Nakita.id - Bagi kita mungkin biasa menilai bentuk tubuh anak, entah itu kurus atau gendut.
Tetapi menilai bentuk tubuh anak itu termasuk labelling fisik.
Sebaiknya mulai dari sekarang Moms meninggalkan kebiasaan menilai bentuk tubuh anak.
Menurut Kantiana Taslim, M.Psi., seorang psikolog klinik anak, fenomena labelling anak gendut versus anak kurus sudah ada sejak bertahun-tahun yang lalu.
Kantiana mengatakan, labelling fisik berupa kritik yang sering sering dilontarkkan kepada anak ataupun orang tua yang memiliki anak yang terlabel tentang bentuk badan.
Baca Juga : #LovingNotLabelling: Coba Pahami Si Kecil Agar Tak Terjadi Labelling di Rumah
"Kalau labelling sendiri sebenarnya macam-macam tergantung kita mau bicara apa.
Kalau bicara tentang anak kurus versus anak gendut, labelling dalam bentuk apa pun sebenarnya itu tidak ada yang bisa ditolerir.
Misal labelling pada anak kurus masih bisa ditolerir, semua bentuk labelling bukan hal yang patut dibicarakan atau dinyatakan," jelas Kantiana.
Ketika kita memberi labelling ke anak, anak menangkap bahwa ia menerima nilai dan tertanam.
Misalnya, 'oh kalau kurus itu jelek, yang bagus itu kalau kamu ada peningkatan berat badan'
"Padahal sebenarnya kurus belum tentu juga buruk atau jelek, yang penting sebenarnya sehat. Jadi harus dilihat balik lagi bukan kurus atau gendutnya atau berat badannya tapi juga kecukupan gizi," ucap Kantiana.
Memberi nilai bentuk tubuh anak atau labelling fisik mengarah pada jenis labelling negatif karena sudah termasuk pada body shaming.
Baca Juga : #LovingNotLabelling: Ajak Dads Terapkan No Labelling di Rumah Yuk, Moms!
"Kalau kita orang dewasa pasti sudah pernah dengar istilah body shaming.
Tidak hanya pada orang dewasa, hal ini juga terjadi pada anak-anak.
Menilai anak kurus termasuk body shaming, kenapa? Karena itu membuat orang atau mengajarkan orang untuk menilai anak berdasarkan penampilan fisiknya dan dampaknya juga bisa meluas, tidak hanya ke anak tetapi juga ke orang tuanya," ucap Kantiana.