Perceraian Dapat Menimbulkan Perilaku Pengambilan Risiko pada Anak, Ternyata Ini Alasan Anak Broken Home Pilih Teman yang Menyimpang

By Cecilia Ardisty, Selasa, 27 April 2021 | 18:15 WIB
Perceraian dapat menimbulkan perilaku pengambilan risiko pada anak (freepik)

Nakita.id - Ketika perceraian tak terhindarkan Moms tentu harus tahu efek psikologis yang terjadi pada anak.

Diberitakan sebelumnya, perceraian dapat menimbulkan kinerja akademik menurun pada anak.

Sebelum kinerja akademik menurun pada anak, sebaiknya Moms melalukan persiapan sebelum terjadi perpisahan, pada saat perpisahan berlangsung, dan setelah perpisahan.

Baca Juga: Perceraian Benar Menimbulkan Kinerja Akademik Menurun Pada Anak, Ini 3 Hal yang Sebaiknya Dilakukan Moms Sebelum Itu Terjadi

Persiapan sebelum terjadi perpisahan sebaiknya dilakukan oleh Moms dan Dads dan menekankan bahwa perceraian bukan salah Si Kecil dan akan selalu ada untuk anak.

Pada saat perpisahan berlangsung, ucapan selalu ada untuk anak dibuktikan, dan setelah perpisahan luangkan waktu untuk anak.

Lantas, apakah perceraian dapat menimbulkan perilaku pengambilan risiko pada anak juga?

Oleh karena itu, Nakita.id telah mewawancarai psikolog untuk membahas kebenaran perceraian dapat menimbulkan perilaku pengambilan risiko pada anak.

Diwawancarai Nakita.id pada Jumat (16/4/2021), Monica Sulistiawati, M.Psi, Psikolog yang berpraktik di Personal Growth menjelaskan kebenaran perceraian dapat menimbulkan perilaku pengambilan risiko pada anak.

Monica mengungkapkan benar bahwa perceraian dapat menimbulkan perilaku pengambilan risiko pada anak, karena mereka membutuhkan penerimaan.

"Umumnya itu terjadi karena adanya kebutuhan emosional si anak, penerimaan si anak dari kedua orang tuanya yang tidak terpenuhi.

Monica Sulistiawati., M.Psi, Psikolog yang berpraktik di Personal Growth

Baca Juga: Apakah Benar Perceraian Menimbulkan Masalah Perilaku Anak? Yuk Simak Penjelasan Psikolog Soal Hal Ini

Ketika orang tua berpisah yang sering terjadi adalah anak menyalahkan dirinya atau menyalahkan orang tuanya.

Apa sih yang disalahkan? Aku tidak cukup dicintai oleh kedua orang tuaku. Orang tuaku tidak mencintai aku, oh aku tidak cukup berharga untuk dipertahankan," ucap Monica.

Monica kemudian mengatakan ketika sudah timbul irrational belief atau kesalahan berpikir/ kesalahan keyakinan tentang diri sendiri seperti itu maka anak akan mudah terjerumus ke dalam pergaulan yang salah.

"Nah dia ketemu sama teman-teman yang menerima dia. Tapi menerimanya ada syaratnya.

'Kalau kamu mau masuk geng kita, nih cobain rokok'. 'Kalau kamu mau ikut sama kita, cobain minuman ini'.

Kalau anaknya bilang ga mau, 'Ah cupu! Anak mami sih makanya ga mau coba’. Akhirnya yang dia lakukan apa? Dia coba, dia ikuti apa yang temannya katakan supaya dia diterima," papar Monica.

Monica lantas menjelaskan kenapa anak memilih kelompok pertemanan yang keliru.

"Kenapa sih dia milih kelompok pertemanan keliru? Kenapa dia tidak memilih kelompok pertemanan yang baik-baik saja?

Baca Juga: Perceraian Dapat Menimbulkan Masalah Kesehatan Mental Pada Anak, Begini 3 Cara Mencegahnya Menurut Psikolog

Karena tadi self-esteemnya. Self-esteemnya yang sudah terlanjur jeblok sehingga ketika dia ingin berteman dengan teman yang baik-baik saja, anak menilai 'Aku ga bisa masuk ke situ, itu bukan dunia aku'," pungkasnya.

Monica menegaskan pada anak-anak korban perceraian yang perlu diperbaiki adalah self-esteem-nya.

"Jadi memang pada anak-anak korban perceraian yang perlu diperbaiki dan fokuskan adalah self-esteem.

Dari self-esteem ini bisa merambat ke mana-mana. Cara menumbuhkan self-esteem adalah menimbulkan keyakinan pada si anak bahwa dirinya sungguh berharga," imbuhnya.