Tabloid-Nakita.com - Mama mungkin cemas dengan kebiasaan anak-anak zaman sekarang yang seringkali marah sambil mengeluarkan kata-kata negatif; entah itu jelek, bego, pelit, sialan, bodoh, atau kampungan. Mama merasa kecolongan, karena tak pernah mengajari anak berbicara kasar.
Jika kita tahu anak gemar memaki, mohon segera ditangani. Salah satu yang perlu kita perhatikan saat si prasekolah memaki, apakah ia melakukannya karena “caper” (ingin cari perhatian) atau hanya asal ucap tanpa bermaksud ditujukan kepada orang lain.
Untuk itu, tetaplah tenang, tak perlu memberi respons dengan agresif. Ini berarti kita tak perlu menghardik, memarahi, atau memukulnya. Respons seperti itu justru membuat anak merasa berhasil menarik perhatian sehingga akan mengulang melakukan hal buruk itu kembali. Jangan pula tertawa atau tersenyum karena anak akan merasa perkataannya lucu dan akan diulanginya lagi.
Berikut tip bagaimana harus bereaksi saat anak bicara kasar:
* Tak perlu marah. Kita boleh terkejut saat mendengar si kecil berkata kasar, tapi sekali lagi jangan marah. Kemarahan kita justru akan membuat anak bingung. “Lo kenapa enggak boleh. Di teve boleh kok bilang sialan.” Tanpa ada penjelasan bijak dari kita, hanya amarah, tidak akan mengubah perilaku anak. Efek lainnya, amarah kita akan membuat anak takut sehingga ia jadi enggan melakukan apa pun karena takut salah. Kreativitasnya bisa menurun dan anak dapat tumbuh menjadi anak yang tertutup dan takut berinisiatif.
* Tegur dan beri solusi. Saat ia berkata kasar, segera tegur buah hati. Wajar kok bila anak marah, namun tidak wajar bila ia sampai memaki orang. Berilah ia solusi untuk melampiaskan emosi marahnya dengan lebih positif. Marah yang tidak disalurkan (misal anak selalu diminta untuk menahan emosinya), dikhawatirkan justru akan meledak lebih dahsyat suatu saat nanti.
Cara penyaluran marah bisa dengan mengeluarkan kata-kata namun pilihkan kata-kata yang lebih baik. “Nenek sihir” diganti “nenek cantik,” kata “bodoh” diganti “pintar,” kata “hidung pesek” diganti “hidung bundar,” dan sebagainya. Selain terdengar lebih halus, kata tersebut juga lebih baik artinya sehingga kesannya tidak berteriak marah.
* Kenalkan konsekuensi. Seperti yang disinggung sebelumnya, jika perilaku anak sulit berubah, Mama bisa mengenalkan konsekuensi. Misalnya dengan memberi punishment. Pilih punishment yang mendidik, mampu membuat anak meninggalkan perilakunya tersebut. Contoh, tidak boleh memainkan mainan kesukaannya atau tidak boleh menonton acara teve favoritnya. Terapkan dengan konsekuen meski anak merengek.
Sebaliknya, ketika si prasekolah mampu mengontrol emosinya berikan reward, bisa berupa pujian, pelukan atau barang-barang kecil yang menjadi kesukaan si anak. Ketika anak mampu menahan emosinya, beri ia pujian. Pujian akan membuatnya bangga dan mendorongnya untuk melakukan kembali.
* Jelaskan maknanya. Mungkin si prasekolah tidak tahu arti “bodoh”, “pesek”, “sialan,” dan sebagainya. Ia pun tidak paham kalau kata-kata tersebut kasar dan dapat menyakiti orang lain. Penjelasan dibutuhkan agar anak dapat memahami bahwa kata-kata itu tidak layak diucapkan karena terdengar tidak baik dan dapat menyakiti orang lain.
* Bangun empati. Empati perlu dibangun sejak dini sehingga anak terbiasa menghargai orang lain. “Adek, kasihan temannya dikatain jelek. Lihat dia menangis!” Ini adalah bentuk latihan demi menggugah empati dengan ikut merasakan apa yang dirasakan anak lain. Empati yang berhasil terasah akan membantu anak mengendalikan kemarahannya.
* Tanya latar belakangnya. Mama bisa menanyakan, dari mana si prasekolah mendapatkan kata-kata tersebut. Mungkin dari temannya, teve, atau yang lainnya. Kalau dari televisi, cari tahu pada tayangan apa. Telusuri tayangan tersebut. Jika benar kerap menunjukkan dialog yang tak pantas, hindari anak menontonnya.
Rayakan Hari Ibu 2024, Cussons Baby Hadirkan Unfiltered Moments: Bangga Jadi Bunda
KOMENTAR