anak akan semakin meningkatkan intensitas komplainnya dan kemungkinan berkembang jadi si tukang komplain yang agresif oral.
Ya kalau yang disasarnya memang pantas dikomplain, tetapi kalau tidak, bisa-bisa ia dianggap tak punya empati atau terlalu mengada-ada.
Namun orangtua tidak dianjurkan memotong pernyataan anak dan memarahinya.
Tujuannya agar keterampilan mengekspresikan emosi dan pemikirannya tidak mati.
Orangtua justru diharapkan dapat mengambil hal positifnya, sebab komplain sebetulnya mengasah kepekaan dan kekritisan berpikir anak.
Dengan melakukan komplain, tidak ada hambatan baginya untuk menyatakan kekesalan, kecemasan, ketidaknyamanan, dan ketakutannya.
Sehingga, orangtua dapat memberikan tanggapan dan bimbingan yang tepat untuk mengatasi emosi-emosi negatif yang sedang dirasakan anak dengan berkomunikasi secara positif.
Jadi, selama anak dikondisikan untuk tahu kapan saat dan cara komplain yang tepat, kemampuan ini dapat mengembangkan sikap percaya diri dan keberaniannya mengemukakan pendapat.
Rayakan Hari Ibu 2024, Cussons Baby Hadirkan Unfiltered Moments: Bangga Jadi Bunda
KOMENTAR