Pertama Kali Hamil? Yuk Cari Tahu Serotinus pada Persalinan dan Cara Mencegahnya

By Cecilia Ardisty, Senin, 5 Oktober 2020 | 07:04 WIB
Serotinus pada persalinan (freepik)

Nakita.id - Bagi Moms yang baru pertama kali hamil perlu mengetahui serotinus pada persalinan.

Mengetahui serotinus pada persalinan penting agar Moms tidak terkejut misal mengalaminya saat trimester ketiga.

Serotinus pada persalinan (post-term pregnancy/prolonged pregnancy) adalah kehamilan yang berlangsung lebih dari 42 minggu.

Baca Juga: Tak Perlu Cemas, Ini Tanda-tanda Mendekati Persalinan yang Moms Bisa Lihat Perubahannya Langsung

Kehamilan lama dikaitkan dengan komplikasi janin, neonatal, dan ibu. 

Risiko meningkat setelah cukup bulan dan secara signifikan setelah 41 minggu kehamilan.

Kebijakan induksi persalinan tampaknya meningkatkan hasil dan mengurangi kematian perinatal.

Baca Juga: Sering Jadi Perhatian Khusus Para Moms, Ini Cara Mudah Mengecilkan Perut Setelah Melahirkan

Kejadian serotinus pada persalinan bisa berkurang dengan melakukan USG pada trimester pertama dan mencatat penanggalan periode menstruasi terakhir (LMP) untuk menilai durasi kehamilan.

Selain itu, serotinus pada persalinan bisa berkurang juga dengan menggunakan pengukuran kepala-bokong atau lingkar kepala jika panjang kepala-bokong di atas 84 mm.

Risiko serotinus pada persalinan 

1. Risiko janin dan neonatal

Kehamilan lama dikaitkan dengan peningkatan morbiditas dan mortalitas perinatal.

Ada peningkatan risiko lahir mati dan kematian neonatal, serta peningkatan risiko kematian pada tahun pertama kehidupan.

Baca Juga: Jadi Salah Satu Ciri-ciri Mau Mendekati Persalinan, Ketahui Perbedaan Kontraksi Palsu dan Asli Agar Tak Tertipu

Peningkatan mortalitas diperkirakan disebabkan oleh faktor-faktor seperti insufisiensi utero-plasenta, aspirasi mekonium, dan infeksi intrauterin.

Morbiditas janin juga meningkat, dengan risiko yang lebih tinggi:

- Meconium aspiration

- Makrosomia dan bayi yang lebih besar menghasilkan: persalinan lama, disproporsi Cephalo-panggul, distosia bahu, dan cedera lahir yang mengakibatkan, misalnya kerusakan pleksus brakialis atau palsi serebral.

Baca Juga: Jangan Sampai Terkecoh, Ini 3 Ciri-ciri Mau Mendekati Persalinan yang Wajib Bumil Tahu

- Asidemia neonatal

- Skor Apgar lima menit yang rendah

- Ensefalopati neonatal

- Kejang neonatal

- Hambatan pertumbuhan intrauterine (IUGR) karena insufisiensi plasenta

2. Risiko maternal

Serotinus pada persalinan juga dikaitkan dengan peningkatan risiko bagi ibu, termasuk:

- Persalinan terhambat

- Kerusakan perineum

- Persalinan pervaginam instrumental

- Operasi caesar

- Perdarahan pascapartum

- Infeksi

Baca Juga: Ketubannya Berwarna Keruh Sampai Harus Meminimalisir Risiko, Bahayakah Proses Melahirkan Seperti yang Dijalani Citra Kirana?

Jika persalinan diinduksi sebelum rahim atau serviks berada dalam kondisi yang menguntungkan, dapat berdampak buruk pada ibu atau bayi, termasuk:

- Perlunya operasi caesar

- Persalinan lama

- Perdarahan pascapartum

- Melahirkan traumatis

Baca Juga: Begitu Lama Menanti Buah Hati, Saat Sudah Lahir Malah Dibuat Menangis hingga Tak Bisa IMD, Rianti Cartwright: 'Aku Sedih'

Gejala

- Saat pascakelahiran, neonatus memiliki jumlah lemak subkutan yang lebih rendah dari biasanya dan massa jaringan lunak yang berkurang

- Kulit mungkin kendur, bersisik, dan kering

- Kuku jari tangan dan kaki mungkin lebih panjang dari biasanya dan kuning karena mekonium

- Sebelum melahirkan mungkin ada gerakan janin yang berkurang

- Volume cairan ketuban yang berkurang dapat menyebabkan penurunan ukuran rahim

- Cairan ketuban bernoda mekonium dapat terlihat saat ketuban pecah

Cara mencegah

- Penggunaan ultrasonografi pada awal kehamilan untuk penentuan tanggal yang tepat dianggap mengurangi jumlah serotinus dibandingkan dengan penentuan tanggal berdasarkan LMP.

- Sekitar 20% wanita hamil membutuhkan induksi persalinan sebagian besar untuk serotinus pada persalinan.