Nakita.id - Seperti halnya tumbuh kembang yang lain, munculnya kemampuan berjalan pada setiap anak pun berbeda-beda. Ada yang lebih cepat (bahkan mampu berjalan di usia 1 tahun), ada yang tidak. Ada beberapa hal yang menjadi alasan. Si batita mungkin mewarisi kecepatan kemampuan Ibu atau Ayah (dalam melakukan langkah pertama, baik yang lebih cepat maupun yang lebih lambat).
Selain itu, tubuh dan temperamen si kecil juga memiliki peran di sini. Batita yang ramping dan sangat aktif mungkin akan lebih cepat dalam mencoba melangkah ketimbang batita yang lebih kalem. Lalu, beberapa batita yang bersikap lebih hati-hati hanya akan melangkah ketika mereka yakin bahwa mereka tidak akan jatuh; sementara batita lain yang pemberani akan langsung terjun untuk menjelajah.
Asalkan masih berlangsung dalam rentang waktu berjalan (milestones), kita tak perlu cemas. Percayalah, ketika mereka sudah siap mencoba melangkah tanpa berpegangan, Ibu dan Ayah boleh bersiap-siap untuk menyaksikan langkah-langkah pertama si kecil.
Ada sejumlah cara yang bisa Ibu lakukan guna mengajarkan anak berjalan, seperti terangkum dalam buku Caring for Your Baby and Young Child: Birth to Age 5 (American Academy Of Pediatrics), namun tercatat ada juga beberapa kesalahan orangtua saat mengajarkan anak berjalan:
Menggunakan baby walker. Sejumlah penelitian menunjukkan bahwa penggunaan baby walker bisa memperlambat perkembangan motorik anak dan menyebabkan masalah pada punggungnya. Yang lebih buruk lagi, baby walker bisa saja terbalik atau menggelinding jatuh dari tangga, yang bisa mengakibatkan si batita mengalami cedera.
Terlalu lama bermain di stationary activity center. Ini adalah tempat bermain seperti kotak berpagar cukup luas di mana batita bisa mondar-mandir di dalamnya. Memang tidak berisiko membuat batita terjatuh atau terkena benda keras, tapi alat bermain itu juga tidak meningkatkan keterampilan berjalan si kecil. Bahkan ketika dia berdiri dan bermain sekaligus. Ingat, ia butuh mengembangkan otot dada dan lengannya agar bisa berjalan—dan bukan hanya otot kaki saja—jadi biarkan ia bermain di sana selama 30 menit, setelah itu angkat dia.
Selalu memakai alas kaki. Ibu tidak perlu membeli banyak alas kaki untuknya. Alas kaki terbaik bagi si kecil yang tengah belajar berjalan adalah tanpa alas kaki. Biarkan ia bertelanjang kaki (atau, jika ingin, gunakan kaus kaki anti-terpeleset), baik di dalam maupun di luar ruangan yang permukaannya aman. Berjalan tanpa alas kaki bisa membantu anak membentuk otot di kaki dan pergelangan kakinya, membantu perkembangan lengkungan di telapaknya, dan melatih keseimbangan serta koordinasi tubuhnya.
Saat menjelajah di luar ruangan, Ibu bisa melengkapinya dengan sepatu yang ringan dan fleksibel. Jangan gunakan sepatu yang tinggi atau sneakers yang menutupi bagian mata kakinya—terlalu banyak pelindung mata kaki bisa menyulitkan buah hati untuk berjalan karena gerakannya menjadi lebih terbatas.
Tidak memberi waktu anak untuk berhenti dan waktu untuk mulai. Mungkin akan ada waktunya si batita berhenti belajar berjalan selama beberapa minggu atau bahkan 1 bulan. Atau bisa jadi buah hati tengah menikmati merangkak ke sana kemari sehingga baginya berjalan sebaiknya dilakukan nanti saja. Lagi pula, untuk apa berhenti merangkak guna mencoba melakukan sesuatu yang, baginya, tampak lebih lambat? Batita lain yang tengah belajar berjalan bisa saja tiba-tiba kembali merangkak setelah mengalami jatuh yang parah atau menderita sakit. Jadi, biarkan anak yang memilih aktivitas apa yang ingin ia lakukan.
Demikian sejumlah kesalahan orangtua saat mengajarkan anak berjalan. Semoga Ayah dan Ibu cepat mengetahuinya, dan anak bisa segera melakukan langkah pertamanya.
(Ratna Dyah Wulandari)