Anak yang mogok umumnya akan mengaku pusing, sakit perut, atau lemas menjelang waktu bersekolah. Karena tahu alasan tersebut dibuat-buat, banyak orangtua yang memilih cara memaksa, mengancam, menakut-nakuti, menyalahkan anak, bahkan sampai melakukan kekerasan fisik seperti menjewer telinga, mencubit, bahkan menarik anak dengan paksa. Padahal seperi yang dituturkan Leah Davies, M.Ed , pemaksaan, ancaman, apalagi tindakan kekerasan bukanlah langkah tepat untuk mengatasi hal ini. Cara-cara seperti itu jelas konselor dari Department of Counseling and Counseling Psychology Auburn University ini, akan membuat anak bukannya menurut tetapi malah tambah menolak sejadi-jadinya. Kalaupun menurut pasti sambil menangis, cemberut, bahkan marah-marah. Walhasil proses belajar di sekolah pun tidak berlangsung dengan baik. Yang perlu dilakukan adalah mencari latar belakang kenapa anak sampai mogok sekolah. Lalu bantu anak mengatasi masalahnya. Berikut di antaranya:
Ketidaknyamanan si kecil bisa disebabkan ia tidak dikenalkan akan sekolah barunya terlebih dulu dan langsung masuk sekolah tanpa persiapan. Kondisi ini makin parah pada anak-anak yang kurang bersosialisasi (biasa berada di rumah seharian).
Penanganan:
Cara pemaksaan yang kasar--menghardik, memarahi, apalagi menyakiti secara fisik--sebisa mungkin dihindari. Pahami bahwa akar penyebab sebenarnya ada di tangan kita. Mungkin sebelumnya kita tidak memberinya kesempatan untuk bersosialisasi dan mengenal sekolahnya lebih dekat. Padahal ini penting sekali dilakukan. Perasaan anak mesti dibuat-nyaman terlebih dulu. Caranya dengan menjelaskan padanya bahwa ia tidak perlu takut di sekolah. Temani ia ke sekolah, lalu ajak ia untuk berkenalan dengan guru-guru maupun teman-teman sekolahnya.
Bersikaplah tenang dan ceria di depan anak supaya ia tak melihat ada sesuatu yang harus ia takuti di sekolah. Jika perlu temani ia di kelas untuk beberapa saat sambil memotivasi keberaniannya. Lalu lepas anak secara perlahan sampai ia benar-benar memiliki percaya diri yang kuat. Bekerja samalah dengan pihak sekolah, gambarkan kondisi si kecil yang masih takut bersekolah pada gurunya. Dengan kerja sama yang baik, diharapkan ketidaknyamanan si kecil lama kelamaan akan menyusut dan hilang secara perlahan.
Biasanya terjadi pada anak-anak kemampuan bersosialisasinya masih rendah. Di rumah ia selalu “menggelayut” pada mama atau pengasuhnya. Jarang sekali bermain dengan teman sebaya. Kala bersekolah, ia harus bertemu teman-teman baru dengan berbagai karakter sehingga sulit membaur.
Penanganan:
Sama dengan sebelumnya, hindari cara-cara pemaksaan, apalagi tanpa mau tahu penyebabnya. Pemaksaan hanya akan memperparah keadaan dan semakin membuat kukuh anak untuk tidak bersekolah. Berikan penjelasan bahwa semua teman di sekolahnya baik, tidak ada yang nakal. Buktikan perkataan kita dengan menemaninya ke sekolah, ajak anak untuk berkenalan satu per satu dengan teman-temannya. “Lihat, temanmu baik-baik semua kan!” Jika si kecil pernah mendapat pengalaman diusili oleh temannya, tekankan bahwa si teman hanya berusaha berkenalan dengannya, tak perlu ditakuti. Bila ketakutannya masih terbersit, dampingi dan temani ia sambil terus memotivasi keberaniannya. Pada kasus ini penting membangun kemampuan bersosialisasi anak. Perbanyak kesempatan baginya untuk bermain dengan teman sebaya di rumah dan lebih seringlah mengajaknya ke lokasi-lokasi dimana banyak anak berkumpul.
L'Oreal Bersama Perdoski dan Universitas Indonesia Berikan Pendanaan Penelitian dan Inovasi 'Hair & Skin Research Grant 2024'
KOMENTAR