Gagal Bonding dengan Bayi Bukan Berarti Ibu Tidak Mencintai Si Kecil

By Saeful Imam, Sabtu, 18 Maret 2017 | 01:30 WIB
Gagal bonding dengan bayi tak berarti Ibu tidak mencintai anak. (Dini Felicitas)

Nakita.id - Saat bayi sudah lahir, semestinya ibu baru membangun bonding dengan si kecil. Aneh, melihat wajah mungilnya yang lucu dan tidak berdaya, Ibu tidak merasakan koneksi. Seperti ada yang terpisah jauh di antara Ibu dan si bayi. Juga, tidak ada naluri keibuan yang Ibu rasakan. Ini di luar bayangan Ibu saat masih hamil, bahwa bonding ibu dan bayi akan terbentuk begitu saja, baik ketika si kecil masih di dalam kandungan maupun begitu lahir ke dunia.

Ternyata, tidak semua ibu dapat melakukan bonding segera setelah bayi lahir. Ada ibu yang langsung cinta pada pandangan pertama pada bayinya, ada pula yang butuh proses selama berhari-hari, berminggu-minggu, berbulan-bulan, bahkan ada yang beberapa tahun kemudian. Faktanya, satu dari lima ibu baru gagal bonding dengan bayinya. Yang membuat kondisinya lebih parah, rasa malu dan tidak mampu seringkali membuat ibu baru tidak mengakui keadaan ini.

"Terbentuknya bonding itu sangat penting demi emosi dan perkembangan psikologis bayi dalam jangka panjang, dan ada harapan besar bahwa pelekatan ibu dan bayinya itu terjadi secara instan," papar psikolog anak Dr. Richard Woolfson, yang juga penulis buku How to Have A Happy Child.

Namun, Ibu tak usah khawatir. Tidak berhasil bonding dengan bayi tidak berarti Ibu tidak mencintai si kecil. Ada beberapa hambatan yang menyebabkan Ibu tidak bisa bonding dengan bayi, yaitu:

1. Hambatan Psikologis Faktor psikologis ini biasa disebut dengan baby blues. Gejalanya: suasana hati yang berubah-ubah (satu menit bahagia, menit berikutnya menangis), merasa cemas, gelisah, sulit konsentrasi, sulit tidur, dan menurunnya nafsu makan. Biasanya, gejala ini muncul di hari ke-3 atau ke-4 setelah bayi lahir dan dapat berlangsung beberapa hari.

Baby blues dianggap normal dan biasanya akan hilang dalam waktu beberapa hari, sehingga tak perlu ditangani secara medis. Meskipun begitu, Ibu tetap perlu dukungan emosional dari orang-orang terdekat, serta konsultasi dengan psikolog untuk mempercepat pemulihan kondisinya. Pasalnya, baby blues bisa berkembang menjadi postpartum depression dengan gejala: merasa sedih, sering menangis, gelisah, mudah marah atau cemas, hilang minat untuk melakukan aktivitas sehari-hari, kurang energi/motivasi/kesenangan dalam hidup, sulit tidur, menurunnya nafsu makan, merasa tidak berharga, putus asa, merasa bersalah, berat badan menurun, dan lain-lain.

Postpartum depression dapat dimulai kapan saja dalam tahun pertama setelah melahirkan. Karena gejalanya bisa bertahan lebih lama dan lebih parah, maka dibutuhkan pengobatan, selain dukungan dan konseling untuk membantu pemulihan. Selain itu, ada juga gejala yang lebih berat, tapi untungnya jarang terjadi, yaitu postpartum psychosis. Ini adalah penyakit yang sangat serius dan mencakup semua gejala postpartum depression serta memiliki pikiran menyakiti diri sendiri, menyakiti bayi, dan tidak memiliki minat pada bayi. Postpartum psychosis juga membutuhkan pengobatan dari psikiater.

2. Hambatan Fisik Contoh, ibu sakit, kelelahan karena kurang tidur, perubahan hormonal, dan lainnya. "Kadang-kadang ibu juga salah menempatkan kemarahan dan kekesalan yang mereka rasakan terhadap suami kepada bayi. Bayi memang sangat butuh perhatian, dan sangat kuat saat menunjukkan emosi yang hebat," kata psikolog klinis Dr. Sharon Lewis.

Tentunya hal ini harus diatasi. Bila Ibu merasa lelah, cobalah minta suami untuk membantu tugas-tugas sehari-hari. Bisa juga meminta bantuan orang lain untuk membereskan tugas-tugas rumah tangga maupun tugas lainnya. Bila sakit, segera atasi penyakitnya dengan berobat ke dokter.

3. Faktor Bayi Misal, bayi sakit sehingga harus dirawat selama beberapa minggu sebelum diperbolehkan pulang. Bisa juga bayi yang langsung diambil dari ibunya setelah bayi lahir karena kepentingan prosedur medis. Bila ini terjadi, ibu harus berpikir positif sambil terus memantau kondisi bayinya. Jangan ragu meminta seseorang yang dapat dipercaya untuk mendengarkan curhat Ibu. Setelah bayi keluar dari rumah sakit, segera lakukan bonding dengan bayi.

Mengatasi gagal bonding dengan bayi Secara umum, kondisi bonding yang tidak lancar tak dapat diatasi oleh Ibu sendirian, tapi setidaknya Ibu masih dapat melakukan upaya penanggulangan agar perbaikan lebih cepat terjadi. Caranya, jangan sungkan meminta bantuan profesional untuk mendapatkan saran, bimbingan, dan pengobatan yang tepat, entah psikolog, psikiater, dan lainnya.

Selain itu, agar beban di pundak semakin ringan, cobalah terlibat dalam komunitas yang dapat memberikan dukungan sosial. Siapa tahu mereka juga dapat memberikan saran tentang gangguan yang dialami, baik ibu maupun bayi. Jujurlah pada diri sendiri, bahwa Ibu memerlukan bantuan.     Terakhir, melakukan bonding atau menjaga kelekatan dengan si kecil tidak berarti secara terus-menerus Ibu harus bersama bayi. Ibu juga perlu waktu sendiri untuk menyenangkan diri sendiri. Lakukan hobi seperti biasanya seperti membaca buku, mendengarkan musik, meditasi, dan lainnya. Pada akhirnya, "Hubungan dengan anak bisa tumbuh seiring berjalannya waktu, kok. Kesulitan bonding setelah melahirkan itu tidak berarti menunjukkan bagaimana relasi Ibu di masa depan dengan anak," pungkas Lewis.