Bentengi Diri dengan 3M untuk Cegah Covid, 3 Momentum Ini Buat Indonesia Berpotensi Tambah Jumlah Pasien Corona

By Aullia Rachma Puteri, Jumat, 4 Desember 2020 | 14:30 WIB
Ilustrasi Covid-19 (Freepik/prostooleh)

Nakita.id - Pandemi virus corona di Indonesia bukannya turun malah semakin merangkak naik, padahal sampai Desember hari ini Indonesia sudah memasuki bulan ke-9.

Sejak pertama kali Indonesia terpapar virus corona pada Maret lalu, total sudah ada 500 ribu pasien Covid-19 yang terdata.

Hal ini sangat masih mengkhawatirkan apalagi saat akan mengalami pergantian tahun seperti ini.

Libur dan cuti dikhawatirkan membuat lonjakan jumlah pasien Covid-19 semakin bertambah.

Sangat berisiko

Epidemiolog dari Universitas Airlangga Windu Purnomo menyebut, masyarakat Indonesia masih akan menjumpai sederet momentum yang memungkinkan terjadinya penularan.

Baca Juga: Bak Sebuah Firasat, Ririn Ekawati Ungkap Hal Ini Sebelum Ibunda Meninggal Dunia karena Covid-19

Mulai dari Pilkada Serentak 9 Desember 2020, libur panjang akhir dan awal tahun, hingga pembukaan kembali sekolah di Januari 2021.

"Peristiwa-peristiwa itu jelas sangat berisiko meningkatkan penularan," kata Windu saat dihubungi, Selasa (1/12/2020).

Pihaknya pun memberikan sejumlah saran, khususnya kepada Pemerintah. Yaitu agar momentum-momentum yang sudah terjadwal tersebut dapat diantisipasi.

Sehingga tidak makin memperparah meningkatkan penyebaran virus corona penyebab Covid-19 di Indonesia.

1. Pilkada serentak

Pada momentum Pilkada Serentak, Windu menyarankan agar petugas yang ada di TPS harus berusia di bawah 60 tahun, tidak memiliki penyakit penyerta, bukan ibu hamil, dan harus melakukan uji PCR sebelumnya.

Baca Juga: Jangan Mudah Percaya! Ini 8 Hoaks Tentang Covid-19 yang Moms Harus Waspadai

"Semua anggota KPPS/petugas di TPS harus dilakukan swab test (PCR/TCM) atau antigen test, bukan rapid test berbasis antibodi. Hanya yang hasilnya negatif yang diperbolehkan bertugas," jelas Windu.

Bagi masyarakat pemilih, Windu menyebut semestinya yang diizinkan datang ke TPS hanya mereka yang berusia di bawah 59 tahun dan dalam kondisi sehat.

Sebaliknya, bagi masyarakat yang dalam kondisi kesehatan riskan harus dilarang untuk pergi ke TPS.

"Bagi mereka, seharusnya dijemput bola, didatangi oleh petugas ke tempat tinggalnya masing-masing dengan menggunakan APD (masker & faceshield)," ujar Windu.

Selain itu bagi pemilih yang tengah menjalani isolasi mandiri, karena positif Covid-19, sebaiknya hanya bisa mencoblos di tempat mereka melakukan isolasi dengan pendampingan petugas yang menggunakan APD lengkap, sesuai dengan keadaan di tempat.

Baca Juga: Yuk, Konsultasikan Program Keluarga Berencana Lewat Telemedicine

2. Libur cuti bersama

Sementara untuk libur akhir tahun, Windu menyarankan agar Pemerintah membatalkan cuti bersama dan menggantinya di waktu lain ketika pandemi sudah dapat dikendalikan.

Selain itu, pergerakan masyarakat juga harus dibatasi dengan ketat demi meminimalisir terjadinya penyebaran ke wilayah yang lebih luas.

"Terutama (pergerakan) dari dan ke kabupaten/kota berlevel merah-oranye," sebut Windu.

"Kalau terpaksa ada perjalanan karena alasan penting, si pejalan harus dilakukan tes swab (PCR/TCM) atau sekurangnya test antigen (bukan rapid test antibodi) dengan hasil negatif dengan batas berlaku maksimum 7 hari," lanjutnya.

Tapi saat ini, pemerintah sudah mengabulkan hal ini.

Baca Juga: Menjaga Kesehatan Mental Anak di Tengah Pandemi Covid-19 dengan Coba Ikuti Tips Mudah Berikut Ini Agar Si Kecil Tidak Mudah Cemas dan Stres

Cuti bersama dan libur lebaran yang jatuh pada akhir tahun terpaksa dipangkas untuk menghindari lonjakan penyebaran Covid-19.

Saat semula mendapat libur selama 9 hari, kini pemerintah hanya mengabulkan 3 hari saja, yaitu pada tanggal 24, 25, dan 31.

3. Pembukaan sekolah

Adapun untuk terkait kegiatan sekolah yang rencananya akan kembali dibuka dengan tatap muka pada Januari 2021, Windu menyebut hal itu semestinya sama sekali belum boleh dilakukan.

Terutama pada wilayah yang masih ada di zona merah atau oranye.

Baca Juga: Meninggal Positif Covid-19, Ririn Ekawati Ungkap Jeritan Hatinya Cuma Bisa Saksikan Detik-detik Terakhir Sang Mama Lewat Video Call

"Sekolah seharusnya hanya bisa diaktifkan pada kabupaten kota berlevel kuning atau hijau, dengan ketentuan minimal berlevel kuning dalam 4 minggu berturut-turut," kata dia.

Jika pun nantinya akan benar-benar dibuka kembali, Windu menyebut alur yang benar adalah memulainya dari tingkatan yang paling tinggi, yakni setingkat SMA, baru kemudian diikuti level di bawahnya.

"Dan dievaluasi minimal setelah 4 minggu. Bila hasil evaluasi baik baru bisa diikuti membuka level SMP, yang diikuti evaluasi minimum 2 minggu dan bila hasilnya baik bisa diikuti pembukaan tingkat SD," jelasnya.

Apabila sampai muncul klaster penularan di salah satu sekolah, Windu menyarankan semua sekolah yang ada di wilayah tersebut harus segera ditutup kembali.

Baca Juga: Jangan Asal! Berikut Cara Diet yang Ampuh Tanpa Nyiksa dan Cocok Dijalankan di Tengah Pandemi Covid-19 Menurut Ahli

Semua itu tentu diperlukan untuk meminimalisir terjadinya penyebaran kasus infeksi yang meluas.

"Semua hal di atas tetap dibarengi dengan disiplin 100 persen mematuhi protokol kesehatan 3M, dengan pengawasan ketat dari pemerintah daerah dan pusat. Pelanggaran protokol kesehatan, terutama dalam menjaga jarak, harus diberi sanksi yang tegas yang mampu membuat jera," jelasnya.

Memang 3 momen ini mengkhawatirkan semua, tapi yang paling mengkhawatirkan itu dari itu semua adalah tidak menerapkan protokol kesehatan.

Padahal dengan menerapkan protokol kesehatan, Anda dan keluarga akan terbebas dari Covid-19.

Selalu terapkan 3M, memakai masker, menjaga jarak, dan menghindari kerumunan.

Baca Juga: Tak Bisa Lagi Asal, WHO Beri Imbauan Perketat Pedoman Penggunaan Masker di Tengah Pandemi Covid-19