Berita Kesehatan Anak: Waspada Gangguan Metabolisme MMA, Bayi Gagal Tumbuh!

By Gazali Solahuddin, Minggu, 2 Desember 2018 | 13:51 WIB
Ilustrasi bayi gagal tumbuh. Perhatikan gejala dan ciri-cirinya (Pixabay.com/ one_life)

Nakita.id – Moms, berat badan bayi memang tidak berbanding lurus dengan kesehatannya. Namun jika si kecil tak kunjung mengalami kenaikan berat badan, orang tua harus segera waspada.

Terlebih jika disertai gejala lain seperti susunya sering dimuntahkan, badan terkulai lemah, dan tonggak perkembangannya tidak berhasil dicapai.

Bisa jadi si kecil gagal tumbuh akibat metabolisme tubuhnya terganggu.

Kemungkinan penyebabnya banyak. Salah satunya mungkin methylmalonic acidemia (MMA).

"Gangguan pertumbuhan merupakan salah satu gejala MMA," kata Dr. Naomi Esthernita, Sp.A.

Baca Juga : Osteoporosis Alias Tulang Rapuh Pada Anak, Sebabkan Gagal Tumbuh

Apa yang dimaksud dengan MMA? "MMA adalah suatu kelainan metabolisme bawaan (inborn errors of metabolism). Yakni, hambatan metabolisme protein terutama asam amino esensial valine dan isoleucine untuk menjadi produk-produk baru yang diperlukan tubuh," lanjut dokter spesialis anak dari RS Siloam Gleneagles, Lippo Cikarang.

Karenanya bayi tidak bisa menerima asupan ASI maupun susu formula biasa.

Hal ini terjadi karena enzim yang mengubah asam metil malonat yaitu metylmalonyl CoA mutase terlalu sedikit bahkan tidak diproduksi. Kemungkinan lain, faktor pendukung yang diperlukan agar enzim dapat bekerja, yaitu vitamin B12, tidak memadai.

Baca Juga : Cegah 'Gagal Tumbuh', Pahami Tabel Pertumbuhan Berat dan Tinggi Bayi

Waspadai Gejalanya

"Gangguan MMA sangat sulit terdeteksi. Apalagi untuk mendapatkan hasil laboratorium yang akurat mengenai adanya gangguan ini belum bisa dilakukan di Indonesia," ungkap dr. Dwi Putro Widodo, Sp.A., dari RS Siloam Gleneagles, Lippo Karawaci yang ditemui pada kesempatan terpisah.

Jadi paling tidak, waspadai indikator adanya gangguan pada anak, antara lain; malas makan dan minum, makanan atau minuman yang masuk sering dimuntahkan, otot lemah, pertumbuhan dan perkembangan terganggu, infeksi jamur berulang, muka dismorfik, kadang-kadang terdapat pembesaran hati.

Baca Juga : Bukan Faktor Berat Badan Ibu, Ternyata Ini Penyebab Janin Gagal Tumbuh

"Kemungkinan gangguan metabolisme tubuh dengan gejala serupa sangatlah banyak. Laboratorium di Indonesia belum cukup memadai. Oleh dokter sampel darah dikirim ke laboratorium yang mempunyai fasilitas lebih lengkap seperti di Australia untuk menegakkan diagnosa," lanjut Dwi.

Senada dengan Dwi, Naomi pun memberikan pendapatnya, "Jadi untuk mengetahui secara dini, sebaiknya dilakukan skrining pada bayi baru lahir (newborn screening). Caranya, gunakan noktah darah kering di kertas saring untuk dikirimkan ke laboratorium yang berkompetensi untuk itu."

Baca Juga : Berita Kesehatan: Hati-hati dengan Bahan Pembersih Rumah Tangga, Bisa Meracuni Anak!

Untuk diketahui, MMA diturunkan secara autosomal resesif. Artinya, kedua orang tua membawa gen abnormal, tapi tidak selalu menimbulkan gejala karena tertutup oleh kerja gen yang normal.

Jika kedua gen abnormal tersebut bertemu, maka si bayi yang dilahirkan akan menderita MMA. "Orang tua yang terdeteksi mempunyai kelainan ini, sebaiknya segera waspada begitu mempunyai bayi," saran Dwi.

Sedangkan faktor pola makan, gaya hidup, polusi dan sebagainya, menurut Dwi tidak ada kaitannya dengan kasus ini.

Baca Juga : Berita Kesehatan Akurat: Inilah Obat Ambeien Alami, Catat Moms!

Meski kasusnya tergolong jarang, sebaiknya orang tua tetap waspada. Untuk itu Naomi menyarankan beberapa hal berikut:

* Kalau memang memungkinkan, sebaiknya lakukan newborn screening pada setiap bayi baru lahir untuk mendeteksi adanya kelainan metabolisme bawaan secara dini, termasuk kelainan MMA ini.

* Bila mempunyai bayi dengan gangguan pertumbuhan atau perkembangan, sebaiknya konsultasikan pada dokter anak.

Baca Juga : Berita Kesehatan: Kisah Bayi yang Alami Pembusukan Usus Setelah Diberi MPASI di Usia 5 Bulan

* Bila ada anggota keluarga yang mempunyai kelainan seperti itu, sementara pasangan suami istri ingin punya anak lagi, sebaiknya lakukan konsultasi genetik untuk mendeteksi kelainan ini melalui prenatal diagnosis.