Nakita.id - Setelah beberapa tahun pernyataan adanya keterkaitan antara autisme dan vaksin meresahkan masyarakat, studi demi studi telah membuktikan bahwa vaksin bukanlah penyebab anak mengalami gangguan spektrum autisme.
Sayangnya, hingga saat ini juga belum ada penjelasan apa penyebab gangguan autisme dan mengapa jumlah anak yang didiagnosis menderita autisme setiap tahunnya kian meningkat.
Pada acara Healthy Child Healthy World and Environmental Working Group yang dirancang untuk meningkatkan kesadaran tentang polutan dalam makanan dan lingkungan kita, Dr. Harvey Karp, dokter anak yang terkenal di Amerika Serikat juga menyinggung hal ini.
"Ratusan diskusi soal autisme sudah banyak digelar. Sering kali juga menyinggung tentang imunisasi, termasuk merkuri yang terdapat dalam imunisasi. Namun saya hendak mengatakan, bahwa imunisasi adalah hal terbaik yang perlu kita lakukan untuk melindungi anak-anakm dan hal ini tidak ada hubungannya dengan autisme, " kata Karp.
Baca juga : Riset Terbaru: Cara Mendeteksi Autisme Sejak Bayi
Meski begitu, ada satu teori lagi yang mengatakan bahwa autisme bisa disebabkan paparan bahan kimia tertentu yang dapat mengganggu endokrin. Bahan tersebut ada di dalam plasticized plastic.
Ibu mungkin pernah mendengar tentang BPA (Bisphenol-A) , yaitu zat kimia yang mengganggu endokrin. BPA pertama kali dibuat menjadi estrogen.
Setiap orang memiliki BPA di tubuhnya dan setiap orang juga memiliki bahan kimia phthalates.
Semua itu memiliki efek hormonal dan ada puluhan lainnya, di mana hormon adalah zat pengantarnya yang bertugas memberi tahu sel 'Lakukan ini, jangan lakukan itu.'
Bila zat kimia aktif hormon ini berhasil masuk ke otak bayi atau bahkan sebelum kelahiran, maka kondisi ini mampu memengaruhi perkembangan otak si kecil.
Alasan Dr. Harvey berpikir bahwa ini bisa berhubungan dengan autisme adalah karena kondisi ini yang tidak terbagi rata antara anak laki-laki dan perempuan.
Anak laki-laki mengalami lebih banyak kecenderungan autisme, yakni sebesar 4 kali lebih banyak, di mana mereka juga didiagnosis 9 kali lebih banyak dengan Sindrom Asperger.