Plus
Jika dilihat dari sisi positif, lagak si kecil yang “sok jagoan” ini sebenarnya menyimpan beberapa nilai lebih, seperti:
Dalam pikiran si jagoan cilik ini, ia adalah superhero atau jagoan kungfu, yang lihai memainkan pedang dan sakti karena berbagai jurusnya dapat menjatuhkan para penjahat. Dengan berimajinasi seperti itu, daya khayalnya akan terasah dan berkembang. Adanya lawan main, akan semakin menstimulasi kemampuannya berfantasi. Sekali lagi tentu selama permainan itu tetap dijaga keamanannya. Jadi mereka boleh-boleh saja saling berkejaran atau berlagak berkelahi. Namun tidak dibenarkan untuk memukul, menendang, atau menyakiti lawannya.
Berantem-beranteman merupakan suatu aktivitas fisik-motorik yang dapat mendorong anak untuk semakin banyak bergerak. Berlari ke sana-kemari, lompat ke atas ke bawah, menendang, memainkan pedang, dan sebagainya dapat menyalurkan energinya yang memang sangat besar. Dengan banyak bergerak, maka motorik anak pun semakin terlatih, simpul-simpul sarafnya juga kian banyak tersambung.
Sebaliknya, larangan untuk beraktivitas fisik seperti main berantem-beranteman ini akan membatasi stimulasi terhadap perkembangan fisik, psikis, maupun kecerdasannya. Sekali lagi, biarkan ia melakukan apa saja dengan bebas selama tidak membahayakan dirinya maupun orang lain. Tugas orang dewasa adalah terus memberi tahu apa yang boleh dan tidak boleh ia lakukan serta kapan waktu tepat baginya untuk bermain.
Kala berkhayal menjadi jagoan anak akan berusaha mendalami imajinasinya. Ia akan berpura-pura marah, kesal, gembira, takut, sedih dan lainnya. Pendalaman peran seperti ini akan membuatnya lebih mengenal berbagai ekspresi emosi. Dari sini pun ia dapat belajar cara mengontrol emosi. Pelajaran ini tentu akan memberikan dampak positif bagi kehidupan di masa dewasanya kelak.
Minus
Efek negatif akan muncul pada setiap perilaku yang tak terkendali, termasuk perilaku sok jagoan ini. Beberapa hal yang perlu diwaspadai adalah:
Aksi anak kala berkelahi dengan teman mainnya memang bisa memicu sikap agresif. Fantasi menjadi superhero yang mahir bela diri, melompat, bahkan terbang, tak mustahil mendorongnya untuk memukul orang lain, menghancurkan barang, melompat dari ketinggian, dan membahayakan dirinya. Sering kali, acara berantem-beranteman diawali dengan bercanda, tetapi lantaran terlalu bersemangat anak lantas memukul lawannya dengan keras sampai si korban kesakitan. Si teman kemudian membalas, akhirnya terjadilah perkelahian sungguhan.
Kalau ini yang terjadi, tahan emosi Anda dan pahami bahwa mereka hanyalah anak-anak. Memarahi anak atau teman mainnya hanya akan memperburuk keadaan dan berpeluang membuka konfrontasi dengan orangtua si teman. Pisahkan saja mereka dan katakan dengan tegas bahwa permainan akan selesai saat ada yang memukul, menendang, menjambak dan lainnya. Umumnya, anak-anak akan segera melupakan perkelahiannya itu lalu melanjutkan permainannya kembali.
Sifat egosentris anak-anak 3-5 tahun masih kerap muncul. Keinginannya menantang anak lain yang lantas diladeni, bisa memunculkan niatnya untuk selalu menang dan tak mau jadi pihak yang kalah. Akan semakin parah jika sifat egosentrisnya didukung oleh perilaku yang memakai cara apa pun untuk menang. Misalnya ketika “bersilat” ia ingin gaya silatnya dibilang yang paling bagus. Jika ada yang bilang jelek, ia akan marah dan memukul orang yang mengejeknya.
ShopTokopedia dan Tasya Farasya Luncurkan Kampanye ‘Semua Jadi Syantik’, Rayakan Kecantikan yang Inklusif
KOMENTAR