Si prasekolah lebih percaya dan patuh pada guru atau dokter, yuk, cari tahu mengapa?
* Sosok Idola
Selain mengetahui guru dan dokter adalah orang-orang pandai, anak pun kerap terkagum-kagum akan perilaku mereka yang penyabar, penuh senyum, penyayang, dan kerap membantu orang yang sedang membutuhkan. Semua itu akan memunculkan kekaguman sehingga anak pun mengido-lakan mereka. Dibandingkan kita orangtuanya yang kerap kehilangan kesabaran saat menasihati mereka, dokter/ guru biasanya menyampaikan sesuatu dengan cara yang sangat bersahabat yang membuat anak merasa nyaman. Pada gilirannya, rasa nyaman ini menumbuhkan kedekatan anak dengan figur tersebut.
* Rasa Takut
Namun tak hanya pengidolaan, ketakutan pun bisa menjadi penyebab kepatuhan anak pada kata-kata guru/dokter. Kitalah yang terkadang membangun persepsi “yang menakutkan” pada kedua profesi itu. “Kalau tidak mau makan nanti dimarahi Bu Guru lo!” Atau “Kamu mau disuntik dokter atau makan?” Kata-kata yang berlebihan itu tentu dapat membuat anak-anak prasekolah bergidik. Kalau sikap guru/dokter yang ditemuinya memang dingin dan kaku, atau anak pernah mengalami pengalaman buruk (misal, kesakitan kala disuntik) akan semakin mengukuhkan ketakutan anak
* Pendekatan Berbeda
Pendekatan guru/dokter kepada anak umumnya akan berbeda dengan orangtua. Profesionalitas akan mendorong guru/dokter mencari cara agar pendekatan yang dilakukan pada seorang anak bisa berhasil (dalam arti anak merasa nyaman dan mau mengikuti keinginan mereka). Apabila pendekatan yang dilakukan orangtua amat bertolak belakang (misal orangtua kerap tidak sabar, kata-katanya tak lembut, terkesan memerintah dengan ekspresi marah) maka “kebantinglah” sosok orangtua.
Ingat kemampuan anak-anak prasekolah sudah berkembang. Tanpa perlu diperintah, ia sebenarnya tahu kalau ia harus mandi, harus makan, harus cuci tangan dan sebagainya. Ketika orangtua memerintah layak seorang raja maka anak kerap tak patuh.
Dorong Bapak Lebih Aktif dalam Pengasuhan, Sekolah Cikal Gelar Acara 'Main Sama Bapak' Bersama Keluarga Kita dan WWF Indonesia
KOMENTAR