Kenali Radang Otak yang Merenggut Nyawa Pesebakbola Timnas U-16, Terbukti Penyakit Encephalitis Lebih Mudah Menyerang Anak-anak

By Safira Dita, Sabtu, 2 November 2019 | 10:12 WIB
Penyakit Radang Otak Encephalitis Lebih Sering Menyerang Anak-anak (pixabay)

Nakita.id - Baru-baru ini, publik dikejutkan dengan berita duka yang menyelimuti ranah sepak bola nasional.

Salah satu pemain Timnas U-16, Alfin Farhan Lestaluhu, meninggal pada Kamis (31/10/2019) malam.

Dikabarkan jika Alfin meninggal di Rumah Sakit Harapan Kita, Jakarta.

Sejak September lalu, Alfin kerap mengeluh sakit kepala.

Baca Juga: Anggota Timnas U-16 Indonesia, Alfin Lestahulu Berpulang karena Encephalitis, Gejalanya Mirip Sakit Flu!

Ia pun sempat menjalani perawatan di rumah sakit sebelum akhirnya menghembuskan nafas terakhir.

Dari laman resmi PSSI, Alfin didiagosis menderita encephalitis dengan hypoalbumin yang merenggut nyawanya.

Dokter spesialis saraf dari Rumah Sakit Pondok Indah (RSPI), dr Rubiana Nurhayati Sp.S, menyebutkan bahwa encephalitis (ensefalitis) merupakan radang otak.

“Itu infeksi yang mengenai otak. Penyebabnya bisa bermacam-macam. Bisa karena virus, bakteri, tuberculosis (TBC), jamur, autoimun, dan lain-lain,” tutur dr Rubiana kepada Kompas.com, Jumat (1/11/2019).

Baca Juga: Ruben Onsu Larang Betrand Peto Terima 'Makanan' Ayu Ting Ting Hingga Buat Suami Sarwendah Disindir, Sahabat Ivan Gunawan Kecewa?

Berbagai gejala radang otak lainnya biasanya ditentukan oleh bagian otak mana yang terkena infeksi virus, bakteri, maupun jamur.

“Gejalanya demam, penurunan kesadaran, muntah, sakit kepala, dan bisa saja kejang,” tuturnya.

Meski termasuk dalam penyakit langka, lanjut dr Rubiana, prognosis dari encephalitis sangat buruk.

Penyakit ini bisa berkembang cepat dan membutuhkan perawatan segera. Dalam kasus yang lebih serius, penyakit ini bisa mengakibatkan terjadinya gangguan berbicara, ingatan, hingga kematian.

Baca Juga: Biasa Langsung Dibuang, Sisa Kulit Jeruk Ternyata Bisa Membuat Dapur Jadi Kinclong! Begini Caranya

Ada banyak faktor risiko terjadinya encephalitis mulai dari usia, sistem kekebalan tubuh yang lemah, hingga wilayah geografis (tinggal di daerah dengan populasi nyamuk atau kutu pembawa virus).

“Encephalitis prognosisnya buruk. Angka kematian dan kecatatannya tinggi. Penanganannya tidak sembarangan, tergantung penyebabnya,” jelas dr Rubiana.

Pengobatan penyakit ini bisa dimulai dari konsumsi obat-obatan, perawatan pendukung seperti infus dan alat bantu pernafasan, serta terapi pendukung seperti terapi fisik hingga psikoterapi.

Dilansir dari Kidshealth, penyakit Ensefalitis juga disebut ensefalitis virus akut atau ensefalitis aseptik adalah penyakit langka.

Baca Juga: Heboh Video Syur Mirip Nagita Slavina Tersebar di Media Sosial, Sosok Ini Pastikan Istri Raffi Ahmad Doppelgangger, Kok Bisa?

Bahkan fakta mengejutkan jika sebagian besar kasus terjadi pada anak-anak dan orang-orang dengan sistem kekebalan yang lemah (dari HIV / AIDS , kanker, dll.).

Dikabarkan ada beberapa ribu kasus ensefalitis dilaporkan ke Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) setiap tahun.

Tetapi para ahli kesehatan berpikir bahwa lebih banyak kasus terjadi yang tidak dilaporkan karena gejalanya bervariasi dan bisa ringan.

Sayangnya, ensefalitis tidak dapat dicegah, tetapi Moms dapat menghindari penyakit yang dapat menyebabkannya.

Caranya dengan memberikan imunisasi untuk melindungi anak-anak dari banyak penyakit pada masa kanak-kanak.

Selain melakukan imunisasi, Moms juga harus perhatikan si kecil untuk menghindari kontak dengan siapa pun yang sudah menderita ensefalitis.

Baca Juga: Aurel Hermansyah Kembali Tak Gubris Perlakuan Krisdayanti, Putri Anang Hermansyah Malah Asyik Liburan Bareng Ashanty di Labuan Bajo