Ternyata Melabel Anak Pintar dan Baik Malah Berdampak Buruk Bagi Si Kecil, Kok Bisa? #LovingNotLabelling

By Riska Yulyana Damayanti, Minggu, 22 Desember 2019 | 13:19 WIB
#LovingNotLabelling: melabel 'anak pintar' dan 'anaik baik' malah berdampak buruk, kok bisa? (freepik)

Hal itu membentuk sebuah skenario di mana anak-anak dapat menjadi takut kehilangan status mereka sebagai "anak yang baik".

Motivasi mereka untuk bekerja bisa saja hanya ingin mendapatkan umpan balik yang mereka harapkan, yaitu mendapatkan predikat baik.

Sebaiknya

Moms bisa mengatakan "mainan yang kamu bagikan pada teman-teman membuat mereka bahagia."

Kalimat itu lebih tepat diungkapkan karena bisa membuat anak berpikir bahwa memberi adalah hal yang berdampak baik.

Sehingga anak bisa mengulangi perbuatannya itu karena motivasi dalam dirinya bukan karena ingin mendapatkan pujian.

2. Melabel "anak pintar"

Dengan memberi tahu anak-anak bahwa mereka cerdas, Moms secara tidak sengaja mengirim pesan bahwa mereka hanya pintar ketika mereka mendapatkan nilai, mencapai tujuan, atau menghasilkan hasil yang ideal.

Baca Juga: 4 Kali Nikah, Komedian Terkenal Ini Pernah Hidup Sengsara Jadi Kuli Bangunan Sebelum Sukses

Hal itu bisa memberikan tekanan pada seorang anak muda hingga dewasa.

Penelitian telah menunjukkan bahwa ketika kami memberi tahu anak-anak bahwa mereka pintar setelah menyelesaikan puzzle, mereka cenderung enggan mencoba puzzle yang lebih sulit setelahnya.

Itu karena anak-anak khawatir jika mereka tidak melakukannya dengan baik, kami tidak akan lagi berpikir mereka "pintar."

Sebaiknya

Tentu, memecahkan teka-teki itu menyenangkan, tetapi begitu juga mencoba teka-teki yang bahkan lebih sulit.

Studi-studi yang sama menunjukkan bahwa ketika kita fokus pada upaya seperti “wow, kamu benar-benar berusaha keras hingga kamu berhasil menyusunnya!” 

Maka kalimat itu membuat anak-anak jauh lebih mungkin untuk mencoba teka-teki yang lebih menantang di waktu berikutnya.