Sunat, Kapan Sebaiknya Dilakukan?

By Soesanti Harini Hartono, Jumat, 24 Februari 2017 | 04:15 WIB
Lakukan sunat pada anak sedini mungkin (Santi Hartono)

Menurut dr. Mahdian Nur Nasution, SpBS dari Rumah Sunatan,  dari sisi medis banyak sekali manfaat sunat bagi lelaki yang menjalani proses sunat. “Kebersihan kepala zakar lebih terjamin karena lebih mudah dibersihkan, dapat mengurangi risiko terjadinya infeksi, dan mengurangi risiko terkena kanker.”       Lebih jauhnya, berikut penjelasan secara detail aneka manfaat sunat pada anak;

Baca juga: Pentingnya Pendidikan Seks Sejak Dini

Lantas, kapan sebaiknya melakukan sunat? Temuan tersebut dipublikasikan dalam JAMA Pediatrics. Peneliti di Institute for Health Metrics and Evaluation, University of Washington, Seattle, menganalisa data dari 1,4 juta anak laki-laki. Hasilnya, anak laki-laki yang melakukan sunat sebelum mencapai usia 1 tahun memiliki kesempatan 0,5% mengalami peristiwa yang merugikan. Risiko semakin besar pada anak laki-laki usia 1 sampai 10 tahun yakni sebesar 10 sampai 20 kali lipat. "Studi kami memberikan bukti lebih rinci tentang tingkat dan jenis efek samping yang berhubungan dengan sunat laki-laki. Ini konsisten dengan penelitian sebelumnya yang telah menemukan bahwa tingkat efek samping usai sunat pada anak-anak yang lebih tua dan orang dewasa jauh lebih tinggi dibanding pada bayi," kata Dr Charbel El Bcheraou, penulis dan profesor di Global Health at the Institute for Health metrics and Evaluation, the University of Washington, seperti dilansir Medicaldaily  (14/5/2014).

Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), efek samping yang dimaksudkan termasuk rasa sakit, pendarahan yang berlebihan, pemotongan kulit yang berlebihan, kerusakan pada penis, sulit pipis, jaringan parut atau cacat, pembengkakan berlebihan, dan infeksi.  WHO mendorong dilakukan sunat dalam rangka mengurangi tingkat HIV, yang dapat menurunkan risiko infeksi hingga 60%.

Jangan Kaget Kalau Rumah Sakit Minta Mama Hamil Tes HIV

Kebanyakan dokter di Barat, menganjurkan sunat segera dilakukan tak berapa lama setelah bayi lahir. Namun kata Bcheraou, masih banyak orangtua menunda. “Orangtua memilih waktu sunat karena berbagai alasan, termasuk agama, sosial, budaya, atau manfaat kesehatan. Namun, melihat risiko yang meningkat hingga 10-20 kali, orangtua paling aman memilih waktu ketika berusia 1 tahun.”

Temuan Bcheraou, dkk., juga menyimpulkan, usia berperan dalam meningkatnya risiko operasi. “Sebaliknya, data medis menunjukkan kelebihan sunat pada bayi, yaitu proses pembiusan lebih sederhana yaitu pembiusan lokal, prosedur lebih sederhana, penyembuhan lebih cepat dan trauma psikologis minimal,” tulis Bcheraou.

Di Indonesia, berdasarkan pertimbangan agama/kebudayaan, anak laki disarankan telah melaksanakan sunat sebelum usia akil balik yaitu sekitar 8 – 12 tahun. Maka itu biasanya sunat dilakukan saat anak laki-laki sudah mencapai usia sekolah dasar, dan seringnya dilakukan saat liburan sekolah. “Mengapa di usia SD, pada masa ini, anak diharapkan sudah lebih dapat menoleransi rasa sakit yang timbul dibandingkan jika dilakukan saat balita. Secara psikologis yang bersangkutan sudah siap, dengan demikian dapat mengurangi risiko akibat tindakan sunat. Namun proses ini dapat dipercepat jika terdapat risiko atau penyakit tertentu pada usia lebih muda yang memerlukan penanganan dengan metode sunat,” jelas Mahdian. (*)