Anak Suka Memainkan Alat Kelaminnya, Adakah yang Perlu Dikhawatirkan?

By Meisy Billem, Kamis, 16 Maret 2017 | 00:55 WIB
Memainkan alat kelamin terutama dilakukan anak laki-laki. (Dini Felicitas)

Nakita.id - Si balita sedang senang mempermainkan alat kelaminnya? Adaaa... saja yang dilakukannya. Dari sekadar mengintip ke dalam celananya, menggaruknya dengan penuh perasaan, menutupinya dengan kaus kaki, atau sambil cengar-cengir menempel-nempelkannya pada tangan Ibu. Hal ini menimbulkan perasaan yang campur aduk, antara geli, kesal, dan khawatir. Bagaimana pun, keingintahuan anak tentang penisnya tidak boleh diabaikan.

Sebenarnya, mengapa anak suka memainkan penisnya?

Pertama-tama, di usia 3 atau 4 tahun anak memang mulai mengenal konsep identitas jender, bahwa anak laki-laki dan perempuan memiliki alat kelamin yang berbeda. "Anak 3 tahun belajar bahwa jenis kelamin itu permanen, dan bahwa memiliki penis atau vagina itu bagian paling penting dengan menjadi laki-laki atau perempuan," kata Lawrence J. Cohen, PhD, psikolog klinis yang juga penulis buku Playful Parenting (Ballantine, 2001). Kesadaran mengenai perbedaan jenis kelamin juga akan menambah minatnya pada alat kelaminnya sendiri maupun orang lain.

Sebelum Ibu merasa khawatir berlebihan, sebenarnya cara atau tujuan anak bermain dengan kemaluannya berbeda dengan orang dewasa. Tindakan mereka tidak selalu terkait dengan pemikiran dan fantasi seksual, demikian menurut Cory Silverberg, seksolog asal Toronto. Eksplorasi anak terhadap alat kelaminnya bersifat ilmiah, bukan seksual. Misalnya ketika ia menutupi penisnya dengan kaus kaki sambil mengatakan, "Bu, liat penisku hilang", sebenarnya ia ingin menguji hipotesa bahwa penisnya tak mungkin hilang atau berubah.

Tidak hanya normal, eksplorasi anak pada alat kelaminnya malah menyehatkan, kata Silverberg. Hal tersebut juga memberikan kesempatan bagi orangtua untuk memberi pengetahuan tentang kesehatan tubuh, mengajari anak-anak bahwa tidak apa-apa menyentuh diri mereka sendiri, tetapi tidak menyentuh orang lain, atau disentuh oleh orang lain.

Selain itu, memainkan alat kelamin menimbulkan rasa menyenangkan, menenangkan (terutama sebelum tidur), pengalihan yang baik (terutama saat orangtua bertengkar, dan kenyamanan anak terganggu), dan itu terasa menyenangkan. Anak-anak juga melakukannya pada saat mereka khawatir, atau mungkin hanya karena rasa ingin tahu.

Memainkan alat kelamin terutama dilakukan anak laki-laki, dan mereka cenderung melakukannya sambil tertawa-tawa. Hadapi saja ya Bu, karena hal itu mungkin masih akan terus dilakukannya. Yang terbaik adalah tidak bereaksi terlalu keras pada ulahnya itu. Dengan mengabaikan aksi eksibisionisme si kecil, Ibu akan mengurangi sensasi anak saat memainkan penisnya.

"Ketika anak mengeluarkan penisnya dan bercanda mengenai hal itu, tak usah memarahinya," kata Cohen. Namun jelaskan bahwa tindakannya itu hanya boleh dilakukan di rumah.

Lalu bagaimana menanggapi keingintahuan anak tentang alat kelaminnya?

1. Bicara sejak dini dan sesering mungkin Laura Wershler, direktur eksekutif Sexual Health Access Alberta, menekankan pentingnya orangtua berbicara dengan anak mengenai hal-hal yang terkait seksual. Ibu dan Ayah memiliki pengaruh terhadap kesehatan seksual anak tanpa harus menjadi seorang pakar.

Riset menunjukan bahwa berbicara sejak dini dan sering mengenai keingintahuan seksual anak meningkatkan perkembangan kesehatan seksual dan mengurangi resiko perilaku seksual saat remaja. Memang terlalu dini membicarakan seks yang aman pada anak 4 tahun, karena itu Ibu lebih baik membantu anak memahami dan menghargai tubuh mereka. Yaitu bahwa tubuh mereka adalah area pribadi yang tak boleh disentuh orang lain kecuali Ibu. Sebaliknya, mereka pun harus menghargai tubuh teman lain, baik laki-laki maupun perempuan. “Tak perlu ada pembicaraan yang berat. Perbanyak saja pembicaraan ringan,” kata Wershler.

2. Bersikap tenang, jujur dan terbuka Tanggapi pertanyaan dan aksi mereka tanpa berlebihan, dan mengetahui hal itu akan memberikan mereka kesenangan. “Jangan anggap itu kebiasaan berbeda karena berhubungan dengan seksualitas atau karena sebagai orang dewasa kita memandangnya secara seksual,” saran Silverberg.