WHO dan Epidemiolog Rupanya Belum Sarankan Sertifikat Vaksin Covid-19 Jadi Syarat Beraktivitas, Ini Alasannya

By Diah Puspita Ningrum, Jumat, 13 Agustus 2021 | 15:45 WIB
WHO dan Epidemiolog belum sarankan penggunakan sertifikat vaksin Covid-19 (Pixabay)

Nakita.id - Pemerintah mulai menjadikan sertifikat vaksin Covid-19 sebagai syarat untuk perjalanan dan memasuki fasilitas publik.

Hal ini pun sudah diterapkan oleh sejumlah daerah, termasuk DKI Jakarta yang mewajibkan pengunjung mall menunjukkan sertifikat vaksin Covid-19.

Pemerintah menilai dengan syarat sertifikat vaksin Covid-19 sebagai syarat, maka herd immunity atau kekebalan kelompok agar segera tercapai.

Baca Juga: Sertifikat Vaksin Covid-19 Tidak Muncul karena Salah Menginput Data? Ini Cara Memperbaikinya

Ini disampaikan oleh Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dann Investasi (Menko Marves), Luhut Binsar Pandjaitan.

"Jadi nanti kalian pergi ke restoran enggak pakai ini (sertifikat), tolak. Belanja enggak pakai ini, tolak. Karena ini demi keselamatan kita semua," ujarnya seperti dikutip dari Kompas.com.

Namun, bagaimanakah pendapat WHO atau Organisasi Kesehatan Dunia dalam hal ini?

Dalam kesempatan Covid-19 and mandatory vaccination: Ethical considerations and caveats yang tayang 13 April 2021 mengatakan kalau vaksin memang menjadi cara paling efektif untuk melindungi orang dari virus corona.

Itu sebabnya, vaksinasi harus dilakukan oleh orang di seluruh dunia guna mendapatkan kekebalan kelompok.

Hanya saja, WHO tidak memaksa seseorang untuk mendapatkan vaksin.

Baca Juga: 'Dari Awal Saya Kepengin Divaksin' Lansia Asal Depok Langsung Menangis Saat Tahu Tidak Bisa Dapat Vaksin Covid-19 Gara-gara Hal Ini

"Namun demikian, karena kebijakan yang mengamanatkan suatu tindakan atau perilaku mengganggu kebebasan dan otonomi individu, mereka harus berusaha untuk menyeimbangkan kesejahteraan komunal dengan kebebasan individu," kata WHO dalam laman resminya.

WHO menjelaskan kalau tidak memberikan posisi mendukung atau menentang vaksinasi wajib.

Hal ini karena WHO menyadari betul pemerintah negara mempertimbangkan beberapa faktor untuk membuat kebijakan.

Sementara itu, Epidemiolog dari Griffith University Australia Dicky Budiman mengatakan, masalah sertifikat vaksin sebenarnya bukan hal baru dalam sejarah wabah di dunia.

Sebagai contoh, orang harus sudah divaksin polio untuk masuk ke Pakistan dan Afganistan.

"Jadi paspor vaksin atau sertifikat vaksin bukan hal baru. Namun saya bisa memahami bahwa sikap WHO belum merekomendasikan (sertifikat vaksin tersebut)," kata Dicky.

Dicky mendukung WHO yang belum merekomendasikan sertifikat vaksin sebagai syarat perjalanan atau syarat akses fasilitas publik.

Baca Juga: Begini Cara Buat Kartu Vaksin Seperti KTP Secara Mandiri di Rumah, Data Pribadi Jadi Terjamin Lebih Aman

Pertama, Dicky mengatakan kalau vaksin Covid-19 tidak bisa mencegah infeksi secara keseluruhan.

"Orang yang sudah divaksin itu bukan berarti enggak bisa tertular virus," ujar Dicky.

Apalagi, dia menilai kalau stok dan akses vaksin belum merata.

Ia menilai kalau hal ini bisa menimbulkan diskriminasi atau ketidakadilan antar wilayah.

"Kecuali kalau cakupan minimal vaksin sudah 50 persen, ini menurut saya bisa menggunakan sertifikat vaksin," ungkap Dicky.

"Tapi kalau belum, nantinya jadi tidak adil," tukasnya.