'Selamat Jalan Suamiku', Baru Beberapa Jam, Kisah Sedih ini Sudah Dishare Ribuan Kali

By Saeful Imam, Jumat, 15 September 2017 | 08:45 WIB
Kisah mengharukan perjuangan rezy selvia dewi menemani suaminya yang kena kanker (Saeful Imam)

Dokterpun menghela napas panjang...ada perasaan tak enak saat itu. "Hasil pemeriksaannya kurang bagus, bapak positif terkena KANKER LIDAH, Dek.. seolah detak jantungku berhenti “KANKER…Dok?”

Tiba-tiba mataku jadi gelap, sebuah beban berat serasa menindih badanku. Aku diam dan tak bisa berkata apa-apa, lama aku terdiam. “Kanker..?” tanyaku, tapi kalimat itu tak mampu terucap hanya bersarang di kepalaku.

Sebuah penyakit yang selama ini hanya aku kenal lewat informasi dan berita-berita, kini penyakit itupun menghampiri orang terdekatku orang yang paling aku sayangi. Penyakit yang menakutkan itu menyerang suamiku. Kutatap wajah suamiku, suamiku hanya terdiam, pucat...

Bapak saya sarankan berobat ke RS DHARMAIS, karena disana rumah sakit khusus menangani penyakit seperti bapak, harus cepat ya pak, sebelum kankernya menyebar kemana2. Segera kuambil surat pengantar dokter dan menuju RS DHARMAIS. Sungguh tak pernah terpikirkan sedikitpun sebelumnya, kini kami berada dalam deretan orang-orang penderita kanker di ruang tunggu pasien. Aroma kecemasan bahkan keputusasaan tergambar di wajah mereka. Sebenarnya ini juga saya rasakan, tapi saya harus menyembunyikan raut ini di hadapan suamiku.

Aku harus tetap menyuguhkan energi penyemangat padanya. Serangkaian pemeriksaan kami lakukan, lab, usg, rontgen, ct scan, bone scan. "Dari hasil pemeriksaan, 3/4 lidah bapak sudah terkena kanker, bapak harus di oprasi di angkat lidah" kata dokter nya..

Ya Allah… apa lagi ini? Diangkat lidah? Kenapa harus suamiku yang mengalaminya? Kami pun pulang dengan perasaan yang tak tentu, nanti kita periksa ke RS SILOAM ya bii, kita cari second opinion"

Esoknya kita periksa ke RS SILOAM,, dokter melakukan endoskopi, memasukan kabel kecil yg ada kameranya melewati lubang hidungnya,, terlihat jelas kamera menangkap gambar di monitor. "Wahh, kanker nya sudah menyebar ke tenggorokan pak" Memang terlihat banyak benjolan merah di dekat pita suara. "Kalo boleh tau sudah stadium berapa dok?" "Kalo ini sih sudah stadium 4" "Terus gimana dok? Tanyaku lirih,,  “Nanti bapak harus menjalani pengobatan kemoterapi 3 kali, langsung radiasi selama 30 kali.”

Wajah suamiku putih pucat, dia hanya terdiam, terbayang beratnya derita dan kelelahan yang harus dialami suamiku. Belum lagi dengan kombinasi pengobatan kemoterapy yang melemahkan fisik.

Keluar dari ruang dokter seolah semuanya jadi gelap, rasanya aku tak kuat menahan segala beban ini. Segera aku beri kabar keluarga dan teman-teman dekatku, aku kabarkan keadaan suamiku dan kumintakan do’a dari mereka. Tak terasa bulir-bulir bening air mata bermunculan disudut mataku.

Dengan langkah lemas tak bertenaga seolah aku melayang, tulang-tulang terasa tak mampu menyangga badanku yang kecil ini, aku melihat anakku yang masih berusia 1 tahun, dia tersenyum ceria, ia tak mengerti beban berat yang menimpa orangtuanya, akupun memeluknya erat sambil menangis sejadinya. Ketika kami di rumah, kami minta pendapat dari pihak keluarga tentang pengobatan yang akan kami lakukan.

Dengan berbagai pertimbangan dan alasan pihak keluarga menyarankan agar kami tidak menempuh jalan kemo dan radiasi. Kami disarankan untuk menjalani pengobatan dengan cara alternatif dan pengobatan herbal.

Awal september 2016 kami berencana pulang kampung ke tasik, dikarenakan kondisi suami yang tak bisa lagi bekerja, untungnya dari pihak kantor memberi cuti izin sakit sampai sembuh.