Jangan Disepelekan, Ini Pengaruh Lingkar Kepala Bayi Terhadap Kemampuan Otak

By David Togatorop, Kamis, 1 September 2022 | 06:50 WIB
Orangtua harus tahu pengaruh lingkar kepala bayi pada kemampuan otak. (Pixabay)

Nakita.id - Ketika bayi lahir maka pada tubuh bayi akan dilakukan berbagai pengukuran, termasuk lingkar kepala.

Hal ini penting diperhatikan sebab kelainan pada ukuran lingkar kepala bisa mempengaruhi kemampuan otak anak.

Umumnya, orang tua tak memperhatikan ukuran lingkar kepala bayi, hingga ia pun tak tahu, apakah ukurannya normal atau tidak.

Padahal, ukuran lingkar kepala sangat berkaitan dengan volume otak.

Ukuran lingkar kepala bayi

Ukuran rata-rata lingkar kepala bayi ketika lahir adalah 34-35 cm.

Lingkar kepala akan bertambah 2 cm per bulan di usia 0-3 bulan, 1 cm per bulan di usia 4-6 bulan, dan 0,5 cm per bulan di  usia 6-12 bulan.

Di usia batita, laju pertumbuhan lingkar kepala mulai beranjak pelan. Di tahun kedua ini, kenaikan lingkar kepala paling hanya 2 cm.

Menginjak akhir tahun kedua, lingkar kepala anak sudah seukuran 4/5 ukuran otak orang dewasa.

Masuki usia 3 tahun, perubahan lingkar kepala yang lebih lambat akan tampak lebih jelas jika dibanding pertumbuhan tungkai dan tubuh.

Hingga, bila saat bayi, kepala anak terlihat lebih besar ketimbang tubuhnya, maka di masa batita.

Sebab lingkar kepala sudah tumbuh melambat sedangkan bagian tubuh lainnya berkembang, proporsi tubuhnya mulai terlihat proposional.

Baca Juga: Obat Kerak Kepala Bayi atau Borokan Pada Bayi Baru Lahir, Penyebab dan Cara Menangani

Kepala besar dan kecil

Jika ukuran lingkar kepala lebih kecil daripada ukuran normalnya, disebut kelainan mikrosefali. Sebaliknya, bila lebih besar dikatakan kelainan makrosefali.

Perbedaannya sebesar 2 standar deviasi dari ukuran normal.

Biasanya, kelainan mikrosefali dan makrosefali dibawa sejak lahir.

Namun, ada juga kasus-kasus mikrosefali atau makrosefali yang familial atau normal, yaitu bila orang tua si anak juga memiliki lingkar kepala demikian, misal, orang tuanya juga makrosefali.

Selain faktor familial, juga harus diperhatikan apakah ada-tidak kelainan saraf. Kalau tak ada kelainan saraf, maka hal ini normal-normal saja.

Namun demikian, kasus makrosefali yang familial hanya sebagian kecil saja. Sebagian besarnya adalah makrosefali nonfamilial yang ada sebabnya. Misal, hidrosefalus, yaitu kepala besar karena cairan di otaknya berlebihan, atau ada tumor.

Itu sebab, anak dengan kelainan makrosefali harus pula dilakukan pemeriksaan-pemeriksaan. Sekalipun fisiknya bagus dan orang tuanya juga berkepala besar. Sebab, kita tak bisa melihat fungsinya yang di dalam.

Apalagi jika si bayi baru berusia 1 bulan, misal, fungsinya masih belum begitu tampak. Biasanya dengan pemeriksaan USG atau CT-scan akan bisa diketahui, seperti, apakah memang ada kelebihan cairan di dalam otak.

Sementara, pada kelainan mikrosefali, harus dilihat seberapa besar perbedaan ukuran lingkar kepalanya dibanding ukuran kepala yang normal.

Karena ini bisa mempengaruhi kemampuan otak bayi. Bila perkembangan otak tak sempurna, dengan sendirinya kemampuan masing-masing bagian otak juga tak sempurna.

Ini akan berpengaruh pada kemampuan intelegensi, motorik, emosi, sosial, dan sebagainya. (Sumber: Tabloid Nakita)

Baca Juga: Bentuk Kepala Bayi Normal Jika Bulat Sempurna, Tapi Orangtua Wajib Periksa Si Kecil ke Dokter Jika Kondisi Kepalanya Mengalami Perubahan Seperti Ini