10 Alasan Mengejutkan Mengapa Anak Jadi Nakal

By Megiza, Kamis, 27 April 2017 | 07:15 WIB
Ada alasan di balik sikap membangkang anak. (Dini Felicitas)

Nakita.id - Kesal dengan ulah anak-anak yang seolah dengan sengaja melakukan sesuatu yang dilarang, atau sulit diatur? Perlu Ibu ketahui, sebenarnya anak-anak menggunakan aksi atau perbuatan untuk menyampaikan perasaan ataupun pikiran mereka.

Seringnya, cara itu dipakai karena mereka merasa tidak dapat mengungkapkannya dengan kata-kata. Tidak jarang cara yang dipilih anak untuk menyampaikan pikiran mereka terlihat seperti anak nakal. Karenanya, penting bagi Ibu untuk sigap memahami apa alasan anak hingga ia bersikap tak pantas (baca juga: Makin Dilarang, Batita Makin Gencar Melakukan yang Dilarang).

Psikoterapis dan penulis buku psikologi 13 Things Mentally Strong People Don’t Do, Amy Morin, menyebut ada sepuluh alasan di balik perilaku nakal pada anak-anak, yaitu:

1. Meminta perhatian Ketika anak-anak menginginkan perhatian dari orangtua dan tak mendapatkannya, maka mengamuk atau memukul adalah salah satu cara yang dipilih. Meskipun tahu bakal dimarahi setelah melakukan perbuatan nakal itu, anak-anak tetap menjadikannya sebagai cara untuk mendapat perhatian. Mereka ingin orang dewasa di sekitar mereka melihat, berbicara dan memberikan perhatian penuh pada mereka. Untuk orangtua, cara untuk meredam kebiasaan anak seperti ini adalah dengan bereaksi positif saat mereka menunjukkan haus perhatian.

2. Mencontoh orang lain Anak-anak belajar bersikap dengan cara melihat orang lain. Baik itu dengan cara menyaksikan aksi-aksi nakal teman di sekolah atau dari tontonan di televisi. Karena itu sangat penting bagi orangtua untuk membatasi apa yang mereka lihat. Pantau apa yang anak-anak tonton di televisi, video game yang dimainkan, atau bahkan yang mereka saksikan lewat internet.

3. Menguji kesabaran Ketika orangtua menetapkan aturan pada anak mengenai apa saja yang tidak boleh mereka lakukan, anak-anak umumnya ingin mengetahui seberapa serius orangtua mereka dengan aturan tersebut. Tidak jarang anak-anak sengaja bersikap nakal untuk mengetahui apa hukumannya jika mereka tidak mengikuti aturan. Artinya, penting bagi orangtua untuk membuat batasan yang jelas dan menyampaikan konsekuensi hukuman yang akan mereka berikan jika si anak melanggar aturan. Kalau anak-anak merasa orangtua mereka tidak serius dengan aturan tersebut, besar kemungkinan anak akan sengaja melanggarnya (baca juga: 7 Sifat Balita yang Benar-benar Menuntut Kesabaran).

4. Minim keterampilan Terkadang masalah perilaku anak muncul karena kurangnya keterampilan yang dimiliki. Seorang anak yang minim kemampuan bersosialisasi bisa saja memukul anak yang lain ketika dia merasa tidak senang. Sama halnya dengan anak yang tidak mempunyai kemampuan untuk menyelesaikan masalah. Biasanya mereka memilih tidak mau membereskan kamar mereka ketika dia mendapati mainannya tidak lagi muat dalam kotak mainan.

Jika sudah seperti ini, orangtua harus mengajarkan kedisiplinan dan keterampilan lain kepada anak. Ketika anak berlaku nakal, sebaiknya ajarkan apa yang seharusnya dia lakukan, daripada mengajarkan tentang konsekuensi yang harus diterimanya karena nakal.

5. Tidak mampu mengendalikan emosi Anak-anak sering tidak mengetahui apa yang harus mereka lakukan atas perasaan yang mereka miliki. Akhirnya mereka pun lebih mudah merasa marah dan menjadi agresif. Bahkan, anak-anak pun dapat bersikap berlebihan ketika merasa senang, tertekan, ataupun bosan. Anak-anak harus diberitahu tentang cara yang sehat ketika merasa sedih, kecewa ataupun cemas (baca juga: Mengendalikan Emosi Si Kecil Tanpa Ikut Marah).

6. Ingin merasa bebas Anak sering melanggar aturan karena ingin merasa bebas. Semakin berkembang, anak pun ingin meluaskan daerah kekuasaannya. Lagi-lagi, pembelajaran tentang disiplin dan bimbingan dari orangtua sangat penting untuk mengingatkan bahwa anak-anak belum membutuhkan kebebasan seperti yang mereka pikirkan.

Anak-anak prasekolah, misalnya. Mereka sering ingin memamerkan keterampilan baru mereka. Seiring bertambahnya usia, mereka pun ingin menunjukkan kemandirian. Biasanya, karakter lebih argumentatif dari sebelumnya pun muncul.

Begitupun pada saat remaja. Pada masa ini anak dapat menjadi pemberontak karena ingin menunjukkan kepada orang dewasa bahwa mereka dapat berpikir sendiri. Mereka juga ingin memberi tahu bahwa mereka tidak dapat dipaksa untuk melakukan hal yang tidak mereka inginkan.

7. Menunjukkan kekuasaan Perilaku menantang dan argumentatif sering muncul ketika seorang anak mencoba mendapatkan kembali kekuasaannya. Misalnya ketika anak menolak untuk disuruh membersihkan kamar karena enggan beranjak dari depan televisi (baca juga: Pola Asuh yang Malah Membuat Anak Lebih Berkuasa daripada Orangtuanya).

Orangtua dapat menawarkan anak dengan dua pilihan seperti, apakah dia lebih suka membersihkan kamar sekarang atau setelah acara televisi selesai. Cara ini dapat mengurangi anak mengeluarkan banyak argumen sekaligus meningkatkan kemungkinan perilaku patuh pada instruksi.

8. Kebutuhan yang tak terpenuhi Saat anak-anak merasa lapar, lelah atau sakit, perilaku buruk biasanya mengikuti. Dengan begitu, orangtua dapat melakukan pencegahan dengan mencaritahu apa kebutuhan anak yang belum dipenuhi ketika mereka mendadak marah.

9. Senjata untuk mendapatkan yang diinginkan Menyuruh anak agar tidak menangis atau merengek di mal dengan membelikan mainan yang mereka minta adalah sikap yang dapat membuat anak percaya diri bahwa cara tersebut akan membuat orangtua menuruti keinginannya. Menyampaikan penjelasan kepada anak tentang perbandingan penting atau tidaknya membeli satu barang dapat menjadi cara yang efektif untuk menangani hal tersebut (baca juga: Jangan Mau Kalah dengan Senjata Tangisan Anak).

10. Memiliki masalah mental Terkadang anak-anak memiliki masalah kesehatan mental yang menjadi penyebab perilaku mereka bermasalah. Sebut saja ADHD (Attention Deficit Hyperactivity Disorder) atau gangguan pada perkembangan otak yang menyebabkan penderitanya menjadi hiperaktif, impulsif, serta sulit memusatkan perhatian.

Selain itu, sering cemas atau depresi juga dapat berkontribusi dalam baik dan buruk perilaku anak. Berbicara dengan dokter anak atau profesional yang paham dengan kesehatan mental tentu menjadi cara yang tepat untuk menangani masalah ini.