Tabloid-Nakita.com - Kesal karena anak suka pilih-pilih makanan? Hm... jangan marah-marah dulu, Mam. Ada kemungkinan sikap anak suka pilih-pilih makanan itu karena meniru orangtuanya. Karena, anak membentuk pandangan mereka mengenai makanan dengan mengamati orangtua, dan mengukur bagaimana merespons pengamatan tersebut, demikian menurut para psikolog dari UC Santa Barbara.
Agar anak mau makan sayuran, orangtua seharusnya memberi contoh sejak awal, tambah para peneliti.
"Makan itu aktivitas yang sangat bersifat sosial. Itu bukan hanya mengenai apa yang kita makan, tetapi juga dengan siapa kita makan, dan bagaimana orang-orang yang makan bersama kita dapat memengaruhi pilihan makanan kita," jelas Dr Zoe Liberman, asisten profesor dalam ilmu otak dari UC Santa Barbara.
Meskipun di fase oral bayi cenderung akan memasukkan apa saja ke dalam mulutnya, entah itu makanan, tanah, atau sabun, bayi sebenarnya lebih cerdas secara sosial daripada yang Mama bayangkan. Mereka akan makan lebih banyak ketika ada orang lain yang makan bersama mereka.
Mereka pun menciptakan kenangan yang menyenangkan mengenai makanan yang dimakan bersama orang-orang yang positif dan menyenangkan. Pengalaman kecil inilah yang membentuk citarasa kompleks pada orang dewasa dan membangun kedekatan pada makanan dalam kehidupan selanjutnya.
Dr Liberman dan timnya melakukan pengujian terhadap 32 anak berusia minimal satu tahun dengan memutarkan film untuk mereka. Film itu menampilkan dua orang yang mengonsumsi makanan yang berbeda dan membahas pendapat mereka tentang sebuah mangkuk. Mereka mengungkapkan dengan sangat ekspresif ketika menyukai atau tidak menyukai sesuatu.
Dari pengamatan peneliti, ternyata anak-anak batita tidak tampak peduli ketika para aktor tidak sepakat mengenai mangkuk tersebut. Namun ketika mereka tidak sepakat mengenai rasa makanan, anak-anak batita itu menjadi bingung dan memerhatikan pembicaraan yang terjadi dengan seksama.
"Ketika anak-anak melihat seseorang makan sesuatu, mereka dapat menggunakan reaksi seseorang terhadap makanan untuk memelajari makanan itu sendiri, seperti apakah makanan itu dapat dimakan, dan juga memelajari orang yang mengonsumsi makanan tersebut," kata Liberman. "Bagaimana bayi memelajari makanan ternyata sesuatu yang bersifat sosial."
Penemuan ini diharapkan dapat mendorong praktisi kesehatan masyarakat untuk mempromosikan pentingnya interaksi sosial dalam gizi anak, bukan sekadar nilai gizi dari makanan tersebut.
"Studi kami mengungkapkan sifat sosial dari pemikiran manusia mengenai makanan, yang bisa memberikan implikasi dunia nyata," tegasnya.
Jadi, jangan kaget kalau mendengar bahwa anak suka pilih-pilih makanan karena meniru orangtuanya. Mulai sekarang, berikan contoh pada anak bagaimana makan dengan sehat dengan cara makan bersama.
(Dini/The Daily Mail)
KOMENTAR