Hari Tanpa Kekerasan Internasional, Kekerasan Terhadap Perempuan dan Anak Justru Semakin Meningkat di Kala Pandemi, Bagaimana Cara Mencegahnya?

By Ruby Rachmadina, Kamis, 30 September 2021 | 15:19 WIB
Kasus kekerasan yang terjadi pada perempuan dan anak meningkat di masa pandemi. (Freepik.com/doidam10)

Nakita.id - Banyak sebagian orang mungkin belum mengetahui jika setiap tanggal 2 Oktober diperingati sebagai Hari Tanpa Kekerasan Internasional.

Sudah seharusnya setiap lapisan masyarakat mulai tersadarkan untuk terus meningkatkan diri sebagai anti kekerasan.

Nyatanya Hari Tanpa Kekerasan Internasional belum sepenuhnya diimplementasikan secara langsung oleh masyarakat di Indonesia.

Baca Juga: Hari Tanpa Kekerasan Internasional, Tindakan Kekerasan pada Anak Ternyata Masih Sering Dilakukan Orangtua yang Berdampak Besar bagi Psikologis

Dalam data yang dirangkum oleh Kemen PPPA, sebelum pandemi sekitar ada 1.913 kasus kekerasan terhadap perempuan.

Jumlah itu kemudian semakin meningkat selama pandemi menjadi lebih dari 5.500 kasus.

Pelonjakan kasus kekerasan juga terjadi pada anak meningkat menjadi lebih dari 7.190 kasus ketika pandemi.

Melansir Kompas.com, Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Bintang Puspayoga menuturkan, setiap harinya kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak meningkat.

Menurut Bintang, hampir setiap hari Kemen PPPA mendapatkan laporan yang sama terkait kekerasan terhadap perempuan dan anak.

Bahkan, laporan kekerasan terhadap perempuan dan anak semakin meningkat di masa pandemi Covid-19.

Laporan kekerasan yang tak kunjung menunjukkan adanya penurunan ini membuat pihaknya memperkuat layanan rujukan yang telah tersedia.

Baca Juga: Tak Hanya Edukasi, Kementerian PPPA Sudah Siapkan Ini untuk Mengatasi Kekerasan yang Terjadi pada Anak di dalam Rumah Tangga

Semua layanan ini dapat korban adukan jika tengah mengalami tindakan kekerasan.

Apalagi Bintang mengakui jika pelaku kekerasan terhadap perempuan dan anak didominasi oleh orang-orang terdekat.

Keluarga yang seharusnya menjadi tempat yang aman, malah menjadi tempat kekerasan terbanyak bagi perempuan dan anak.

"Setiap pagi saya mendapatkan informasi, tiada hari tanpa kasus kekerasannya yang terjadi tidak masuk logika. Dampak pandemi Covid-19 banyak yang justru (kasus kekerasan) dilakukan orang-orang terdekat. Ini menjadi pekerjaan rumah bersama," ujar Menteri Bintang yang Nakita.id kutip dari laman Kompas.com.

Tak tinggal diam, Kemen PPPA secara khusus telah menyalurkan Dana Alokasi Khusus (DAK) non fiksi khusus kepada kepala daerah untuk menangani permasalahan ini.

Cara ini ditempuh sebagai upaya untuk mengatasi dan mengantisipasi kekerasan terhadap perempuan dan anak.

Terlebih kasusnya kian hari kian meningkat selama pandemi Covid-19.

"Saya harap bantuan tersebut dapat mengoptimalkan penanganan dan pendampingan korban, serta kasus-kasus terkait perempuan dan anak," ucapnya.

Kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak bukan semata-mata menjadi tanggung jawab pemerintah saja.

Baca Juga: Kasus Kekerasan pada Anak Masih Marak Terjadi, PATBM Siap Jadi Garda Depan Dukung Kemen PPPA Lindungi Anak

Perlu adanya sinergi dari berbagai pihak agar adanya perlindungan khusus bagi perempuan dan anak yang menjadi korban tindakan kekerasan.

Dilansir Kompas.com, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) telah menyediakan saluran layanan untuk para korban kekerasan baik seksual maupun fisik terhadap perempuan dan anak.

Saluran layanan ini dapat diakses melalui Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) serta call center Sahabat Perempuan dan Anak milik Kemen PPPS SAPA129 atau hotline melalui Whatsapp 08211-129-129.