Nakita.id - Pekerjaan rumah (PR) saat ini menjadi masalah besar untuk anak dan orangtuanya. Bukan hal yang aneh lagi kalau anak sering mendapat PR yang banyak dengan tingkat kesulitan yang tinggi, sehingga orangtua kadang harus turun tangan membantu mengerjakannya.
Meskipun begitu, jangan lantas menuntut para guru menghapus PR dari tugas anak sekolah. Bagaimana pun juga, PR diberikan untuk kebaikan anak. Menurut Prof. Dr. Arief Rachman, MPd, pendiri Yayasan Budaya Luhur yang mengelola Sekolah Menengah Garuda Cendekia, fungsi PR ada tiga, yaitu: sebagai reinforcement (mengingat apa yang sudah diajarkan), membentuk kebiasaan, serta melatih tanggungjawab.
"PR bisa menumbuhkan atau menyelesaikan sesuatu karena ada kewajiban. Dalam kehidupan kita harus diajari untuk melakukan sesuatu tanpa terpaksa. Untuk melakukannya, awalnya memang harus dipaksa, agar selanjutnya ada rasa tanggungjawab untuk melakukan," kata Arief, dalam seminar "Mengoptimalkan Peran Orangtua dalam Perkembangan dan Pembelajaran Anak" di Saint John's School, BSD, Serpong, Januari lalu.
Memang seringkali anak mendapat PR yang melampaui batas kemampuannya, namun menurut Arief kadang-kadang anak perlu belajar untuk tidak mendapatkan apa yang ia inginkan atau butuhkan dalam pembelajaran. Nah, sebagai orangtua, Mama Papa perlu meluangkan waktu untuk membantu menyelesaikan PR anak. Bagaimana pun, orangtua harus tahu apa yang sedang dihadapi dan menjadi kesulitan anak-anaknya, kan?
Nah, karena PR akan terus ada, yang perlu Mama Papa lakukan sekarang adalah mencari cara agar anak mampu mengerjakan PR-nya dengan senang. Berikut beberapa trik untuk membantu anak menyelesaikan pekerjaan rumahnya:
Atur tempat belajar Meskipun ada anak yang biasa membuat PR dalam situasi yang ramai, anak yang lain justru membutuhkan tempat yang tenang untuk belajar. Apalagi, kalau anak termasuk yang mudah teralih perhatiannya. Untuk menentukan tempat yang nyaman bagi anak untuk mengerjakan PR, misalnya, coba ajak anak mengerjakan PR-nya di dua tempat tersebut. Pertama, di tempat yang ramai. Setelah itu, di tempat yang tenang. Amati bagaimana sikap anak saat menempati dua ruangan berbeda itu. Jika anak lebih nyaman dengan tempat yang sepi, siapkan ruangan khusus agar anak bisa belajar dengan tenang.
Di lantai pun tak masalah! Untuk beberapa anak, mengerjakan tugas di atas meja kayu yang tinggi mungkin sedikit menyulitkan. Hal itu yang terkadang membuat anak merasa tak nyaman, sehingga ingin segera melakukan hal yang lain. Ada baiknya Mama memberikan dia meja lipat kecil agar bisa meraih buku pelajarannya dengan mudah. Jika anak merasa tidak bebas dengan adanya meja, biarkan anak memilih posisi lain yang lebih nyaman. Apabila berbaring di lantai merupakan posisi terbaik buatnya, biarkan saja. Mama cukup mengawasi dari jauh.
Pilih waktu yang tepat Ada tiga alasan yang masuk akal kapan anak bisa mengerjakan PR-nya: begitu pulang sekolah, setelah tidur siang, atau sebelum makan malam. "Biarkan anak yang memilih sendiri waktunya," kata Harris Cooper, PhD, profesor bidang psikologi di Duke University, Durham, North Carolina. "Ada anak yang benar-benar butuh lepas saat tiba di rumah, sementara yang lain mungkin merasa terlalu lelah jika harus menunggu. Tentukan waktu yang cocok untuk anak dan keluarga, kemudian berpeganglah pada waktu tersebut."
Membuat PR sebelum tidur adalah pilihan terakhir yang disarankan oleh Cooper. Sebab, anak-anak pasti sudah kelelahan dan memilih tidur jika sudah tak sanggup menahan kantuk.
Beri waktu istirahat Jika anak merasa jenuh saat mengerjakan pekerjaan rumah, berilah waktu sebentar untuk istirahat. Berikan buku bacaan kesukaannya atau biarkan dia mengambil cemilan atau membuat minuman lebih dulu. Beri waktu sekitar 15 hingga 20 menit untuk jeda, sebelum akhirnya dia kembali menyelesaikan pekerjaan rumahnya. Namun, aturan ini harus disampaikan sebelum mulai mengerjakan PR, dan berikan istirahat pada jam-jam yang sudah ditentukan.
Hindari hal-hal yang mengganggu Anak-anak selalu bisa menemukan apa saja untuk menghindari mengerjakan PR. Jadi, Mama harus bisa mengantisipasinya. "Kebanyakan anak usia 6-8 tahun butuh bantuan orangtua atau pengasuh untuk mulai mengerjakanPR, dan mereka yang suka menunda-nunda pekerjaan biasanya butuh bantuan untuk tetap fokus," papar Rita Emmett, penulis buku The Procrastinating Child. Untuk menetapkan aturan mengerjakan PR, katakan pada anak, "Begitu mulai mengerjakan PR, tidak boleh ke mana-mana ya. Ayo, adek pipis sekarang, sekalian ambil cemilannya." Simpan smartphone Mama, dan matikan televisi saat anak sedang membuat PR.
Berikan sesuatu untuk dipegang Berbagai studi menunjukkan bahwa anak yang mudah teralih perhatiannya sebenarnya bisa belajar lebih baik jika mereka diberi sesuatu untuk dipegang, diremas, atau disentuh. Berikan mainan yang bisa diremas seperti bola karet (stress ball) atau squishy. Dengan sekadar memanipulasi mainan ini dalam genggamannya, anak bisa lebih konsentrasi.