Peluncuran #SayaPejalanBijak, Penanda 15 Tahun Perjalanan National Geographic Menginspirasi Indonesia

By Cynthia Paramitha Trisnanda, Sabtu, 28 Maret 2020 | 11:02 WIB
Peluncuran #SayaPejalanBijak yang menandai perayaan 15 Tahun National Geographic Indonesia, 28 Maret 2020. (National Geographic Indonesia)

"Kami mengajak para pejalan dan komunitas pejalan untuk bersama-sama sebagai agen perubahan," kata Didi. Kampanye ini menjadi kesempatan kita untuk meningkatkan kesadaran global tentang bagaimana perjalanan yang bertanggung jawab. #SayaPejalanBijak memberikan pemikiran baru bagaimana perjalanan dapat berperan sebagai agen perubahan yang lebih baik. Inilah roh perjalanan ala bingkai kuning.

Setiap pejalan memiliki kewajiban moral, sejak dia meninggalkan rumah. Berbagi ruang bersama penumpang lain atau memberi tempat duduk bagi penumpang prioritas merupakan bagian dari kewajiban moral seorang pejalan. Saat sampai di tempat tujuan, keingintahuan pun hendaknya tak berseberangan dengan konsep pelestarian. Hindari memotret subjek tanpa bertanya lebih dulu, utamanya memotret warga setempat serta tempat yang dianggap suci.

“Bagi para pejalan, kami juga menyerukan imbauan moral untuk mengurangi dampak buruk terhadap planet ini, dukunglah perekonomian setempat, dan lindungilah kehidupan liar,” ujar Didi. “Harapannya, destinasi yang kita kunjungi akan lebih baik lagi keadaannya saat kita kembali ke rumah.”

Baca Juga: Sempat Viral karena Sibuk Tangani Pasien Covid-19 di Usia 80 Tahun, dr Handoko Ungkap Rahasia Sembuh dari Corona, 'Jarak 1 Meter Tidak Menjamin'

Frans dan Yoakim mandi dengan bersuka cita di ceruk sungai yang menyisakan air jernih seusai banjir. Anak-anak pendulang ini kadang bermain sembari memancing ikan dan mencari udang di sekitar ceruk ini. Di Balik Tanggul Sungai Emas, National Geographic Indonesia edisi November 2017.

Kampanye #SayaPejalanBijak bertumpu pada tiga pilar perjalanan lestari. Pertama, menerapkan praktik-praktik ramah lingkungan mengurangi, menggunakan kembali, mendaur ulang. Kedua, melindungi warisan budaya dan alam, memulihkan bangunan bersejarah atau menyelamatkan spesies yang terancam punah. Ketiga, memberikan manfaat sosial-ekonomi setempat, menegakkan hak-hak masyarakat adat, dan mendukung bentuk pendapatan yang adil.

Rasa perjalanan tergantung pada roh perjalanan itu sendiri. Awalnya, kita akan kehilangan jati diri kita dalam perjalanan. Namun, kita akan menemukan diri kita kembali saat pulang. Kami meyakini perjalanan mampu mendefinisikan kehidupan dengan lebih baik, seperti perjalanan nenek moyang kita saat keluar dari Afrika.