Nakita.id - Si balita sedang senang mempermainkan alat kelaminnya? Adaaa... saja yang dilakukannya. Dari sekadar mengintip ke dalam celananya, menggaruknya dengan penuh perasaan, menutupinya dengan kaus kaki, atau sambil cengar-cengir menempel-nempelkannya pada tangan Ibu. Hal ini menimbulkan perasaan yang campur aduk, antara geli, kesal, dan khawatir. Bagaimana pun, keingintahuan anak tentang penisnya tidak boleh diabaikan.
Sebenarnya, mengapa anak suka memainkan penisnya?
Pertama-tama, di usia 3 atau 4 tahun anak memang mulai mengenal konsep identitas jender, bahwa anak laki-laki dan perempuan memiliki alat kelamin yang berbeda. "Anak 3 tahun belajar bahwa jenis kelamin itu permanen, dan bahwa memiliki penis atau vagina itu bagian paling penting dengan menjadi laki-laki atau perempuan," kata Lawrence J. Cohen, PhD, psikolog klinis yang juga penulis buku Playful Parenting (Ballantine, 2001). Kesadaran mengenai perbedaan jenis kelamin juga akan menambah minatnya pada alat kelaminnya sendiri maupun orang lain.
Sebelum Ibu merasa khawatir berlebihan, sebenarnya cara atau tujuan anak bermain dengan kemaluannya berbeda dengan orang dewasa. Tindakan mereka tidak selalu terkait dengan pemikiran dan fantasi seksual, demikian menurut Cory Silverberg, seksolog asal Toronto. Eksplorasi anak terhadap alat kelaminnya bersifat ilmiah, bukan seksual. Misalnya ketika ia menutupi penisnya dengan kaus kaki sambil mengatakan, "Bu, liat penisku hilang", sebenarnya ia ingin menguji hipotesa bahwa penisnya tak mungkin hilang atau berubah.
Tidak hanya normal, eksplorasi anak pada alat kelaminnya malah menyehatkan, kata Silverberg. Hal tersebut juga memberikan kesempatan bagi orangtua untuk memberi pengetahuan tentang kesehatan tubuh, mengajari anak-anak bahwa tidak apa-apa menyentuh diri mereka sendiri, tetapi tidak menyentuh orang lain, atau disentuh oleh orang lain.
Selain itu, memainkan alat kelamin menimbulkan rasa menyenangkan, menenangkan (terutama sebelum tidur), pengalihan yang baik (terutama saat orangtua bertengkar, dan kenyamanan anak terganggu), dan itu terasa menyenangkan. Anak-anak juga melakukannya pada saat mereka khawatir, atau mungkin hanya karena rasa ingin tahu.
Memainkan alat kelamin terutama dilakukan anak laki-laki, dan mereka cenderung melakukannya sambil tertawa-tawa. Hadapi saja ya Bu, karena hal itu mungkin masih akan terus dilakukannya. Yang terbaik adalah tidak bereaksi terlalu keras pada ulahnya itu. Dengan mengabaikan aksi eksibisionisme si kecil, Ibu akan mengurangi sensasi anak saat memainkan penisnya.
"Ketika anak mengeluarkan penisnya dan bercanda mengenai hal itu, tak usah memarahinya," kata Cohen. Namun jelaskan bahwa tindakannya itu hanya boleh dilakukan di rumah.
Lalu bagaimana menanggapi keingintahuan anak tentang alat kelaminnya?
1. Bicara sejak dini dan sesering mungkin
Laura Wershler, direktur eksekutif Sexual Health Access Alberta, menekankan pentingnya orangtua berbicara dengan anak mengenai hal-hal yang terkait seksual. Ibu dan Ayah memiliki pengaruh terhadap kesehatan seksual anak tanpa harus menjadi seorang pakar.
Riset menunjukan bahwa berbicara sejak dini dan sering mengenai keingintahuan seksual anak meningkatkan perkembangan kesehatan seksual dan mengurangi resiko perilaku seksual saat remaja. Memang terlalu dini membicarakan seks yang aman pada anak 4 tahun, karena itu Ibu lebih baik membantu anak memahami dan menghargai tubuh mereka. Yaitu bahwa tubuh mereka adalah area pribadi yang tak boleh disentuh orang lain kecuali Ibu. Sebaliknya, mereka pun harus menghargai tubuh teman lain, baik laki-laki maupun perempuan. “Tak perlu ada pembicaraan yang berat. Perbanyak saja pembicaraan ringan,” kata Wershler.
2. Bersikap tenang, jujur dan terbuka
Tanggapi pertanyaan dan aksi mereka tanpa berlebihan, dan mengetahui hal itu akan memberikan mereka kesenangan. “Jangan anggap itu kebiasaan berbeda karena berhubungan dengan seksualitas atau karena sebagai orang dewasa kita memandangnya secara seksual,” saran Silverberg.
3. Tentukan batasan
Jelaskan pada anak bahwa menyentuh diri sendiri adalah hal yang harus dilakukan secara pribadi. Lalu jelaskan di mana hal itu dapat dilakukan, seperti di kamar tidur atau kamar mandi. Ketika Ibu memergoki anak memainkan alat kelaminnya di tempat umum, jangan langsung panik dan berusaha melepaskan tangannya. Coba alihkan perhatiannya dulu. Jika hal itu tidak berhasil, berikan dia peringatan lembut.
4. Ajari anak tentang tubuhnya
Ibu dapat memulai pendidikan seksual anak dengan mengajarinya nama-nama yang pantas untuk bagian-bagian tubuhnya. Saat mandi adalah kesempatan yang tepat untuk hal ini. Misalnya, Ibu dapat mengatakan, “Sekarang ayo sabuni perut dulu, lutut, penis.…” Dengan begitu, Ibu membuat semua bagian tubuh sama pentingnya. Jika Ibu membuat nama lain atau mengabaikan suatu bagian tubuh tertentu, Ibu mengisyaratkan bahwa ada yang salah dengan bagian tubuh tersebut,” Silverberg menjelaskan.
5. Mengajari tentang kebersihan
Cukup jelaskan pada anak bahwa tangan mereka harus bersih sebelum menyentuh diri mereka sendiri. Misalnya, “Satu hal yang harus selalu kita lakukan adalah mencuci tangan. Jika tidak, akan ada kotoran di vaginamu, nanti kalau gatal dan sakit bagaimana?”
6. Hubungi dokter jika mulai khawatir
Orangtua harus memerhatikan jika perilaku si balita menjadi kompulsif, dilakukan secara berulang untuk mengurangi kecemasan, tidak tertahankan, dan tidak bisa dicegah, kata Silverberg. Anak-anak yang kerap menyentuh alat kelaminnya, dan melakukannya karena mereka tidak dapat berhenti, merupakan suatu hal yang berbeda. Jika Ibu khawatir, segera konsultasi ke dokter.
Rekap Perjalanan Bisnis 2024 TikTok, Tokopedia dan ShopTokopedia: Sukses Ciptakan Peluang dan Dorong Pertumbuhan Ekonomi Digital
Penulis | : | Meisy Billem |
Editor | : | Dini Felicitas |
KOMENTAR