Sebuah penelitian yang dilakukan di China Selatan dan Timur dengan melibatkan 4.190 bayi menyebutkan bahwa bayi yang lahir melalui proses operasi sesar cenderung lebih tenang, sedang bayi yang lahir melalui proses lainnya lebih “cerewet”. Penelitian ini dilakukan dengan terus memantau si bayi sampai berusia 4-5 tahun. Kesimpulan sementara menyebutkan hal ini terkait dengan hormon pada waktu proses persalinan.
Satu lagi, sebuah penelitian lain yang dilakukan di Universitas Chicago menyebutkan bahwa orangtua yang cerewet, alias lincah berbicara dengan disertai gerakan tangan dan mimik wajah akan lebih cepat ditangkap bayi dan ditirukan, sehingga bayinya lebih cepat bicara. Pada gilirannya, banyaknya informasi yang terserap akan membuat anak lebih cerdas.
Melalui sederet fakta di atas, dapat dipastikan peran vital orangtua pada perkembangan bahasa/komunikasi bayinya. Meski belum ada penelitian yang menyebutkan apakah orangtua yang pendiam akan membuat kemampuan verbal bayinya “kalah” dibanding bayi yang orangtuanya cerewet, namun setidaknya melalui beberapa penelitian tersebut di atas, jelas dibutuhkan peran aktif orangtua untuk menstimulasi bayinya. Stimulasi seperti apa yang bisa dilakukan orangtua?
Bahkan sejak 30 hari pertama dalam hidupnya, bayi sudah bisa mengerti pembicaraan orangtuanya, meski kata-kata itu hanya didengar kemudian diserap dalam memorinya, tanpa ia bisa menanggapinya. Tak masalah. Orangtua bisa terus mengajaknya bicara, seolah-olah pembicaraan itu “nyambung”. Kalau anak memberi respons tertentu seperti tertawa senang, tanggapi dengan kata-kata, “Wah, Adek senang ya, sampai tertawa-tawa.” Selama berbicara harus ada kontak mata, usahakan gerak bibir juga jelas, sehingga selain mendengar anak juga bisa belajar “menirukan” gerak bibir orangtuanya. Komentari segala aktivitas yang dilakukan bersama anak, seperti saat mengganti popok, memandikan, atau ceritakan aktivitas yang sedang dilakukan orangtua.
Mengajak anak bermain di depan cermin juga bermanfaat untuk mengasah kemampuan verbalnya. Tunjuk anggota tubuh yang dimaksud sambil menyebutkan namanya. “Ini tangan Mama, ini tangan Adik.” Tak hanya itu, sering-seringlah menyebutkan nama benda/anggota tubuh/apa pun yang saat itu sedang dilihat/dipegangnya. Semakin banyak kata-kata baru yang didengarnya setiap hari, semakin banyak stimulasi yang didapat.
Seperti sudah disebutkan di atas, membacakan buku cerita banyak manfaatnya untuk menstimulasi kemampuan komunikasi anak. Meski menurut penelitian, ayah yang membacakan buku cerita lebih banyak efeknya, namun tidak berarti ibu tak perlu melakukannya. Saat ayah tidak bisa, ibu yang menggantikannya.
Bernyanyi adalah kegiatan menyenangkan dan mendatangkan banyak manfaat, salah satunya mengasah kemampuan komunikasi bayi. Saat orangtuanya bernyanyi, bayi merekam kata-kata yang terucap. Ekspresi gembira/bahasa tubuh yang diperlihatkan orangtua akan membuatnya bayi ikut gembira.
Beri kesempatan pada bayi untuk mengeluarkan suaranya, meskipun tanpa makna. Caranya, dengan sering-sering mengajaknya bicara/bertanya. “Ini Adek lagi ngapain sih? Oh, ganti popok ya? Kenapa? Ngompol?” Berikan respon saat anak mengeluarkan bunyi menanggapi pembicaraan orangtuanya.
Bila ia mengeluarkan bunyi seperti, “Aaagghh...” cobalah untuk menirukannya, permainan ini menjadi dasar baginya untuk menirukan perkataan orangtuanya kelak. Ucapkan nama benda yang digunakan sehari-hari dengan cara terus mengulang-ulang dan memintanya mengikuti, meski apa yang ditirukannya tidak jelas.
Bantu Kurangi Tanda Penuaan Dini, Collagena Hadir Penuhi Kebutuhan Kolagen Sebagai Kunci Awet Muda
KOMENTAR