Mengajarkan Anak Bersikap Optimis Harus Dimulai dari Sikap Orangtua

By Meisy Billem, Selasa, 18 April 2017 | 04:45 WIB
Ajarkan anak memandang dunia dari sisi yang positif. (Dini Felicitas)

Nakita.id - Sering kita mendengar kata-kata klise seperti: Lihat sisi baiknya! Berpikir positif! Jangan khawatir, bahagialah! Tergantung bagaimana suasana hati kita saat itu, kita dapat menerima saran tersebut, atau malah kesal. Tapi, ternyata semua kalimat positif tersebut memberikan hasil yang luar biasa, baik untuk kesehatan, akademik, kehidupan sosial dan kehidupan berkeluarga bagi Mama dan buah hati.

Sebuah studi selama 30 tahun yang dilakukan oleh Martin Seligman, PhD, penulis buku The Optimistic Child, menunjukkan bahwa sikap optimis pada anak-anak membantu menangkal depresi dan stres. Optimisme juga meningkatkan kinerja dan meningkatkan kesehatan fisik mereka di sekolah. Studi Seligman juga menemukan hubungan antara pesimisme dan depresi. Meski optimisme merupakan sifat bawaan pada beberapa orang, hal ini juga dapat diajarkan. Itulah sebabnya sejak dini orangtua perlu memberikan contoh peran positif dan mengajarkan pendekatan optimis untuk hidup pada anak.

Untuk mengajarkan agar anak optimis, Seligman tidak menganjurkan mantra sederhana "Jangan khawatir, bahagialah". Yang penting adalah membangun sebuah pandangan tentang dunia yang positif tetapi realistis, yang membantu anak menjadi tangguh, mandiri dan percaya diri. Optimisme juga merupakan salah satu keterampilan EQ (kecerdasan emosional) penting yang akan sangat membantu anak di sekolah, tempat mereka akan menjalankan tugas-tugas dengan sikap “aku bisa melakukannya”.

Jadi bagaimana cara mengajarkan anak bersikap optimis?  

1. Mulailah dari diri Ibu sendiri Anak-anak yang dibesarkan orangtua yang tertekan akan melihat dunia melalui lensa negatif. Jika Ibu memiliki kecenderungan seperti itu, pelan-pelan ubahlah sikap negatif tersebut menjadi positif, sehingga Ibu dapat memberikan model peran positif untuk anak.

2. Ambil langkah-langkah kecil Sikap optimistis tidak datang secara tiba-tiba. Jika Ibu cenderung pesimis, mulailah sikap optimis dari hal-hal kecil. Misalnya, berjalan kaki 15 menit lebih lama hari ini, atau membaca satu atau dua bab dalam sebuah buku yang Ibu sukai. Atau tertawa bersama tentang peristiwa negatif yang terjadi di sekolah, di tempat kerja atau di tempat parkir supermarket. Hidup ini terlalu singkat untuk membuang-buang energi Ibu pada hal-hal negatif! Ibu akan terkejut bagaimana perubahan ini akan segera menjadi sifat Ibu yang baru.

3. Dengarkan diri sendiri Kita sering tidak sadar betapa negatif cara kita berbicara. Cobalah untuk mendengarkan diri sendiri sebelum berbicara, dan mengulanginya dengan cara yang berbeda. Alih-alih, "Ugh, aku ada pertemuan besar hari ini dan aku khawatir akan hal itu," bagaimana kalau, "Aku sedikit gugup tentang pertemuan ini, tapi aku akan melakukan yang terbaik dan berharap menghasilkan hal-hal yang baik." Ibu tidak harus riang gembira, hanya melihat dari sudut yang baru. Ini disebut self-talk, dan ini alat terapi yang sangat penting bagi siapa pun, termasuk anak-anak.

4. Ajari anak-anak seni self-talk Anak-anak menerima banyak tekanan dan stres dari pekerjaan rumah, ulangan, nilai yang kurang di rapor, kemampuan di lapangan bermain, bahkan persahabatan. Menggunakan teknik self-talk dapat membantu mereka mengatasi situasi lebih proaktif. Ajarkan anak untuk mengatakan, misalnya, "Saya sudah melakukan ini sebelumnya, dan saya bisa melakukannya lagi." "Ulangan matematika ini pasti akan sulit,  tapi aku akan belajar keras untuk itu." "Aku akan mengajak Yosi baikan, selanjutnya terserah dia." Ini jenis pernyataan yang mengajarkan anak-anak untuk menjadi mandiri dan membuat mereka merasa memiliki kontrol atas hidup mereka.

5. Pujilah upaya anak, bukan hanya prestasinya Sangat mudah untuk memberi dan menerima pujian untuk keberhasilan yang kita lakukan. Trik ini untuk menjaga buah hati merasa optimis, meskipun banyak hal berlangsung tidak seperti yang mereka harapkan. Pertama, tunjukkan empati jika mereka merasa kecewa atau sedih. Ibu tidak pernah ingin mengabaikan perasaan mereka dengan komentar seperti "Oh, itu tidak masalah", atau "Jangan merasa seperti itu", ya kan? Bantu mereka menganalisis apa yang salah, dan apa yang bisa mereka lakukan dengan cara berbeda pada kesempatan berikutnya. Tekankan bahwa mereka kompeten: "Kamu dapat melakukan ini!" Cara ini akan membantu mereka membangun kepercayaan diri, menghadapi hambatan masa depan, dan belajar bahwa mereka dapat mengubah hasilnya.

6. Melakukan hal-hal positif Ketika Ibu bersama anak sedang berjalan-jalan, carilah peristiwa positif. Hal ini bisa dimulai dari hal yang sederhana: menemui tetangga yang hidup sendiri, memberi makan anjing yang terlantar, atau menjenguk teman yang sakit. Saat Ibu melakukannya, hal itu menciptakan bermacam perasaan positif pada diri anak. Kemudian, ajukan pertanyaan seperti, "Apa satu hal yang baik yang kamu lakukan hari ini? Apa hal terbaik yang terjadi di sekolah hari ini? Apa satu hal yang benar-benar membuatmu bangga?" Buat anak memiliki kebiasaan berpikir positif tentang hal-hal yang telah mereka lakukan.

7. Jika sesuatu yang buruk terjadi, ajak anak melihat gambaran yang lebih besar Ketika anak melihat atau mendengar tentang kejahatan, katakan, "Ya, ada orang jahat di dunia, tetapi ada banyak orang yang lebih baik." Bantu menempatkan hal-hal dalam konteks untuk mereka: Ya, hal-hal buruk memang terjadi. Tapi tidak semua yang terjadi di dunia adalah buruk.

Ketujuh metode di atas akan membantu Ibu dan si kecil memiliki pandangan yang lebih positif, dan memiliki manfaat jangka panjang. Jadi jika suatu saat seseorang memberitahu Ibu untuk tidak khawatir mengenai sesuatu hal, Ibu dapat merespons, " Saya tidak khawatir. Saya optimis."