Banyak Anak yang Mendapat Kekerasan Selama Proses PJJ, Begini Cara Kementerian PPPA Mengatasinya

By Shinta Dwi Ayu, Selasa, 31 Agustus 2021 | 10:45 WIB
Kekerasan pada anak terjadi selama PJJ (Pixabay.com)

Nakita.id - 1,5 tahun Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ) menyimpan dampak positif maupun negatif. 

Akhir-akhir ini, dampak negatif dari PJJ yang menjadi sorotan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) adalah banyaknya anak yang mendapat kekerasan di dalam rumah tangga.

Menteri Nadiem Makarim pun khawatir jika semakin banyak anak yang mendapat kekerasan baik secara verbal atau pun fisik.

Baca Juga: Banyak Anak yang Putus Sekolah dan Mendapatkan Kekerasan Selama Proses Pembelajaran Jarak Jauh, Begini Cara Kemendikbudristek Mengatasinya

Hal tersebut lah yang membuat ia ingin sesegera mungkin menggelar Pembelajaran Tatap Muka (PTM) terbatas kembali.

Tak hanya Kemendikbudristek, banyaknya anak yang mengalami kekerasan selama proses PJJ juga menyita perhatian Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA).

Dr. Entos, DCN, S.P., MPMH Asisten Deputi Pemenuhan Hak Anak Atas Kesehatan dan Pendidikan, Kementerian PPPA, mengatakan awalnya ia berharap dengan adanya pandemi orangtua bisa membangun bonding yang lebih kuat dengan anak karena banyaknya waktu di rumah.

"Dalam suasana saat ini, sebagian besar anak-anak kita belajar di rumah, dan kita sebagian besar bekerja di rumah. Dulu harapan kita dengan adanya pandemi, memberikan kesempatan yang lebih luas pada orangtua dan anak untuk melakukan bonding yang lebih kuat," kata Dr. Entos, dalam wawancara eksklusif bersama Nakita.id, Senin (30/8/2021).

Namun, seiring berjalannya waktu, Kementerian PPPA menyadari ada kejenuhan yang terjadi.

Seperti diketahui, di tengah pandemi Covid-19, banyak orang yang mengalami kesulitan mata pencaharian.

Baca Juga: Tenaga Pengajar Keluhkan Soal Jaringan Internet yang Lambat Selama Proses PJJ, Begini Tanggapan Kemendikbud

Di sisi lain, orangtua juga dituntut untuk membimbing anak-anaknya bersekolah di rumah.

Dr. Entos menyadari, banyak orangtua yang belum memiliki pengalaman dan persiapan untuk membimbing anaknya belajar.

Karena itu, kecemasan, konflik, dan gesekan di dalam rumah tangga kemudian muncul.

Gesekan tersebut lah yang juga akhirnya membuat anak mendapatkan kekerasan fisik maupun verbal dari orangtuanya.

Untuk mengatasi hal tersebut, Kementerian PPPA sudah melakukan berbagai cara yang edukatif. "Maka dari itu, kami selalu menggunakan cara-cara yang edukatif, ke Pemda, maupun ke warga langsung. Namun, kita kan juga terbatas ya, tidak bisa ketemu langsung. Kita hanya mampu menggunakan video call, itu juga terbatas yang bisa kita capai," ungkapnya.

Baca Juga: Sudah Hampir 2 Tahun Berjalan, Rupanya Ini Tantangan Terbesar yang Dialami Para Guru Selama PJJ

Selain itu, Kementerian PPPA juga memanfaatkan media elektronik seperti radio komunitas untuk memberikan edukasi agar kekerasan di dalam rumah tangga dapat dicegah. "Untuk itu, kita menggunakan fasilitas lain seperti melalui radio komunitas, atau cara-cara yang bisa kita tularkan, sehingga kekerasan dalam rumah tangga dapat dicegah dan dapat ditekan," ujar Dr. Entos.

"Bagi kita, sebetulnya ini suatu hal yang harus dijaga agar tidak terjadi. Karena, jika terjadi bisa juga tidak sejalan dengan Undang-undang yang ada. Tapi, cara persuasif juga kita dahulukan," pungkasnya.