Dilakukan Autopsi Pada Mayat Pasien Virus Corona, Ilmuwan Kaget Temukan Hal Ini dan Ungkap Organ Vital yang Alami Kerusakan Parah

By Diah Puspita Ningrum, Rabu, 4 Maret 2020 | 20:15 WIB
Ilustrasi virus corona (Pixabay.com/sphotoedit)

Nakita.id - Indonesia dikejutkan oleh pengumuman dari Presiden Joko Widodo soal pasien virus Corona.

Dua orang WNI disebut telah dites positif terjangkit virus COVID-19.

Pasien virus Corona tersebut kini tengah dirawat di Rumah Sakit Sulianti Saroso.

Keduanya, menurut Jokowi, sempat melakukan kontak dengan warga negara Jepang yang sedang berkunjung ke Indonesia.

WN Jepang itu sendiri sebelumnya tidak terdeteksi terinfeksi corona saat masuk ke Indonesia.

Baca Juga: Sebut Hasrat Ranjang Kiwil Buatnya Jijik, Meggy Wulandari Ungkap Tak Inginkan Harta Gono-gini dari Sang Pelawak, Tapi Harus Nafkahi Segini untuk Anak-anaknya

Namun, saat tiba di Malaysia, sepulang dari Indonesia, WN Jepang tersebut dinyatakan terjangkit virus Corona.

"Orang Jepang ke Indonesia bertemu siapa, ditelusuri dan ketemu. Ternyata orang yang terkena virus Corona berhubungan dengan dua orang, ibu 64 tahun dan putrinya 31 tahun," kata Jokowi di Istana Kepresidenan, Senin (2/3/2020).

"Dicek dan tadi pagi saya dapat laporan dari Pak Menkes bahwa ibu ini dan putrinya positif Corona," tutur Presiden.

Terlepas dari berita tersebut, peneliti China telah melakukan autopsi untuk mengetahui bagian dalam tubuh korban yang meninggal akibat virus Corona.

Hasilnya pun mengejutkan, ilmuwan temukan hal-hal yang selama ini belum pernah kita ketahui.

Laporan yang diterbitkan oleh jurnal media Inggris, The Lancet ini berdasarkan autopsi yang dilakukan para ahli dari Pusat Medis Kelima Rumah Sakit Umum, Tentara Pembebasan Rakyat di Beijing.

Mereka memperoleh sampel biopsi dan autopsi, dari seorang pria berusia 50 tahun yang meninggal akhir Januari lalu akibat virus Corona.

Hasilnya ilmuwan temukan situasi yang mirip dengan wabah SARS, penyakit yang pernah menyerang China Selatan tahun 2002-2003.

Pada saat itu SARS menewaskan lebih dari 800 orang dan lebih dari dua lusin negara saat itu juga merasakan dampak dari wabah tersebut.

Baca Juga: Bak Petir di Siang Bolong, Ari Wibowo Kepergok Bawa Obat Stroke di Dompetnya, Sakit?

Sementara itu wabah MERS di tahun 2012, pertama kali diidentifikasi di Arab Saudi menyebabkan 860 kematian secara global.

Pria yang diautopsi di Beijing itu memiliki gejala awal pada 14 Januari kemudian meninggal dua minggu kemudian.

Setelah itu dia mendonasikan tubuhnya untuk bahan penelitian jika dirinya meninggal, namun akhirnya dia benar-benar tewas.

Kemudian setelah ilmuwan melakukan penelitin dengan autopsi temukan pada alveoli di kedua paru-parunya mengalami kerusakan.

Juga ditemukan cedera pada hatinya yang kemungkinan disebabkan oleh virus Corona.

Ada kerusakan yang kurang substansial pada jaringan jantung, menunjukkan bahwa infeksi "mungkin tidak secara langsung merusak jantung."

Peneliti mengatakan, bahwa pengobatan anti-inflamasi yang direkomendasikan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tidak boleh secara rutin digunakan di luar uji klinis.

Wa Fu-sheng dan Zhao Jingmin dua rekan penulis itu tidak mampu menghadapi kometar lebih lanjut.

Tapi mereka mencatat dalam penelitian ini bahwa tidak ada patologi yang ditemukan, sebelum kasus virus Corona.

Wabah ini telah menyebabkan sekitar 74.000 orang terinfeksi dan lebih dari 2.000 orang meninggal, sementara yang disembuhkan sekitar 16.000 orang.

Baca Juga: Resmi Setahun Menikah, Kebohongan Syahrini Pada Reino Barack di Momen Anniversary Justru Dibongkar Sang Adik, Ada Apa?

Lebih dari 25 negara telah melaporkan infeksi virus Corona, dan memicu kekhawatiran bahwa wabah tersebut oleh WHO digolongkan sebagai darurat global.

Sebuah studi terpisah yang diterbitkan dalam The Lancet oleh para spesialis dari University of Edinburgh pada 7 Februari berpendapat bahwa, tentang penggunaan kortikosteroid.

Suatu kelas hormon steroid banyak digunakan selama wabah SARS dan MERS dan telah dicoba pada pasien virus Corona baru.

Studi pengamatan menyarankan penggunaannya untuk mengurangi peradangan dapat menyebabkan komplikasi termasuk diabetes, kematian jaringan tulang dan penundaan pengangkatan virus.

Lima ilmuwan China yang dipimpin oleh Lianhan Shang dari Universitas Pengobatan China Beijing, menerbitkan tanggapan terhadap penelitian yang mendorong penggunaaan kortikosteroid dalam kasus tertentu.

Tanggapan ini mengakui risiko penggunaan kortiskosteroid dosis tinggi pada pasien virus Corona, termasuk potensi infeksi lainnya.

Baca Juga: Putri Annisa Pohan Asyik Main Tik Tok, Warganet Justru Tergelak Saat Pergoki Penampakan di Belakang Cucu SBY

Tapi mungkin dibenarkan untuk pasien yang sakit kritis dengan peradangan yang signifiasinnya terletak di paru-paru mereka.

(Artikel ini sudah tayang di Grid Pop dengan judul: Lakukan Otopsi Terhadap Mayat Korban Virus Corona, Ilmuwan Terkejut Temukan Hal yang 'Asing' Hingga Ungkap Kondisi Organ Vital yang Alami Kerusakan Ini)