Pintar Saja Tidak Cukup, Anak Perlu Cerdas Emosi Agar Sukses & Tumbuh Hebat

By Saeful Imam, Selasa, 10 Desember 2019 | 10:21 WIB
Jangan hanya jadikan anak pintar, tapi jadikan juga ia cerdas emosi (Bebelac)

Nakita.id – Ada anggapan, agar sukses seseorang harus menguasai banyak hal, pintar dalam segala bidang, dan cerdas dalam berbagai segi. Peran IQ pun seolah menjadi nomor satu dan selalu dikedepankan.

Tak usah heran, sejak dini banyak orangtua yang berupaya menjejali anak berbagai pengetahuan, skill, dan banyak keterampilan dengan harapan dia bisa menatap masa depan dengan lebih cemerlang. Akibatnya, anak pun dijejali berbagai kursus seperti kursus membaca serta menulis, les berhitung, dan lainnya.

Sejatinya, apa yang dilakukan orangtua di atas tidak sepenuhnya dikatakan keliru. Sebab, orangtua ingin memberikan yang terbaik buat anak.  Hanya saja, orangtua perlu memastikan, apakah anak sudah membutuhkan berbagai kemampuan itu di usia balita atau tidak?

Selain itu, banyak dari kita sebenarnya lupa, peran kesuksesan tak hanya ditentukan oleh IQ (kecerdasan kognitif) tapi juga EQ (kecerdasan emosi). Tidak usah terlalu jauh dengan melihat ke masa depan, saat anak memasuki jenjang prasekolah. Anak yang cerdas tidak hanya yang bisa berhitung dan menguasai kemampuan membaca, melainkan juga bagaimana kemampuan anak beradaptasi dengan lingkungan di luar rumahnya, bisa duduk diam, tidak mengganggu teman, mengikuti instruksi guru, menyelesaikan tugas sampai selesai, pandai memotivasi diri sendiri, dan mengenali emosi diri dan orang lain.

Anak yang cerdas emosi biasanya lebih mengenal tujuan serta manfaat belajar. Tidak usah heran, dia dapat menguasai berbagai kemampuan dan keterampilan sesuai dengan usianya karena motivasi belajarnya sangat besar.

Ia pun dapat memaksimalkan segenap potensi yang dimiliki untuk mencapai kemampuan yang diharapkan. Emosi anak yang sehat dan positif juga menjadikan ia pintar bergaul dan mudah menyesuaikan diri dengan lingkungan baru. Sikapnya menyenangkan dan mudah diterima orang lain. Meski masih dalam fase egosentris, anak lebih mudah berteman dengan sebaya. Tidak usah heran, dia mempunyai banyak teman di mana pun dia berada.  

Untuk itu, orangtua sebaiknya menyeimbangkan agar IQ dan EQ agar tetap seimbang.

YUK, ASAH KECERDASAN EMOSI ANAK

Kecerdasan emosi bukanlah kecerdasan nomor dua dan dianggap lebih rendah daripada kecerdasan lainnya. Berbagai penelitian telah membuktikan, EQ lebih berperan dalam keberhasilan seseorang ketimbang IQ. Bayangkan, sebuah survey menyatakan bahwa IQ seseorang hanya berperan 20% dalam kesuksesan seseorang. Selebihnya adalah kecerdasan emosi dan sosial.

Selain itu keberhasilan kinerja seseorang ditentukan oleh El dan hanya 4% ditentukan oleh kemampuan teknis. "Dari penelitian banyak ditemui orang-orang ber-IQ 160 ke atas tapi dipimpin orang yang ber-IQ 100 saja karena yang ber-IQ lebih rendah itu memiliki kecerdasan emosi yang lebih tinggi."

Meski begitu, IQ tetap menjadi penting. Sebab, mendiang Prof Sarlito Wirawan pernah mengatakan, agar nilai EQ tinggi, seseorang minimal harus memiliki IQ standar. Jika nilai IQ dibawah normal, kemungkinan orang itu sulit untuk mengendalikan diri dan cerdas emosi.

Meski EQ dapat diasah sepanjang hayat, tapi menanamkan EQ sejak dini sangatlah penting. Selain itu, perkembangan emosi anak tidak berjalan sendiri, melainkan perlu distimulasi dengan cara berikut: Berikan Contoh Orangtua perlu mengedepankan contoh saat mengajarkan emosi pada anak. Saat marah, kesal, atau menghadapi masalah, cobalah untuk menghela napas beberapa detik. Contoh kecil itu akan mengajarkan anak bagaimana mengendalikan emosi.

Ajarkan anak mengenali emosinya. Sebagai gambaran, sering kali anak uring-uringan tidak jelas, maunya marah-marah saja meski permintaannya sudah dituruti. Hal ini terjadi karena anak tidak mengenal dengan baik apa yang dirasakannya saat itu. Nah, bantu ia mengidentikasi perasaannya. “Oh, Kakak kesal karena mainanmu dirusak Kakak? Yuk, Mama bantu memperbaiki. Mama akan minta Kakak untuk minta maaf.”

Tunjukkan beberapa alternatif penyaluran emosi secara positif. Kalau kesal karena diejek teman, katakan bahwa mengejek memang tidak baik. Ajari anak untuk berani mengungkapkan kepada si pengejek bahwa ia tidak suka diejek. Jadikan pengendalian emosi sebagai kebiasaan positif yang dilakukan oleh orang serumah. Sesekali sedih, marah, atau kecewa itu manusiawi, yang penting tidak mengumbarnya secara berlebihan. Begitu pun untuk emosi positif seperti gembira, bahagia dan sebagainya, sebaiknya juga diekspresikan dengan cara tak berlebihan, yang membuat orang lain terganggu.

Untuk mengapresiasi hebatnya peran Ibu untuk mendidik anak hebat, Bebelac mengajak para Ibu untuk share cerita, selama ini apa arti ibu hebat dan anak hebat versi Ibu? Yuk, tuliskan pandangan Ibu tentang arti ibu hebat dan anak hebat di akun Instagram atau Facebook @bebeclub. Ada hadiah langsung dari Bebelac X Minitoday yang menanti, yuk share cerita Ibu di kolom komentar akun @bebeclub sekarang!