#LovingNotLabelling: Jangan Berteriak dan Melabel Jika Anak Melakukan Kesalahan, Atasi dengan Cara Ini

By Poetri Hanzani, Sabtu, 16 November 2019 | 12:19 WIB
#LovingNotLabelling: jangan berteriak pada anak (Freepik.com/peoplecreations)

Nakita.id - Sebagai orangtua, Moms tentu ingin memiliki anak yang patuh dan taat.

Namun terkadang, ada sikap anak yang mungkin membuat Moms kesal dan marah.

Bahkan tanpa disadari, hingga membuat Moms berteriak padanya.

Meskipun tak ada kekerasan fisik ketika Moms berteriak pada anak, tetapi kekerasan verbal mengikis kondisi mental, kepercayaan dirinya secara luar biasa.  

Dr Sanghanayak Meshram, psikiater dan seksolog Mumbai memberikan pemahaman tentang bagaimana kekerasan verbal mempengaruhi si Kecil ketika mereka menerima kata-kata kasar, saran yang tidak diinginkan, perbandingan dan segala pikiran orangtua tentang anaknya.

Baca Juga: #LovingNotLabelling: Tak Banyak yang Tahu, Tantrum yang Dialami Anak Ternyata Baik untuk Kesehatan Emosionalnya

Berikut dampak dan cara yang dapat dilakukan Moms jika memarahi atau meneriaki anak sesuai dengan usianya:

1. Bayi baru lahir hingga usia satu tahun: Anak pada usia ini membutuhkan banyak cinta, perhatian, kasih sayang dan banyak kesabaran agar bisa menyesuaikan diri dengan dunia baru.

Namun, jika Moms menderita depresi pascamelahirkan, Moms mungkin lebih sering meneriaki anak.

"Ini tidak membantu sama sekali. Bahkan jika Moms berteriak pada si Kecil untuk menyampaikan pesan, itu hanya akan membuat orang bingung," ungkap Dr Sanghanayak.

Bagaimana pengaruhnya: Pada usia ini, berteriak hanyalah sebuah gangguan yang tidak dapat dimengerti anak.

Anak mungkin akan lebih mudah marah dan bisa mengganggu siklus tidurnya.

Memang tidak akan memiliki efek jangka panjang bagi anak, tetapi sebaiknya Moms tahan diri agar tidak meneriaki bayi yang baru lahir.

Apa yang harus Moms lakukan: Berilah pelukan, ajak anak bermain, dan tentu saja bicara padanya agar bayi lebih terikat dengan Moms dan merasakan keamanan serta kenyamanan yang datang dari adanya ikatan batin orangtua.

Baca Juga: #LovingNotLabelling: Intip Tips Ampuh Agar Si Kecil Gemar Belajar, Jangan Melabel Anak Bodoh Ya!

2. Usia satu sampai tiga tahun: Pada usia ini, anak-anak sangat rentan, dan cara Moms bersikap padanya akan meninggalkan kesan yang kelak mungkin sulit dilupakan.

Pada tahap ini, kita lebih sering berteriak untuk memastikan keselamatan mereka, bukan mendisiplinkan mereka.

Misal, ketika Moms berteriak jika ia berjalan di lantai basah, atau saat anak tidak mau menghabiskan makanannya.

“Tapi sekali lagi, ini bukan hal yang bisa dipahami anak-anak,” kata Sanghanayak.

Baca Juga: #LovingNotLabelling: Daripada Moms Labeli Si Kecil dengan Kata 'Egois', Ini Langkah Mudah Ajarkan Anak untuk Selalu Bersyukur

Bagaimana pengaruhnya: Pada usia ini, berteriak dan omelan membuat anak menjadi cemas.

Hal ini juga dapat merusak kepercayaan diri dan enggan berpikir terbuka.

Mereka lebih banyak memikirkan konsekuensinya ketimbang berani mengekspresikan diri, menurut Sanghanayak.

Apa yang harus Moms lakukan: Begitu Moms selesai memarahi dan meneriakinya, pilih tindakan yang lebih bijaksana untuk menyampaikan bahwa Moms tetap mencintainya.

“Anak-anak butuh penutupan dari episode seperti itu. Duduk dan katakan dengan tenang kepada anak Moms mengapa Moms harus berteriak dan mengapa tindakannya bisa berbahaya,” kata Dr. Sanghanayak. 

3. Usia tiga sampai lima tahun: Ini usia sulit. Anak akan terus-menerus membandingkan perilaku orang-orang di sekitarnya.

Jadi cara Moms berbicara atau berteriak akan dibandingkan cara kakek dan neneknya atau anggota keluarga lainnya saat berbicara dengannya.

Pada usia ini juga anak akan menuntut rasa hormat dari orangtua dengan cara mereka, menurut Dr Sanghanayak.

Baca Juga: #LovingNotLabelling: Sering Salah Kaprah, Moms Harus Tahu Cara Memberi Reward pada Si Kecil Tetapi Tak Berlebihan

Bagaimana pengaruhnya: Terlalu banyak berteriak dan membentak akan menegangkan ikatan orangtua-anak.

Gaya pengasuhan semacam ini akan membuat anak menjadi obsesif.

Anak-anak yang menjadi sasaran kata-kata kasar akan berusaha sempurna pada apa saja yang mereka kerjakan, sehingga mereka tidak menjadi sasaran kemarahan orangtua.

Ini bisa menghancurkan diri sendiri.

Konsekuensi lain adalah kemungkinan mereka mulai berbohong kepada Moms karena mereka berpikir kebenaran mungkin tidak menyenangkan Moms.

"Mereka mulai mengalami krisis kepercayaan dengan Moms,” kata Dr. Sanghayanak.

Apa yang harus Moms lakukan: Hindari menggunakan kata-kata kasar dan beri lebih banyak aksi cinta.

Beri waktu tenang dan mulai berikan pengertian pada anak alasan Moms memarahinya.

Libatkan anak untuk mengoreksi kesalahan yang dilakukan anak.

Ini akan membuat anak bersedia untuk belajar lebih baik dan tidak mengulanginya di masa mendatang.

Baca Juga: #LovingNotLabelling: Ini Kata-kata yang Tepat Memotivasi Si Kecil Tanpa Memberi Pujian Berlebihan, Yuk Coba Terapkan

Namun, kadang-kadang orangtua perlu juga memarahi anak.

“Jika Moms tidak pernah memarahai anak, ini juga bisa merusak. Anak yang dimanja mungkin tidak bisa menerima instruksi dari Moms kelak. Ketika Moms baru berusaha mendisiplinkannya nanti, katakanlah ketika ia berusia tujuh atau delapan, kemungkinan ia akan memberontak, kata Dr. Sanghayanak.

"Ini bisa mengarah pada kebisaan menghancurkan diri sendiri seperti merokok, membenturkan kepala ke dinding, marah dan menyendiri. Jadi yang terbaik adalah memiliki rencana aksi dan konsekuensi. Ketika Moms membentak anak, ingat untuk menyelesaikan seluruh episode dengan pelukan atau kata-kata manis,” demikian nasihat Dr. Sanghayanak.