Nakita.id - Beberapa waktu terakhir, suhu di sekitar kita terasa semakin panas dan menyengat.
Banyak warga di berbagai wilayah di Jawa yang mengeluhkan akan hal ini.
Keluhan tentang hal tersebut bertebaran melalui berbagai platform media sosial.
Baca Juga : Berita Kesehatan : Kematian Akibat Cuaca Panas Akan Semakin Meningkat
Memasuki bulan Okotober biasanya kita sudah akan memasuki musim hujan, yang identik dengan turunnya air hujan dan suhu udara yang dingin.
Namun, kali ini yang terjadi justru sebaliknya.
Suhu udara di Jawa dan sekitarnya malah terasa lebih panas dari biasanya.
Hal ini pun membuat banyak orang bertanya ada apa sebenarnya?
Pertanyaan orang-orang ini pun akhirnya bisa terjawab melalui penjelasan dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) saat dihubungi Selasa (9/10/2018) kemarin.
Melansir Kompas.com, Kepala Humas BMKG Hary Djatmiko menyatakan bahwa suhu di kota-kota di Jawa saat ini berada dalam kisaran 34-37,5 derajat Celcius.
Suhu ini memanglah dinilai cukup panas, akan tetapi masih masuk dalam taraf wajar.
Mengingat negara kita termasuk dalam wilayah tropis, suhu maksimum wilayah Jawa dan Indonesia dalam 30 tahun terakhir juga berada pada kisaran angka tersebut.
"Masih dalam tataran normal," kata Hary, seperti dikutip dari Kompas.com.
Menurut keterangan Hary, panas yang dirasakan ini umum terjadi pada masa pancaroba.
Baca Juga : Sebelum Meninggal, Istri Indro Warkop Beri Pesan pada Putrinya, Hingga Curhatan Indro Kepada Tora Sudiro
Karena saat ini kita tengah memasuki awal musim hujan di mana pengumumpulan awan hujan sedang aktif.
Adanya fenomena yang membuat publik merasa begitu kegerahan ini juga berkaitan dengan posisi matahari.
Posisi matahari yang sedang berada tepat di wilayah bumi selatan ini begitu berpengaruh pada Indonesia.
Saat ini, posisi matahari sedang berada di atas Indonesia sehingga radiasi panasnya lebih banyak diterima.
"Matahari saat ini berada di belahan bumi selatan, sekitar wilayah Indoneisa. Jadi penyinaran yang kita dapat langsung," terangnya.
Selain itu, kelembaban udara yang rendah juga menjadi faktor lain yang memengaruhi.
Baca Juga : Ini 5 Aktor Korea Selatan dengan Bayaran Paling Mahal per Episode, Ada Favorit Moms?
"Kala kelembabannya rendah, proses pembentukan dan pertumbuhan awan hujannya lebih kecil. Bukan lambat, tapi kecil. Kalau lebih kecil potensi hujannya jadi relatif lebih kecil. Suhunya jadi panas,” ujar Hary.
Aliran massa udara dingin dan kering dari Australia membuat kelembaban udara rendah, kurang dari 60 persen pada ketinggian 3-5 km dari permukaan.
Angin ini melalui Indonesia bagian selatan khatulistiwa, yang mengakibatkan udara terasa lebih panas.
Meski begitu, Hary mengungkapkan bahwa cuaca dan musim pada tahun 2018 tergolong normal.
"Tidak sebasah dua tahun belakangan," ujarnya sambil menerangkan bahwa 2016 dan 2017 bisa dikatakan sebagai tahun basah, sementara 2015 adalah tahun kering.
Panas terik dan rasa kegerahan ini pun tak hanya dirasakan oleh masyarakat di pulau Jawa saja.
Tetapi di seluruh wilayah Indonesia bagian selatan khatulistiwa, terutama Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara.
Baca Juga : Sharena Ceritakan Ry Jadi Lebih Pengertian Setelah Memiliki Adik
Menurut data BMKG tersebut, tampak bahwa suhu di wilayah selatan khatulistiwa tinggi.
Pantauan Stasiun Meteorologi Jatiwangi di Majalengka, suhu mencapai 37,4 derajat Celsius.
Sementara di stasiun meteorologi Gewayantana, Nusa Tenggara, suhu mencapai 35,2 derajat Celsius.
Di Jakarta sendiri menurut pantauan stasiun meteorologi Kemayoran, suhunya 34,2 derajat Celsius.
Hary pun menjelaskan bahwa jadwal datangnya hujan akan sedikit mundur.
Baca Juga : Gaya Hidup Aaliyah Massaid, Putri Adjie Massaid dan Reza Artamevia Bak Sosialita Muda
Hujan akan segera datang.
Berdasarkan prakiraan BMKG, hujan mundur 10 sampai 30 hari dan akan mulai pada akhir Oktober atau awal November.
Jadi, panas, gerah, dan terik yang dirasakan bukan hanya faktor suhu semata tetapi juga soal posisi matahari dan kelembaban udara.
Source | : | Kompas.com,cewekbanget.grid.id |
Penulis | : | Maharani Kusuma Daruwati |
Editor | : | Poetri Hanzani |
KOMENTAR