Sering Memukul Balita Membuatnya Tumbuh Jadi Agresif

By Dini Felicitas, Selasa, 15 Agustus 2017 | 07:45 WIB
Anak yang sering dipukul bisa tumbuh jadi anak agresif. (Dini Felicitas)

Nakita.id - Bersikap tegas saat anak melakukan kesalahan, memang perlu. Tetapi jika sampai melakukan kekerasan dengan memukulnya, ini yang harus dihindari. Menurut sebuah penelitian terbaru, memukul anak dapat menyebabkan mereka tumbuh menjadi anak yang agresif.

Penelitian tersebut mendapatkan fakta bahwa balita yang mendapat hukuman berat, seperti dipukul, cenderung lebih agresif pada usia 10-11 tahun. Para peneliti memeringatkan bahwa orangtua yang menggunakan kekerasan saat mendisiplinkan anak, dapat merasakan dampak yang kurang baik saat anak memasuki usia remaja. Mereka justru menyarankan para orangtua untuk mendorong anak mereka mengatur emosi dari usia dini.

Penulis penelitian ini, Profesor Gustavo Carlo menjelaskan, "Temuan kami menunjukkan, bagaimana cara orangtua memperlakukan anak-anak mereka di usia muda, secara signifikan dapat memengaruhi perilaku mereka. Sebaiknya orangtua menahan diri dari hukuman fisik karena dapat memiliki dampak jangka panjang.”

Para peneliti dari dari University of Missouri menganalisis 960 pasangan ibu-anak dari ras Eropa-Amerika dan 880 pasangan ibu anak Afrika-Amerika. Anak-anak yang diteliti berusia dari 15 bulan hingga 10-11 tahun. Penelitian dilakukan dengan cara melakukan survei terhadap para pasangan ibu-anak ini, kunjungan ke rumah dan wawancara oleh guru.

Hasil penelitian yang dipublikasikan di jurnal Developmental Psychology menunjukkan, balita Afrika-Amerika yang mendapatkan hukuman berat, cenderung agresif saat mereka sudah lebih besar dan menjelang remaja. Mereka juga cenderung tidak menunjukkan perilaku positif, seperti membantu orang lain.

Sementara, pada balita Eropa-Amerika justru tidak didapati hubungan antara hukuman berat dengan sifat agresif yang akan terjadi pada anak di kemudian hari. Namun kurangnya kemampuan orangtua untuk mengatasi masalah yang terjadi pada anak balita malah bisa dikaitkan dengan kemungkinan timbulnya perilaku agresif.

Meski tidak mendapat alasan yang jelas mengapa hasil kedua etnis tersebut berbeda, tapi temuan tersebut juga mengungkapkan bahwa anak-anak yang dapat mengatur emosi mereka sendiri cenderung tidak menunjukkan perilaku agresif, terlepas dari etnis asal mereka.

“Jika kita ingin memelihara perilaku positif, semua orangtua harus mengajarkan kepada anak bagaimana mengatur perilaku mereka lebih awal,” ujar Profesor Carlo.